Loading...
INSPIRASI
Penulis: Obrin Sualang 08:09 WIB | Jumat, 30 Mei 2014

Seni Blusukan

Blusukan gaya Bung Karno (foto: Bert Hardy | Picture Post/Getty Images)

SATUHARAPAN.COM – Seorang  karyawan cleaning service seketika bingung ketika ditanya apa sebenarnya fungsi garis batas kuning di lantai.  Mungkin dia grogi campur rasa bersalah karena beberapa peralatannya bergeletakkan  di luar garis batas. Ruangan pantry itu pun menjadi rapi lagi. Sekarang giliran atasannya yang galau ketika ditanya mengapa saat supervisi kok tidak bisa melihat dan membenahi kondisi tersebut.  Padahal Sang Supervisor selalu terlihat rajin berkeliling pabrik.

Saya jadi teringat sebuah istilah yang menggambarkan kondisi tersebut: factory blindness.  Dalam dunia industri,  istilah itu lumrah dipakai untuk menggambarkan aktivitas seorang manajer yang mengunjungi area kerja, namun tidak berdampak apa-apa.  Anehnya, penyakit ”kebutaan” tersebut banyak dialami mereka yang justru paling sering berkunjung ke lapangan.

Mengelola kinerja melalui kunjungan lapangan dalam dunia industri dikenal dengan istilah walk by management. Ada pula yang menyebutnya management by walk about. Ternyata  aktivitas itu  bukan barang baru bagi para pemimpin di negeri kita. 

Siapa nyana gaya kepemimpinan tersebut kemudian tampil dengan istilah baru : blusukan. Entah kenapa istilah itu sangat melekat pada Jokowi, terutama sejak beliau memimpin Jakarta. Padahal hampir semua pejabat kita pernah melakukan hal yang sama.  Bahkan para anggota DPR dewan pun ikut blusukan, bahkan sampai ke luar negeri dengan alasan studi banding.

Memimpin dengan gaya blusukan boleh-boleh saja. Pertanyaannya, apakah semua pemimpin kita memaknai makna blusukan? Melalui blusukan, seorang pemimpin berkesempatan emas menemukan peluang perbaikan. Tentu peluang itu akan tampak ketika seorang pemimpin dengan jeli melihat perbedaan antara yang realitas dan yang ideal.  Perlu kepekaan untuk melihat jarak antara fakta lapangan dan program kerja di atas kertas. Tentu tidak hanya menemukan perbedaan, tetapi kemudian mengambil langkah nyata untuk membenahinya.  Tindakan langsung Walikota Surabaya  yang membongkar pagar penyebab banjir sambil berhujan-hujan bisa menjadi contoh nyata.

Menjadi perenungan kita,  mengapa aktivitas blusukan pemimpin kita yang lain kurang terasa geregetnya?  Bisa jadi tanpa sadar mereka mengidap penyakit yang sama dengan cerita di awal.  Kalau di kalangan industri disebut ”kebutaan pabrik”, mungkin di dunia pemerintahan kita bisa meminjam istilah "kebutaan nurani".  Akan semakin akut bila saat blusukan ke pasar dipagari anggota Satpol PP atau kepolisian sambil melintas angkuh di tengah kemacetan.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home