Loading...
BUDAYA
Penulis: Ignatius Dwiana 23:34 WIB | Kamis, 02 Januari 2014

Sop Buntut: Dokumentasi Bobroknya Ujian Nasional

Sop Buntut: Dokumentasi Bobroknya Ujian Nasional
Film Sop Buntut. (Foto dari youtube.com)
Sop Buntut: Dokumentasi Bobroknya Ujian Nasional
Pembuat film Deden Ramadani. (Foto: Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah siswa kelas terakhir sebuah SMA Negeri di Jakarta mengungkap praktek pembocoran soal Ujian Nasional (UN). Siswa pemasok jawaban soal ujian nasional maupun sejumlah siswa yang menjadi konsumen dan alasan-alasan melakukan praktek itu didokuentasikan dalam sebuah film. Sop buntut adalah kata sandi untuk bocoran jawaban itu sekaligus menjadi judul film yang mendokumentasikan.

Film ‘Sop Buntut’ ini merupakan dokumentasi pengalaman ujian nasional yang menarik menurut Sekar. Sekar yang saat ini bekerja di Kineforum Dewan Kesenian Jakarta, pernah menonton film itu. Sekaligus pernah menjadi siswa yang mengalami menghadapi ujian nasional.

Film ‘Sop Buntut’ bagi Sekar merupakan kritik untuk pendidikan nasional.

 “Itu kritik juga buat pendidikan. Bukan sekedar fakta bahwa anak-anak nakal yang melakukan kecurangan. Tetapi lebih ngeliat kenapa anak-anak ini bisa melakukan hal kayak gitu.” Kata lulusan SMA tahun 2008 ini ketika diwawancara saat Kineforum MISBAR pada Desember lalu.

Film ‘Sop Buntut’ dibuat tahun 2010. Awalnya sebuah dokumentasi untuk dibuat kenang-kenangan kelas satu angkatan di SMA, aku pembuat film Deden Ramadani. Tetapi juga merasakan kebobrokan ujian nasional yang dialaminya.

“Melihat kebocoran ujian nasional di depan mata. Menurut saya itu isu hampir setiap tahun. Kalau mewacanakan, buat apa kalau tidak ada kejelasannya.”  Kata Deden.

Mewacanakan kebocoran ujian nasional dalam bentuk film merupakan hal baru baginya.

“Setahu saya hampir belum ada film dokumenter pendek sebelum saya yang ngomongin tentang ujian nasional seperti itu.”

Sindikat di Balik Kebocoran Ujian Nasional

Kebocoran ujian nasional merupakan kerja sindikat di baliknya. Ada satu bandar di sebuah sekolah.  Bandar ini yang bekerja membagikan jawaban ujian.  Setiap siswa untuk memperoleh jawaban harus membayar 75 ribu. “Itu kalo dikali satu angkatan sudah lumayan jumlahnya.” Kata Deden.

Jawaban yang diterima itu di-cross check dengan jawaban yang diterima SMA lain.

Semakin beda drastis jawaban maka menunjukkan ketidakpastian jawaban. Dan sebaliknya.

Antar SMA pun kita saling tukar informasi dan  berjejaring dalam berbagi jawaban.

Ujian Nasional Bukan Alat Ukur Kemampuan Siswa

Ujian nasional dinilai tidak perlu menurut Sekar. “Kalo sistem pendidikannya masih kayak gini, menurut saya gak berhak Pemerintah bikin ujian nasional.”

Ujian nasional tidak perlu ada,”kalau ujian nasional cuman melihat ujungnya aja, hasilnya aja. Saya cuman diukur sama angka-angka yang gak jelas.” Kata Deden.

Saya bisa dapetin angka-angka itu dengan sop buntut. Untuk mengukur kemampuan saya, mengukur

Proses pendidikan yang dijalani menjadi tidak relevan ketika seseorang diukur kemampuannya berdasarkan hasil. Apalagi ketika hasil untuk mengukur kemampuan itu diperoleh dari bocoran ujian nasional.

“Menurut saya, gurulah yang paling tahu sebenarnya saya. Sebenarnya mereka yang paling bisa menilai. Paling bisa mengukur.” Kata Deden.

Film ‘Sop Buntut’ pertama kali diputar ke publik di Kriminologi Universitas Indonesia pada Oktober 2010. Kemudian diputar di sejumlah tempat. Seperti di Festival Film Dokumenter (FFD) Jogja, tayang di Mata Najwa Metro TV, dan lain-lain.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home