Loading...
HAM
Penulis: Reporter Satuharapan 18:56 WIB | Senin, 16 November 2015

Rektor Universitas Hasanuddin: Perempuan Jadi Agen Perubahan

Suasana Konferensi Internasional "Towards Gender Equalities in Higher Education". (Foto: Febriana Dyah Hardiyanti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Universitas Kristen Indonesia (UKI) berkolaborasi dengan University of Applied Sciences of Kiel Jerman mengadakan Konferensi Internasional yang bertema “Towards Gender Equalities in Higher Education,” hari Sabtu (14/11), di Graha William Soeryadjaya UKI, Jakarta.

Konferensi yang didukung oleh Deutscher Akademischer Austausch Dienst (the German Academic Exchange Service/DAAD) ini merupakan acara lanjutan dari seminar yang berlangsung selama lima hari dan dihadiri oleh alumni DAAD dari berbagai universitas di Indonesia. Seminar yang telah diselenggarakan sebelumnya tersebut difasilitasi oleh Dr Britta Thege, Kepala Pusat Studi Gender dan Perempuan Fachochschule Kiel Jerman dan Dr Barbara Reschka dari University of Applied Sciences of Kiel Jerman.

Seminar yang diikuti oleh perwakilan universitas-universitas di Indonesia maupun di luar negeri itu memiliki hasil akhir yang ditujukan kepada rektor lembaga peserta, sebagai rekomendasi untuk mempertimbangkan gender dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan.

“Konferensi hari ini merupakan penutup dari serangkaian acara seminar sebelumnya dan terbuka untuk umum, sehingga diharapkan mampu mendorong banyak orang untuk peduli terhadap isu gender, khususnya di Indonesia,” kata Idul Veda Sitepu, ketua panitia acara ini.

Panel diskusi dalam konferensi ini dipimpin oleh lima perwakilan lembaga perempuan di Indonesia dan dari negara Jerman yang terdiri dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Rektor Universitas Hasanuddin, Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Area Jabodetabek, Kepala Pusat Studi Gender dan Perempuan Fachochschule Kiel Jerman, dan Kepala Pusat Studi Perempuan Universitas Kristen Indonesia.

“Seperti yang kita ketahui, peran gender dalam pembangunan meningkat secara signifikan tidak hanya di negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Namun demikian, masih banyak masalah yang harus diangkat dalam gender dan pembangunan. Konferensi hari ini akan mencakup sejumlah topik-topik lanjutan mengenai kesamaan-kesamaan gender dalam pendidikan tinggi,” ujar Charles Marpaung, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Indonesia.

Panel-panel diskusi dalam konferensi internasional tersebut membahas tentang kualitas kepemimpinan perempuan dalam memimpin lembaga pendidikan tinggi, konsep kepemimpinan di lembaga pendidikan tinggi, perempuan sebagai pemimpin dalam administrasi pendidikan tinggi, peran perempuan dalam tugas administrasi, pengarusutamaan gender dalam lembaga pendidikan tinggi yang dipelajari dari berbagai negara.

Marpaung menambahkan, bahwa informasi yang disajikan dalam konferensi harus membantu membuka cara-cara baru tentang bagaimana membawa kesetaraan gender dalam pendidikan.

Rektor Universitas Hasanuddin, Prof Dr Dwia Aries, dalam kajiannya membahas responsif gender yang berarti tindakan nyata dalam mengangkat kesetaraan gender di dalam kehidupan sehari-hari. Komitmen nasional dan internasional dalam memberikan advokasi serta kebijakan penting adanya demi keadilan dan kesetaraan gender.

Dwia menambahkan bahwa perempuan harus menjadi agent of change yang bisa diawali dari lingkungan keluarga dan pendidikan. “Prospek perempuan menjadi pemimpin sangatlah besar,” kata Dwia.

Tercatat sejak tahun 2012 hingga tahun 2015, jumlah rektor perempuan di Indonesia hanya lima orang. Hal itu merupakan tantangan sekaligus komitmen pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia agar memberikan kesempatan pada perempuan menjadi pemimpin lembaga pendidikan tinggi. Solusi yang dapat ditempuh di antaranya adalah, menyediakan kuota, akses yang mudah, proses rekruitmen yang bersahabat bagi perempuan, dan budaya akademik yang dapat mengakomodasi perempuan.

“Selain mengubah perspektif masyarakat, perempuan juga harus mau mengubah perspektifnya sendiri terlebih dahulu,” Dwia menambahkan.

“Saya berharap ke depannya usaha kita ini dapat menjadi tonggak dalam menciptakan sebuah dunia yang bebas dari batasan jenis kelamin, di mana laki-laki dan perempuan bekerja dalam keharmonian,” ujar Idul Veda.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home