Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:31 WIB | Rabu, 26 Agustus 2015

Sumatera Dan Kalimantan Dioptimalkan Hadapi El-Nino

Tim UPT hujan buatan BPPT di bawah koordinasi BNPB sebagai pelaksana yang diberangkatkan dari Lanud Halim Perdanakusuma, pada selasa (25/8) Jakarta. (Foto: bnpb.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, persawahan di Sumatera dan Kalimantan yang tidak terdampak El Nino, dioptimalkan untuk menangani dan menghadapi dampak El Nino yang ada sekarang.

"Kami mengoptimalkan persawahan yang ada di Kalimantan dan Sumatera, kecuali Lampung dan Aceh yang sedang banjir," kata Mentan di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (25/8).

Ia mengatakan, dampak El Nino terjadi di sebelah selatan khatulistiwa, yakni Jawa, Bali, NTT dan Sulawesi, sementara di sisi utara khatulistiwa tidak terdampak El Nino, di antaranya Kalimantan dan Sumatera.

Bahkan kekeringan di Sumatera, kata Mentan, justru menguntungkan karena sawah pasang surut dan lebak yang surut bisa ditanami padi. Sementara luas sawah Sumatera, kata Mentan, dua juta hektare dan Kalimantan satu juta hektare yang dapat dioptimalkan.

Kementan juga, memberikan bantuan pompa dan alsintan ke daerah tersebut. Selanjutnya, Kementan bersama Kementerian PU telah membahas irigasi teknis, untuk daerah yang airnya mengalir sepanjang musim seluas 500 ribu hektare.

Menteri Amran mengatakan, pihaknya juga mendistribusikan pompa air di daerah-daerah yang memiliki air, seperti Bengawan Solo di Jawa Timur, dan Sungai Cimanuk di Jawa Barat , sehingga membuahkan hasil 40-50 ribu hektar sawah yang terselamatkan di sekitar sungai tersebut.

Sampai Agustus, ia mengatakan panen sudah mencapai 76 persen. Sementara 15 persen akan dipanen pada September-Oktober ini yang dijaga agar tidak gagal.

"Jangan diasumsikan, El Nino berdampak pada semua lahan pertanian sebanyak 14 juta hektare seluruh Indonesia," kata Mentan.

Sementara, untuk puso sampai dengan hari ini, Mentan mengatakan terdapat sebanyak 25 ribu hektar, sedangkan setiap tahun tanpa el nino sebanyak 28 ribu hektar per tahunnya.

Untuk perubahan proyeksi produksi beras, Mentan mengatakan masih menunggu dari Badan Pusat Statistik.

Hujan Buatan untuk Menanggulangi Kekeringan

Sementara itu , selain upaya penanggulangan bencana kekeringan melalui darat juga dilakukan melalui udara, yakni dengan hujan buatan (Teknologi Modifikasi Cuaca /TMC) yang dilakukan di Lanud Halim Perdanakusuma, pada selasa (25/8) di Jakarta.

Hujan buatan ini dilaksanakan  oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di bawah koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Pusat (BNPB), dan diprioritaskan pada daerah-daerah endemis kekeringan, yang juga merupakan lumbung beras nasional, yaitu Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Operasi resmi, dibuka oleh  Menteri Pertanian dengan disaksikan oleh Asops Panglima TNI, Danlanud Halim Perdanakusuma, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Sekretaris Utama BPPT, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT)Hujan Buatan BPPT, dan Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB.

Kepala UPT Hujan Buatan BPPT, Heru Widodo mengatakan, dalam pelaksanaan TMC, ada campur tangan manusia untuk memasukan bahan semai ke dalam awan agar cepat hujan.

"Operasi TMC ini untuk menyiram sawah-sawah yang dilanda kekeringan. Sedangkan untuk mengisi waduk dilakukan Oktober-November. Jadi sekarang ini memanfaatkan peluang awan yang ada di beberapa kota," katanya .

Sebagai tahap awal, pelaksanaan TMC untuk penanggulangan bencana kekeringan direncanakan berlangsung selama 90 hari. Aktivitas TMC akan dikendalikan dari Pos Komando (Posko) yang bertempat di Lanud Halim Perdanakusuma, dengan daerah target Pulau Jawa terutama Jawa Barat dan Jawa Tengah.

TMC dikerjakan dengan melakukan analisis dan prediksi cuaca harian, memantau pertumbuhan awan, lalu melakukan penyemaian awan menggunakan pesawat CN-295 milik TNI-AU yang mampu mengangkut bahan semai sebanyak 2,8 ton.

Sementara, untuk memantau pertumbuhan awan digunakan radar cuaca milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yang terpasang di Cengkareng, Cilacap, Semarang dan Surabaya. Selain itu juga dilakukan pengukuran cuaca pada pos-pos meteorologi (Posmet) di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

“Ternyata dalam penanganan kekeringan ini operasi darat tidaklah cukup, maka kali ini kita lakukan operasi udara. Kita pahami ini sebagai kolaborasi yang positif, maka kebersamaan menjadi kunci pelaksanaan  operasi penanggulangan bencana ini.

Saya berharap kebersamaan ini menjadi semakin erat, kukuh, dan kokoh sehingga pemerintah dapat selalu hadir ditengah-tengah kesulitan rakyat.” ucap Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Ir. Tri Budiarto dalam sambutannya.

Pelaksanaan TMC pada bulan Agustus di Pulau jawa bukanlah hal yang mudah karena potensi pertumbuhan awan yang sangat sedikit. Namun demikian, TMC harus dilakukan dalam kondisi sulit seperti ini untuk mengupayakan terjadinya hujan dari awan-awan marginal yang berpeluan tumbuh. Jika dari radar nantinya terpantau keberadaan awan potensial, armada pesawat penyemai awan segera diterbangkan menuju lokasi awan target untuk memaksimalkan potensi yang ada agar terjadi hujan. (Ant/bnpb.go.id)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home