Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 09:49 WIB | Rabu, 30 Maret 2016

Situs Palmyra Lambang Peradaban dan Religi Unik

Tentara Belgia bermain sepak bola di kota kuno Palmyra setelah mereka berhasil merebut kembali situs warisan Dunia itu dari kelompok ISIS pada 27 Maret 2016. (Foto-foto: AFP)

SATUHARAPAN.COM – Situs kota kuno Palmyra sudah direbut dari kelompok ekstremis ISIS, tetapi pusat budaya ini ribuan tahun ini sudah rusak berat. Kerugian besar bagi peradaban kita. Daniel—tokoh Alkitab—dinamai berdasarkan nama dewa utama di Palmyra.

"Saya sangat meragukan kapasitas, bahkan dengan bantuan internasional, membangun kembali situs di Palmyra," Annie Sartre-Fauriat, seorang sejarawan Suriah, kepada Agence France-Presse, Senin (28/3). "Ketika saya mendengar bahwa kita akan merekonstruksi Kuil Bel, tampaknya itu ilusi. Kita tidak akan membangun kembali sesuatu yang telah menjadi debu. Membangun kembali apa? Sebuah kuil baru? Saya pikir ada prioritas lain yang lebih penting di Suriah sebelum membangun kembali reruntuhan."

Sisa jalan bertiang di Palmyra.

Palmyra, sebuah situs Warisan Dunia UNESCO (Organisasi Pendidikan PBB) yang mengandung reruntuhan dari abad pertama dan kedua, jatuh ke tangan kelompok teror yang menyebut diri Negara Islam (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) Mei 2015 lalu. Seiring waktu, anggota ISIS membongkar barang purbakala di sana, termasuk kuil dan patung-patung. Mereka juga sering melakukan propaganda membual tentang menghancurkan kawasan itu.

Ketika pasukan Suriah dan Rusia mengambil kembali Palmyra pekan terakhir ini, Presiden Suriah Bashar Assad berjanji untuk mengembalikan kota pada kejayaannya. "Palmyra dihancurkan lebih dari sekali selama berabad-abad," katanya, "... dan kami akan mengembalikannya lagi sehingga akan menjadi harta warisan budaya bagi dunia," seperti dilaporkan Reuters.

Kemungkinan restorasi masih tidak jelas pada Senin (28/3) lalu. UNESCO menulis dalam sebuah rilis berita bahwa segera setelah kota itu dibersihkan dari ranjau, mereka akan siap untuk mengevaluasi kerusakan dan memperbaiki apa yang bisa. Maamoun Abdulkarim, kepala barang purbakala, kepada AFP mengatakan kota yang secara "mengejutkan masih utuh" bisa diperbaiki dalam waktu lima tahun. Tapi, Sartre-Fauriat menolak penilaian itu, mengatakan Palmyra telah "benar-benar hancur."

Amr Al-Azm, sejarah dan antropolog Timur Tengah di Shawnee State University di Ohio, mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa ia berpikir restorasi masih di awang-awang Arsitektur yang dapat dibangun kembali tidak akan tampak seperti bentuk semula, katanya.

"Ini tidak akan sama," kata Azm mengomentari amfiteater Palmyra. "Sama sekali berbeda."

Signifikansi

Menurut situs WHO, sebuah oasis di gurun Suriah, utara-timur dari Damaskus, Palmyra berisi reruntuhan monumental dari sebuah kota besar yang menjadi salah satu pusat kebudayaan yang paling penting dari dunia kuno. Dari abad ke-1 hingga ke-2, seni dan arsitektur dari Palmyra, berdiri di persimpangan beberapa peradaban, mengawinkan teknik Greco-Romawi dengan tradisi lokal dan pengaruh Persia.

Bel dari Palmyra, Suriah (kiri),  bersama Ba'alshamin, Yarhibol dan Aglibol di relief Palmyra. (Foto: wikipedia)

Pertama kali disebutkan dalam arsip Mari di milenium kedua sebelum Masehi, Palmyra kemudian menjadi oasis bagi para musafir ketika berada di bawah kendali Romawi pada pertengahan abad pertama Masehi sebagai bagian dari provinsi Romawi di Suriah. Kota ini tumbuh terus pentingnya sebagai kota pada rute perdagangan yang menghubungkan Persia, India dan Tiongkok dengan Kekaisaran Romawi, menandai persimpangan beberapa peradaban di dunia kuno. Jalan bertiang sepanjang 1.100 meter 'membentuk poros monumental dari kota, yang bersama-sama dengan jalan-jalan lintas bertiang sekunder menghubungkan monumen publik utama termasuk Kuil Baal—disebut juga Dewa Bel, area Diocletian, Agora, Teater, dan kuil-kuil lain. Ornamen arsitektur termasuk contoh unik dari penguburan patung menyatukan bentuk seni Yunani-Romawi dengan unsur-unsur adat dan pengaruh Persia dalam gaya sangat asli. Di luar tembok kota adalah sisa-sisa dari saluran air Romawi dan Necropolis besar.

Daniel dan Dewa Bel

Dewa utama di Palmyra adalah Bel yang berarti "tuan". Diterapkan untuk berbagai dewa dalam agama Mesopotamia dari Akkad, Asyur, dan Babilonia. Bentuk femininnya adalah Belit. Bel di Yunani disebut Belos dan dalam bahasa Latin sebagai Belus. Secara bahasa Bel adalah bentuk serumpun semit timur dengan Dewa Baal versi semit barat laut.

Awal penerjemah dari bahasa Akkadia percaya bahwa ideogram untuk dewa yang disebut di Sumeria sebagai dewa Enlil dibaca sebagai Dewa Bel di Akkadia. Namun, sekarang pemahaman ini salah. Hanya, memang ada satu karya tua kata Bel digunakan dalam merujuk Enlil.

Bel terutama digunakan di Babilonia untuk menyebut dewa Marduk dan ketika ditemukan dalam nama-nama pribadi Asyur dan neo-Babel atau disebutkan dalam prasasti dalam konteks Mesopotamia biasanya dapat diambil sebagai merujuk kepada Marduk dan tidak ada ilah lain. Demikian pula Belit tanpa disambigu sebagian besar mengacu pada pasangan Bel Marduk Sarpanit. Namun ibu Marduk, dewi Sumeria disebut Ninhursag, Damkina, Ninmah dan nama-nama lain di Sumeria, sering dikenal sebagai Belit-ili “ibu dewa-dewa” di Akkadia.

Tentu saja ilah lain yang disebut "Tuhan" bisa dan kadang-kadang diidentifikasi total atau sebagian dengan Bel Marduk. Dewa Malak-bel dari Palmyra adalah contoh.

Daniel—salah satu bangsawan Kerajaan Yehuda—pada masa pembuangan abad ke-5 sebelum Masehi dibuang dari negaranya dan dibawa ke Babel. Kemudian, ia dipekerjakan di istana Babel. Dalam Kitab Daniel 1:7, dicatat “Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain ... Daniel dinamainya Beltsazar.” Beltsazar berarti “semoga Bel melindungi hidupnya.”

Baca juga:


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home