Loading...
BUDAYA
Penulis: Bayu Probo 11:44 WIB | Jumat, 16 Oktober 2015

Sejak 2013, 200 Judul Buku Indonesia Diterjemahkan Asing

Pengunjung memadati area "Frankfurt Book Fair 2015" di Frankfurt, Jerman, Kamis (15/10). Dalam pameran buku terbesar sedunia yang diikuti lebih dari 100 negara itu, Indonesia menjadi tamu kehormatan dengan tema "17.000 Islands of Imagination". (Foto: Antara/Fanny Octavianus)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebanyak 200 judul karya penulis Indonesia beraliran sastra dan anak-anak sejak tahun 2013 telah dibeli hak ciptanya oleh sejumlah penerbit asing dan diterjemahkan ke sejumlah bahasa, di antaranya bahasa Jerman, Inggris, Malaysia, dan Korea.

Direktur Hak Cipta Buku Internasional Borobudur Agency Nung Atasana di sela-sela acara pertemuan bisnis Frankfurt Book Fair 2015, Kamis (15/10), mengatakan bahwa permintaan untuk menerjemahkan buku-buku karya penulis Indonesia memang baru terlihat peningkatannya mulai tahun 2013.

“Sebelum periode tersebut, memang sudah ada penerbit dari Malaysia yang membeli hak cipta buku anak dan buku Islam untuk anak-anak, jumlahnya mencapai lebih dari 600 judul buku,” kata dia.

Nung yang pernah berkiprah di perusahaan penerbit Gramedia bidang hak cipta internasonal, ditunjuk oleh Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) untuk mendirikan organisasi yang bertindak sebagai agen bagi penerbit asing yang ingin menerjemahkan buku-buku Indonesia.

Nung mengakui lembaga tersebut didirikan untuk membantu para penulis dan penerbit skala kecil untuk memperoleh kesempatan karya ciptanya atau hak penerbitannya dibeli dan diterjemahkan oleh penerbit asing.

“Kalau penulis yang sudah memiliki nama biasanya dikenal dan diincar penerbit asing. Apalagi kalau buku-buku karya penulis tersebut sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris, akan lebih baik,” kata dia.

Ia mengakui karya-karya penulis Indonesia memang belum banyak dikenal dunia dan perlu usaha untuk mendorong penerbit asing membeli hak cipta Indonesia dengan cara memahami betul keinginan penerbit asing.

Karya penulis yang sudah punya nama seperti Laksmi Pamuntjak melalui buku Amba dengan cepat dikenal penerbit asing. Selain karena sudah juga diterjemahkan ke bahasa Inggris, nama Laksmi sudah dikenal oleh penerbit asing.

Pengunjung mengamati buku yang dipamerkan dalam "Frankfurt Book Fair 2015" di Frankfurt, Jerman, Kamis (15/10). Dalam pameran buku terbesar sedunia yang diikuti lebih dari 100 negara itu, Indonesia menjadi tamu kehormatan dengan tema "17.000 Islands of Imagination". (Foto: Antara/Fanny Octavianus)

Nung mengakui pertemuan antara penerbit di acara FBF 2015 memang mengalami perubahan paradigma. Bila sebelumnya Indonesia membeli hak cipta asing maka mulai tahun ini penerbit Indonesia didorong untuk menawarkan karya penulis Indonesia kepada penerbit asing.

“Kami optimistis dalam FBF 2015 akan banyak karya penulis Indonesia yang dibeli hak ciptanya karena sudah banyak karya kita yang dilirik oleh sejumlah penerbit asing,” katanya.

Mendikbud Ajak Eropa Dialogkan Kebudayaan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan di balik kebanggaan Indonesia sebagai “Tamu Kehormatan” pada Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 terdapat tantangan membuat Indonesia dikenal dan diakui dengan mengajak Eropa dan dunia dengan dialog lebih luas.

“Kami sadar bahwa di benua ini, di Eropa, dan khususnya di Jerman, Indonesia adalah sebuah negeri yang tak dikenal. Kami sadar pula bahwa karena sebab itu, untuk hadir di arena ini, kami harus bekerja sekuat tenaga mempersiapkan diri,” kata Anies Baswedan dalam sambutan pada pembukaan FBF 2015 di Frankfurt, Selasa (13/10) malam.

Menurut dia, tujuan Indonesia hadir di ajang itu tidak hanya untuk membuat Indonesia dikenal, atau diakui. Tujuan yang lebih penting adalah untuk mengundang dan mengajak Eropa dan dunia ke dalam sebuah percakapan yang lebih luas.

“Kehadiran Indonesia di sini juga kami harap dapat dianggap sumbangan kami untuk meneguhkan bahwa kebudayaan berkembang melalui sikap yang terbuka,” katanya.

Indonesia mempunyai pengalaman yang cukup panjang dalam percakapan itu. Inilah negeri dengan sekitar 17.000 pulau, 800 bahasa, dan 300 tradisi lokal. Berabad-abad, melalui perdagangan atau diplomasi, perang atau damai, keanekaragaman itu belajar untuk hidup bersama, katanya.

Lebih lanjut, kata Mendikbud, tepat tahun 2015 ini Indonesia sebagai republik berumur 70 tahun. Ketika para pendiri Republik memaklumkan berdirinya negeri ini, bangkit dari penjajahan Belanda dan Jepang, tingkat literasi hanya lima persen dengan keadaan ekonomi yang lemah. Kini tingkat literasi mencapai 95 persen. Di bawah kolonialisme Belanda, Indonesia tak mengenal universitas, kini ada lebih dari 3.000 universitas. Kelaziman membaca di kalangan penduduk memang masih sangat rendah, tetapi makin lama makin meningkat, terutama di kalangan generasi muda, katanya.

Sementara itu, Menteri Kebudayaan dan Media Republik Federasi Jerman Monika Grütters dalam sambutannya mengatakan dunia termasuk juga Jerman bisa becermin dari Indonesia.

“Tamu kehormatan Pekan Raya Buku Frankfurt tahun ini, Indonesia, sebuah negara dengan demokrasi yang masih muda, negara dengan populasi Muslim terbesar, sering kali diusung sebagai panutan dalam hal bagaimana Islam dan demokrasi dapat berdampingan,” katanya.

Pada sisi lain, Jerman sebagai penerima tamu, harus kembali mempertanyakan diri sendiri, bagaimana kita harus melindungi dan mempertahankan nilai-nilai demokrasi yang telah menjadikan Jerman sebagai negara tujuan dari ribuan pengungsi, ia menambahkan.

Sementara itu, Ketua Komite Nasional Indonesia untuk Tamu Kehormatan pada Frankfurt Book Fair, Goenawan Mohammad, mengatakan menulis adalah untuk menghidupkan percakapannya. “Dan dengan demikian kita menulis juga untuk menumbuhkan kemerdekaannya,” ujarnya.

Presiden Asosiasi Penerbit dan Toko Buku Jerman Heinrich Riethmulleran mengatakan isu kebebasan berekspresi memang mutlak di dalam buku dan dunia pemikiran. 

“Bagi kami, hak dalam kebebasan menyampaikan opini dan ekspresi, serta hak untuk menerima dan menyampaikan informasi adalah nilai yang dapat ditawar, yang tercantum dalam ayat 19 deklarasi hak asasi manusia; Hak-hak inilah yang menjadi basis masyarakat demokratis, yang kemudian juga menjadi dasar profesi kita sebagai penerbit dan pebisnis buku.”

Usai acara pembukaan, para undangan mengunjungi paviliun Indonesia seluas 2500 meter persegi, yang mengambil konsep "17,000 Islands of Imagination". (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home