Loading...
BUDAYA
Penulis: Sotyati 12:23 WIB | Selasa, 20 Oktober 2015

Sepuluh Finalis Lomba Perancang Mode 2015

Ilustrasi: acara penjurian dalam Lomba Perancang Mode (LPM) yang digelar Femina. Dalam gambar, Albert Yanuar (tengah), peserta LPM 2009, yang kini dikenal sebagai perancang mode generasi muda terkemuka di Tanah Air, mempresentasikan karyanya di depan juri. (Foto: Dok Jakarta Fashion Week)

SATUHARAPAN.COM – Melalui penjurian ketat, Lomba Perancang Mode 2015 yang diadakan Femina, menelurkan sepuluh finalis.

Berikut sepuluh finalis yang akan berkompetisi di malam final di ajang Jakarta Fashion Week 2015 di Fashion Tent, Senayan City, Jumat, 30 Oktober.

1. Ansy Savitri, 27, Jakarta, “This Charming Woman”

Terinspirasi dari kecintaan pada grup musik asal Inggris, The Smiths, Ansy menciptakan koleksi pakaian wanita yang memadukan preppy dan feminine look dalam nuansa semiformal. Ide “The Carming Woman” ia wujudkan melalui dress panjang dengan detail setengah jaket, celana kulot panjang, dress panjang tanpa lengan, kemeja dan pullover oversize, atasan asimetris, hingga rok flare dengan detail lipatan di bagian samping. Wanita mandiri yang mengapresiasi musik dan seni adalah target konsumen rancangan Ansy. 

2. Arlini Pramudya, 27, Jakarta,  “Asmat Dalam Goresan”

Keunikan budaya suku Asmat menginspirasi Arlini mewujudkan pakaian yang bernapas tradisional namun modern. Karakteristik ukiran khas suku Asmat dengan bentuk manusia, diaplikasikan ke dalam rancangan, menggunakan teknik rubber print, embroidery, dan drapery. Ia mengkombinasikannya dengan sharp tailoring dan layering.  Wanita aktif, powerful, visioner, dan enerjik, adalah target konsumen rancangannya, yang ia sebut sebagai: The Ageless Spirited Women.

3. Daisy Fabrina, 27, Medan, “Conflate”

Rancangan Daisy ini fokus kepada karakteristik wanita yang kuat namun tetap memiliki kelembutan. Untuk memunculkan sisi kuat, Daisy melibatkan nuansa maskulin melalui pemilihan style khas pria berupa shirts, outers, dan pants. Namun, ia juga memilih material dengan bahan tipis dan lembut, dengan pilihan warna pastel, untuk memunculkan kesan feminin. Target konsumen Conflate adalah wanita modern berusia 25-35 tahun yang menyukai penampilan rapi dan detail.

4. Josephine Nyoman, 21, Surabaya, “Flosse”

Keunikan warna, bentuk, ekor, dan kelincahan ikan cupang (Betta Fish) saat berenang, menginspirasi Josephine menciptakan pakaian yang terlihat vibrant. Ia memilih material duchess yang menurutnya tak ribet, mudah dirawat, terlihat mewah, dengan harga tak terlalu mahal. Koleksi Flosse menawarkan one piece hingga three pieces sekaligus untuk menghasilkan penampilan elegan. Keunikan rancangan Josephine terletak pada fleksibilitas pakaian yang bisa dikenakan untuk acara kasual, semi-formal, maupun formal. Target market busana ini adalah wanita aktif usia 23-35 tahun yang bekerja kantoran maupun tidak.

5. Juliana Ng, 26, Medan, “Individuation”

Juliana terinspirasi dari teori psikologi yang dicetuskan Carl Jung: Individuation. Ini merupakan proses psikologi yang bertujuan menciptakan perbedaan setiap individu. Bagi Juliana, setiap manusia punya keunikan masing-masing. Rancangannya ini pun menggambarkan pribadi Juliana yang  senang memainkan bentuk dan volume dalam mendesain. Soal material, Juliana memilih bahan cotton yang menurutnya cukup baik untuk dikonstruksikan ke berbagai silhouette dan desain. Target marketnya, pecinta mode berusia 18-30 tahun, yang mencintai seni dan aktivitas kreatif.

