Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:28 WIB | Selasa, 09 Juni 2015

Rokok Ilegal Merugikan Bangsa dan Negara

Ilustrasi. (Foto: worldbulletin.net)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas yaitu; 27 persen (Susenas 1995); 31,5 persen (SKRT 2001); 34,4 persen (Susenas 2004); 34,7 persen (Riskesdas 2007), dan 36,3 persen (Riskesdas 2013). Walaupun proporsi perokok wanita lebih rendah dibandingkan pria, terjadi juga peningkatan sebanyak lima kali lipat dari 1,7 persen (1995) menjadi 6,7 persen  (2013).

Data Global Youth Tobbaco Survey 2014 (GYTS 2014) menyebutkan 20,3 persen anak sekolah merokok (laki-laki 36 persen, perempuan 4.3 persen), 57,3 persen anak sekolah usia 13-15 tahun terpapar asap rokok dalam rumah, dan 60 persen terpapar di tempat umum atau enam dari setiap 10 anak sekolah usia 13-15 tahun terpapar asap rokok di dalam rumah dan di tempat-tempat umum.

Data GYTS 2011, juga menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia sebesar 34,8 persen, dan sebanyak 67 persen laki-laki di Indonesia adalah perokok (angka terbesar didunia).

Hasil penelitian Badan Litbang Kemenkes tahun 2010 menunjukkan, kematian akibat penyakit yang terkait dengan tembakau terjadi 190.260 orang atau sekitar 12,7 persen dari seluruh kematian di tahun yang sama.

Rokok ilegal, berpotensi untuk meningkatkan jumlah perokok dan perokok pemula, karena murahnya harga rokok di pasaran.

Selain itu, rokok ilegal juga tidak mematuhi peraturan pemerintah terkait pemasangan Peringatan Kesehatan Bergambar, sehingga informasi bahaya merokok tidak tersampaikan kepada masyarakat.

Jika peredaran rokok ilegal dapat dicegah, pendapatan negara melalui cukai dapat meningkat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk peningkatan program kesehatan yang bersifat promotif dan preventif untuk mengatasi dampak akibat merokok.

Menurut WHO, jika peredaran rokok ilegal dieliminasi, pendapatan negara di seluruh dunia mencapai USD 30 miliar per tahun dan sebanyak 164.000 kematian prematur dapat dicegah.

Selain itu, rokok ilegal tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, termasuk kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan bergambar, yang maksudnya agar masyarakat paham akan dampak buruk rokok terhadap kesehatan.

WHO (2015) menyebutkan jika perdagangan rokok ilegal dieliminasi, pemerintah di seluruh dunia akan mendapatkan sedikitnya 30 miliar USD (Rp 401 miliar) per tahun dari cukai rokok dan mencegah 164.000 kematian dini per tahun (karena harga rokok rata-rata menjadi lebih tinggi).

Data dan kenyataan tersebut di atas dikemukakan Menteri Kesehatan RI Prof Dr dr Nila Farid Moeloek Sp M (K) dalam sambutannya pada acara Dialog Interaktif Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2015. Acara yang berlangsung di Jakarta, Senin (8/6) itu, dihadiri Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Secara global, tema HTTS tahun ini adalah "Stop Ilicit Trade in Tobacco Products" dan tema nasional yaitu "Rokok Ilegal Merugikan Bangsa dan Negara".

Menkes menerangkan, dalam menyukseskan pengendalian tembakau, pemerintah telah memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif, Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, dan penjabarannya. 

Kementerian Kesehatan telah membuat Permenkes Nomor 28 Tahun 2013, tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan Berbentuk Gambar dan Tulisan pada Kemasan Produk Tembakau, dan peringatan tersebut diberlakukan mulai 1 Juni 2014; Permenkes Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map) Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok bagi Kesehatan.

Regulasi dari kementerian/lembaga lain yang terkait dengan pengendalian dampak tembakau terhadap kesehatan, yaitu Peraturan Kepala Badan BOM Nomor 41 Tahun 2013 tentang Produk Tembakau yang Beredar, Pencantuman Peringatan Kesehatan dalam Iklan dalam Kemasan Produk Tembakau; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2014, tentang Perdagangan Barang Kena Cukai.

Terkait komitmen pemerintah daerah terhadap upaya pengendalian tembakau, Kementerian Dalam Negeri dan Jejaring Pengendalian Tembakau melakukan advokasi kepada pemerintah daerah.

Hingga saat ini, tercatat 127 kabupaten/kota di 32 provinsi di seluruh Indonesia telah memiliki peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Menkes terus mengimbau kepada jajaran pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang belum, untuk segera melahirkan peraturan tentang KTR.

Negara melalui Kementerian Kesehatan mengajak seluruh unsur masyarakat untuk melindungi generasi muda dari bahaya merokok, dan meningkatkan kesadaran, pentingnya memberantas peredaran rokok ilegal, yang merugikan bangsa dan negara dengan mengenali, dan melaporkan rokok ilegal kepada yang berwajib.

Untuk menyusun suatu strategi pemberantasan peredaran rokok ilegal, diperlukan hasil riset yang sahih, yang mudah disosialisasikan hasilnya di masyarakat.

“Saya berharap kerja sama ini akan bermanfaat, bukan hanya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan tetapi juga berdampak pada peningkatan kesehatan masyarakat di Indonesia,” kata Menkes. (depkes.go.id)

 

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home