Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 18:29 WIB | Senin, 17 Februari 2014

Suara Rakyat: Dana untuk Saksi Parpol Diambil dari APBN

SATUHARAPAN.COM – Honor saksi para partai politik (parpol) peserta pemilu akan dibayarkan melalui Anggaran Belanja Negara? Apa pendapat masyarakat? Jawabannya beragam, dari yang belum pernah mendengar isu tersebut hingga mereka yang sangat keras berpendapat. Berikut komentar mereka.

Reta, seorang sekretaris sebuah penerbitan Kristen mengaku belum pernah mendengar tentang isu itu. Rupanya perdebatan tentang layak-tidaknya para saksi parpol tidak menarik perhatiannya.

Beda lagi dengan Desmon Silitonga. Karyawan perusahaan pengelola aset ini malah balik bertanya, “Ndak jadi bukan?” Sarita Kasetyanku, alumni Fisip sebuah universitas negeri di Bandung juga menambahkan, “Setahu saya, pengajuannya sudah dibatalkan.”

Memang, dari pemberitaan media ada kesan bahwa honor saksi ini dibatalkan. Padahal? Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi masih menunggu kesepakatan antara parpol, Badan Pengawas Pemilu, dan Komisi Pemilihan Umum. Kesepakatan ini diperlukan sebagai dasar usulan agar dianggarkan dalam APBN melalui Kementerian Keuangan.

Menolak

Bachrul Sitanggang, pegawai Bank Sumatera Utara mengatakan, “Dapat honor tidak masalah. Namun, jangan memberatkan anggaran negara.”

Sarita Kasetyanku, alumni Fisip sebuah universitas negeri di Bandung, mengamini, “Menurut saya lebih baik tidak usah. Karena saksi parpol (dan honornya) itu bukankah kewajiban parpolnya sendiri? Mereka yang perlu untuk memastikan tidak dicurangi. Jadi, mengapa negara repot?

Wikanto Arungbudoyo dan Gerald Evans, alumni Fisip sebuah universitas negeri di Bandung, menegaskan, “Tidak perlu. Karena biasanya di tiap tempat pemungutan suara (TPS) ada saksi independen. Ini bisa berpotensi money politic atau serangan fajar di TPS.

Bina, warga sekitar Gelanggang Olahraga Jakarta Timur, “Ya, sebenarnya sih mereka (para saksi, Red) pasti nggak mau kalau nggak dapat honor. Tapi, sebaiknya tidak. Dana itu seharusnya dari partai. Ya, kalau dari duit negara sih kayaknya itu ujung-ujungnya korupsi. Kalau korupsi ya paling-paling pemilu basa-basi aja, cuma formalitas.”

Tholib, warga sekitar Gelanggang Olahraga Jakarta Timur, “Ah, nggak perlu itu, masakan saksi harus diberi honor? Dananya dari rakyat? Buat apa? Harusnya kalau mau, partainya harus ada dana khusus buat saksi, ya dari partainya. Uangnya untuk memperbaiki masjid atau jalan.”

Lilik, seorang karyawan bagian teknologi informasi sebuah rumah sakit swasta, mengusulkan hal yang menarik. “Saksi kok dibayar negara? Aneh.” Ia mengusulkan jika parpol tidak kuat membayar saksi, si calon saksi sebaiknya ditanyai, “Apakah mau dia tidak dibayar? Kalau ingin dibayar, ya dicicil bayarannya.” Lilik menegaskan, “Pemerintah tidak usah ikut campur.”

Harus Ditanggung Rakyat

Namun, menarik juga kita melihat dari sudut pandang lain. Misalnya, Agustinus Tigor Hartono, pegawai negeri sipil Kementerian Pekerjaan Umum. Ia berkomentar, “Tergantung berapa honornya. Jika Rp 100 ribu masih oke lah buat transportasi dan makan siang. Lumayan juga dari pagi sampai sore nongkrong di tempat pemungutan suara, jika tidak ada honornya.”

Agus melanjutkan, “Kita tidak bisa bilang pemilu untuk rakyat tapi hasil pemilu untuk kepentingan partai. Menurut saya itu tidak fair. Hasil pemilu juga untuk kepentingan rakyat yang perlu diawasi dan dikawal bersama. Maka, biaya pengawasannya juga ditanggung rakyat.” “Yang penting jumlahnya wajar. Tidak berlebihan,” Agus menambahkan.

Bimo Aryo Nugroho, Alumni Fisip sebuah universitas negeri di Bandung hampir senada, “Sebenarnya saksi dari tiap parpol, penting. Agar lebih fair, tiap partai diberi wewenang untuk saksi dan menurut saya, tidak masalah kalau itu dibiayai negara.  Mungkin nominalnya saja yang perlu dibicarakan. Kala dibiayai negara, biaya saksi lebih merata, jadi menurut saya lebih fair. Agar tidak dikuasai partai bermodal besar.

Komentar Richard Picauly, warga sekitar Jl. Otista, Jakarta Timur lebih pragmatis, “Zaman sekarang apa sih yang nggak pake, duit. Namun, saya tidak berani mengatakan setuju atau tidak. Sebab, pekerjaan apa saja memang harus ada bayaran atau upah yang setimpal. Saya sih cuma maunya pemilu bisa mendapat pemimpin yang baik.

Frans, pegawai Kementerian Sekretariat Negara, menyimpulkan kondisi ini, “Sistem kepartaian kita memang masih belum efektif.”

Ke Mana Dana Diarahkan?

Menurut Rio Mahesa, aktivis media sosial, “Ya jelas gak boleh mempergunakan uang negara untuk membayar saksi parpol. APBN itu uang dari pajak rakyat. Tidak ada satu pun payung hukum yang dapat memberikan uang rakyat untuk parpol.”

“Parpol harus punya sumber pembiayaan sendiri. Parpol-parpol sekarang lagi kebingungan mencari sumber dana. Dan belum tentu uang itu digunakan sesuai tujuannya. “

“Saksi Parpol itu harus sukarela dari masyarakat sedangkan saksi dari parpol itu ya beban operasionalnya harus berasal dari Parpol. Saksi parpol itu cuma melindungi kepentingan partainya saja.”

Azep Abdurachman, pegawai swasta, “Wah kalau uang 700 miliar buat saksi parpol ya tidak bisa.  Seandainya saya jadi saksi parpol saya rela tidak dibayar, karena itu untuk negara sendiri dan tidak mengeluarkan uang.”

Dana tersebut harus dari parpol itu sendiri. Wong buat umbul-umbul di setiap pohon bayar 100 ribu setiap kartu tanda penduduk saja  sanggup, mengapa harus uang rakyat lagi yang jadi korban. Dana tersebut sebaiknya digunakan untuk kesehatan dan pendidikan bagi mereka warga Indonesia yang kurang mampu.

 Aswan Madutuju, wiraswastawan, “Seharusnya tidak perlu ada dana saksi parpol, karena hanya menghamburkan uang rakyat, lebih baik dana itu diberikan kepada rakyat.”

“Seperti dibuat pendidikan politik rakyat, sehingga tidak akan terpengaruh jika diajak melakukan tindakan yang curang. Bayangkan jika setiap kecamatan menerima 50 juta dana untuk pendidikan politik hasilnya akan berbeda.”

“Jika banyak partisipan yang menyumbang berarti partai tersebut dicintai oleh rakyatnya, namun jika partai tersebut curang maka tidak diperkenankan oleh rakyat.” (Pras, Andre, Martahan, Bay)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home