Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 16:05 WIB | Sabtu, 07 Februari 2015

Roy Sembel, Profesor dengan Rapor SD yang Pas-pasan

Roy Sembel, Profesor dengan Rapor SD yang Pas-pasan
Rapor Roy Sembel ketika duduk di kelas satu SD Perguruan Tjikini yang menunjukkan nilai pas-pasan (Foto: Roy Sembel)
Roy Sembel, Profesor dengan Rapor SD yang Pas-pasan
Bagian lain dari rapor Roy Sembel ketika duduk di kelas satu SD Perguruan Tjikini yang menunjukkan nilai pas-pasan (Foto: Roy Sembel)
Roy Sembel, Profesor dengan Rapor SD yang Pas-pasan
Roy Sembel ketika berceramah tentang kepemimpinan (Foto: Eloy Zalukhu)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebuah foto yang menggambarkan rapor SD tahun 1970-an yang diunggah ke Facebook telah menuai komentar yang ramai.
Rapor itu menunjukkan nilai yang pas-pasan –tertinggi hanya 65 untuk mata pelajaran Budi Pekerti dan Olah Raga. Bahkan ada satu mata pelajaran yang mendapat nilai 50, yaitu Ilmu Pengetahuan Alam. Mata pelajaran lain yang nyaris tak lulus adalah pejalaran Membaca. Nilainya 55.

Rapor ini tidak akan terlalu menarik perhatian seandainya saja ia bukan rapor SD seorang profesor yang terkenal. Rapor itu milik Roy Sembel, Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan dekan pada Institut Pengembangan Manajemen Indonesia (IPMI).

Foto itu tambah menarik lagi apabila membaca pesan yang disampaikan oleh Roy Sembel, yang sengaja mengunggah foto itu lewat akun Facebooknya. Bunyinya demikian: Ketemu rapot waktu SD kelas 1 Tjatur Wulan 1. Lumayan lah, dulu nilai pas-pasan, sekarang bisa jadi Profesor.  

Beragam komentar (tidak kurang dari 100) segera bermunculan atas status Facebook pria penyandang gelar doktor corporat finance dengan predikat cum laude dari The Joseph M Katz Graduate School of Business University of Pittsburgh, Amerika Serikat itu.

Ini rapor SD di Perguruan Cikini, kalau tidak salah wali kelas nya Bu Edwin ya. Gila, tidak belajar saja Roy Sembel jadi profesor. Berarti kalau belajar bisa jadi Wapres atau Presiden RI ya ha ha ha,” komentar salah seorang sahabat Roy Sembel, Bambang Irawan.

“Lagi mikir, jangan2 pelitnya guru kita jaman dulu kasih nilai, justru buat anak kerja keras. Sementara sistem sekarang terlalu banyak bunga2, semua anak dianggap juara. Anak pun cepat bangga apa saja yang dicapainya. Hmm...,” kata Rosida Nababan, sahabat Roy Sembel lainnya.

“Wow...dari nilai itu saya belajar sbg ortu, jgn kecewa kalo anak2 saya yg skrg SD nilainya pas2an. Orang berproses ya Prof. Roy Sembel. Pertanyaan saya, bgmn ortu Prof saat itu sikapnya dg nilai tsb? Bgmn dan kpn transformasinya?,” tanya Herning Banirestu.

Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya

Rapor pas-pasan di kelas satu SD itu sesungguhnya hanya sepotong kecil  dari perjalanan hidup Roy Sembel, akademikus yang telah memberikan kuliah umum di 28 universitas yang tersebar di enam negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, Filipina, Hong Kong dan Thailand. Perjalanan hidup sesudahnya justru jauh lebih menarik.  

“Bukan di mana kita berada saat ini yang penting. Melainkan bagaimana kita bergerak/menuju, itu yang lebih penting,” kata Roy Sembel, ketika dihubungi oleh satuharapan.com, hari ini, Sabtu (7/2) untuk menanyakan apa yang hendak dia sampaikan dengan mengunggah foto yang (mungkin bagi sebagian orang), dapat dinilai agak memalukan itu.

Alkisah, menurut Roy, sesudah ia menerima rapor yang pas-pasan itu, orang tuanya kemudian memindahkannya ke SD Yasporbi 1 Jakarta dari SD Perguruan Tjikini. Di sekolah yang baru ini peta prestasinya berubah 180 derajat. Roy Sembel berhasil mengubah rapornya dengan mengukir prestasi demi prestasi.

“Sejak kelas IV (Roy Sembel)  tidak terkalahkan ...no. 1 terus,” kata Idawati Syafei, kawan sekolah Roy di SD Yasporbi 1 Jakarta, dalam sebuah komentarnya atas foto tersebut.

Bagi Roy, keadaan di satu waktu tidak berarti harus menjadi patokan untuk menentukan apa yang terjadi di masa mendatang.

“Untuk segala sesuatu ada masanya. Kalau saat ini sedang mengalami situasi yang penuh tantangan, bukan berarti masa depan akan buruk,” kata Roy Sembel, ayah dari empat orang anak ini.

Pria berdarah Sulawesi Utara yang mempersunting Vivi Yuanita Lapian ini adalah lulusan terbaik dari Institut Pertanian Bogor, ketika ia lulus pada 1986 dari Fakulitas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA). Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Rotterdam School of Management, Erasmus University Rotterdam and The Wharton School, University of Pennsylvania Philadelphia, USA, tempat dia meraih gelar MBA di bidang Finance/Banking. Ia menjadi lulusan terbaik juga. Lalu melanjutkan pendidikan S3 di J.M. Katz Graduate School of Business, Universityof Pittsburgh dengan bidang utama Corporate Finance dengan judul disertasi IPO Anomalies, Truncated Excess Supply, and Heterogeneous Information”. Ia meraih nilai sempurna dengan Indeks Prestasi kumulatif 4 dalam skala 4.

Menurut dia, semua orang dapat memperoleh yang diinginkannya apabila berjuang. “Pintu berkat akan terbuka,” kata dia.

Dalam sebuah wawancara, pria pelopor pembentukan Tim Olimpiade Fisika Indonesia bersama Yohannes Surya ini, pernah berkata bahwa krisis terjadi terutama karena sekitar 90 persen manusia hanya menggunakan 10 persen dari kapasitas dalam dirinya pada 90 persen waktu yang dimilikinya.

Padahal, seandainya manusia bisa menggunakan 20 persen saja dari kapasitasnya, manusia akan menaikkan apa yang didapatnya dua kali lipat dari rata-rata hasil.

Menurut Roy, kelahiran Jakarta, 10 Juli 1964, Sejak kecil ia sudah memantapkan hati untuk menjadi akademikus. Dikukuhkan sebagai guru besar pada FE UKI pada 23 Juni 2005, ia bangga menjadi pendidik yang sudah menjadi obsesinya sejak dulu.

Lesson learned: Don't judge a child by his/her grade report only. Jangan nilai anak-anak dari rapornya saja,” tutup dia.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home