Loading...
SAINS
Penulis: Martahan Lumban Gaol 14:38 WIB | Minggu, 01 November 2015

SETARA Institute Nilai Karhutla Telah Korbankan HAM

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) berbincang dengan Menko Polhukam Luhut Panjaitan (kiri), Menko PMK Puan Maharani (kedua kiri) Menteri LHK Siti Nurbaya (tengah) dan Direktur Direktorat Zeni Angkatan Darat Brigjen TNI Irwan (kanan) usai menyusuri pematang sekat kanal yang dibangun untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan gambut di Pulang Pisau, Kalteng, hari Sabtu (31/10). Kunjungan Jokowi ke Kalteng untuk melihat secara langsung dampak kabut asap dan penyelesaian pembangunan sekat kanal. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – SETARA Institute meminta Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menindak tegas perusahaan pembakar hutan dan lahan yang telah menghadirkan dampak kabut asap. Peristiwa tersebut juga telah mengorbankan hak asasi manusia (HAM).

Menurut Direktur Riset SETARA Institute, Ismail Hasani, peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah provinsi di Indonesia terjadi karena faktor yang beragam. Selain fenomena iklim El Nino, penegakan hukum yang lemah juga ikut ambil bagian menjadi penyebab timbulnya peristiwa tersebut.

"Terjadinya kebakaran hutan dan lahan ini karena penyebab yang kombinasi. Regulasi yang tidak jelas dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menjadi salah satu pemicunya," kata Hasani saat konferensi Pers Kabut Asap dan Urgensi Adopsi United Nation Guiding Principle (UNGP) dalam Hukum Indonesia di Jalan Danau Gelinggang Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, hari Minggu (1/11).

Menurut dia, beragamnya faktor pemicu munculnya karhutla harus diatasi oleh semua pihak, terutama pemerintah. Kewajiban utama penanganan bencana melekat pada negara sesuai perspektif hak asasi manusia.

Namun, Hasani melanjutkan, pihak swasta sebagai salah satu aktor dalam kehidupan bernegara juga harus bertanggungjawab menangani peristiwa tersebut. Pemerintah dapat memaksa pihak-pihak swasta untuk ikut berperan mengatasi kebakaran lahan yang semakin meluas.

Untuk membantu pemaksaan terhadap pemenuhan tanggung jawab pihak swasta, dia menyarankan pemerintah segera mengadopsi prinsip internasional tentang standar etika bisnis yang terdapat dalam the United Nations Global Compact (UNGC) dan UNGP.

"Prinsip tersebut sudah diadopsi banyak negara dan diterapkan dalam sektor bisnis agar korporasi memenuhi dan bertanggungjawab dalam memenuhi HAM atas kegiatannya," kata Hasani.

Jika UNGC dan UNGP diadopsi dalam sistem hukum Indonesia, diyakini penanganan masalah kebakaran akibat pembukaan lahan oleh pihak swasta kedepannya akan berjalan lebih baik lagi.

"Kami yakin prinsip-prinsip UNGC dan UNGP jika diadopsi dapat menjadi jalan tengah dalam memenuhi kebutuhan korporasi untuk membuka lahan, dan keharusan mereka menghormati dampak dari kegiatan itu sendiri," tutur Hasani.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home