Loading...
INSPIRASI
Penulis: Tjhia Yen Nie 01:00 WIB | Jumat, 23 Mei 2014

Seputih Hatiku, Bagimu Negeri

Seputih Melati (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Pagi  itu saya mendapat broadcast message dari seseorang yang bekerja di lembaga sekuritas : ”Dua hari terakhir politik dalam negeri terus bergerak dinamis, PDI-P berencana mengumumkan cawapres Jokowi hari ini, hari ini kami perkirakan IHSG masih menguat antisipasi cawapres Jokowi, yaitu JK,….”

Gairah dan suasana pemilu terasa di segala bidang. Akhirnya Pemilu tahun ini mengusung dua capres dan cawapres, setelah para petinggi partai saling rapat, negosiasi, lobbying, dan konsolidasi.  Tidak hanya politikus dan ekonom yang mengamati, kaum awam pun bisa mengikuti karena iklan media massa ramai menjagokan kandidat.

Pencitraan diri dan strategi dua kandidat tersirat.  Jokowi dengan dengan pidatonya yang khas, logat Jawa kental, mendaftarkan diri dengan menggunakan sepeda onthel.  Prabowo dengan pidatonya yang berapi-api, menggemakan persatuan dan janji pembangunan.  Dua kubu dengan ciri khas dan kelebihan masing-masing bersaing memperebutkan kursi kepresidenan, dengan satu tujuan : membawa negeri ini lebih baik, maju, sejahtera. 

Ketika Jokowi dan Ahok kampanye menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI, mereka maju dengan menggunakan kemeja kotak-kotak.  Kemeja kotak-kotak menjadi trend saat itu, walau sempat terpikir, apa arti kotak-kotak? Tetapi, apa pun itu, setelah kepemimpinan berjalan, masyarakatlah yang menilai kinerja mereka.

Dan kali ini, dua kandidat calon presiden dan pasangannya, menggunakan kemeja putih.  Apakah mereka diwajibkan menggunakan kemeja putih? Apakah kebetulan? Apakah ada strategi dan hal tersirat dari kemeja putih yang dikenakan? 

Masyarakat mengharapkan pemimpin berhati putih—seputih melati—seperti kemeja yang mereka kenakan,  tidak menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau golongannya.  Memajukan Indonesia dalam segala bidang,  mengasihi rakyat Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Kita tahu, kedua pasang  capres dan cawapres kita bisa terpilih karena seizin Tuhan, dan kitalah yang akan memilih.  Mari kita buka mata dan telinga, mempelajari dengan hati dan pikiran jernih, karena memilih pemimpin negara adalah kewajiban, bukan karena formalitas, apalagi bersikap apatis.  Masa depan Indonesia ada di tangan kita.

Berdoa, mencermati, menimbang, ikut menentukan masa depan bangsa.  Seperti putih, warna kemeja yang dipilih kedua pasangan capres dan cawapres, seputih itu juga hati kita bagi Indonesia.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home