6. Ninette Marasuchim 20, Semarang, “Syrenne”

Inspirasi rancangan Ninette datang dari keindahan Putri Duyung, yang menurutnya sangat magis dan memikat. Ia kemudian memadukan keelokan putri duyung dengan sosok idola lainnya, Kylie Jenner. Maka, jadilah Syrenne yang misterius, dramatis, seksi, independen, dan percaya diri. Mengusung tema akuatik, koleksinya pun  didominasi warna keabu-abuan dan metalik. Ninette menggunakan material neoprene, crepe, denim, kulit metalik, bahan jarring, dan katun. Target konsumennya, adalah wanita berusia 18-35 tahun yang enerjik, berjiwa muda, free-spirited, seksi, namun elegan.

7. Manda Talitha Selena, 20, Bali, “Ain’t No Species Roams Free”

Tumbuh besar di kawasan Asia, Manda menyadari masih banyak belenggu dan batasan yang membuat kawasan ini tetap memiliki sisi konservatif. Untuk itu, terciptalah sebuah rancangan yang menggambarkan ironi kebebasan berekspresi. Hal itu diwujudkannya melalui paduan gaya abstrak tanpa aturan dengan sesuatu yang bersifat membatasi. Hasilnya: siluet cocoon dan H line. Ia memilih warna primer cerah seperti merah, crimson, kuning, dan biru tua. Target marketnya, wanita muda berusia 17-25 tahun yang berjiwa unik, berani tampil beda, dan eksploratif.

8. Melody Utomo Putri, 21, Jakarta, “Smile of Disguise”

Melody ingin menyuarakan perasaannya tentang manusia di era kini, yang kerap bertopeng karena tak berani jadi diri sendiri. Karenanya, tercpitalah sebuah koleksi yang menampilkan kepura-puraan manusia. Ia merepresentasikannya lewat desain berbentuk pohon yang berakar dan menjalar menggunakan. Desain ini menggunakan teknik digital printing, dalam pilihan warna hitam dan putih. Pilihan material yang digunakan berupa Duchess Satin, Duchess Stretch Silk, Cady, Cotton Twill, Scuba, Linen, Semi Wool, dan Crepe Chiffon. Target konsumennya, wanita dewasa yang  tangguh berkarakter kuat.

9. Tri Setio Utomo Suharto, 32, Jakarta, “My Mom, My Hero”

Terinspirasi dari tokoh pewayangan, sepasang ibu dan anak yang bersahabat dan selalu bersama: Cangik dan Limbuk. Cangik yang berbadan kurus, matang, berwawasan, dan sederhana kerap memberikan nasihat kepada Limbuk yang bertubuh gemuk, senang bersolek, dan genit. Karakter dua wanita kontras itu, diwujudkan dalam bentuk print wayang Cangik dan Limbuk. Busana ini menerapkan potongan dan pola pakaian Jawa yang dikombinasikan dengan street fashion yang dinamis. Untuk material, Tri memilih bahan katun, denim, polister, kulit, sifon, dengan motif batik Puspo Wedyarini.

10. William Kurniawan, 27, Jakarta, “Echapper”

Dalam bahasa Prancis, Echapper berarti escape (melarikan diri). Hal yang wajar bagi manusia yang terkadang ingin melepaskan diri sejenak dari rutinitas ke dalam aktivitas santai, menyenangkan, dan memanjakan diri. Ia pun memilih bunga, sebagai simbol yang tepat untuk menggambarkan indulgence. Untuk memunculkan kesan mewah dan elegan, William memilih material Bridal Sateen, Shiffon, Organdy, dan Japanese Canvas. Motif floral dengan perpaduan warna monokrom, hitam, dan putih dipilih untuk memunculkan kesan feminin, klasik, dan artistik. (PR)

 

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home