Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 15:27 WIB | Kamis, 22 Januari 2015

Surat WCC tentang GKI Yasmin, Bima Arya: Segera Balas

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto (kiri) dan Albert Hasibuan mengadakan jumpa pers di kantor Wali Kota Bogor, Kamis (17/4/14). (Foto: dok. satuharapan.com/Kris Hidayat)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto berjanji akan segera membalas surat dari Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches/WCC) terkait penyegelan GKI Taman Yasmin. “Kita akan jelaskan kronologis polemik hukumnya,” kata politikus Partai Amanat Nasional ini, Rabu (21/1).

“Kita akan menyampaikan surat balasan,” kata dia. Menurut laki-laki kelahiran Bogor, Jawa Barat, 17 Desember 1972 ini ada persepsi yang tidak pas dalam persoalan dan polemik yang terjadi antara GKI Yasmin dengan Pemerintah Kota Bogor terkait bangunan yang akan dijadikan gereja. Pemerintah Kota Bogor menyegel bangunan ini.

Namun, Bima menegaskan, sebagai wali kota, ia akan selalu siap untuk berkomunikasi dengan semua pihak untuk memastikan warga Kota Bogor anggota GKI Taman Yasmin bisa memiliki tempat ibadah baru. “ Saya siap berkomunikasi dengan semua pihak untuk memastikan bahwa warga saya, jemaat GKI Pengadilan bisa memiliki tempat ibadah baru,” kata Bima.  Penyebutan GKI Pengadilan merujuk nama lengkap GKI Yasmin: GKI Pengadilan Bakal Pos Taman Yasmin Bogor.

 “Yang pasti, sesegera mungkin surat balasan untuk Dewan Gereja Dunia ini akan kami kirimkan,” kata dia.

Sebelumnya, Ester Pudjo Widiasih, Eksekutif Program Kehidupan Rohani WCC, Senin mengirim surat kepada wali kota Bogor, Bima Arya Sugiarto terkait diskriminasi kepada GKI Taman Yasmin.

Surat bertanggal 16 Januari 2015 ini ditandatangani langsung oleh Sekum WCC, Pdt Dr Olav Fykse Tveit. Selain ditujukan kepada Bima, ditembuskan juga kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pdt Dr. Henriette Hutabarat-Lebang.

Intinya, Pdt Tveit mengungkapkan keprihatinan atas kondisi jemaat GKI Taman Yasmin Bogor yang dihalangi beribadah. Juga tentang hak jemaat untuk beribadah di gedung gereja mereka sendiri. Terakhir, Tveit memohon Bima Arya agar mengizinkan jemaat GKI Yasmin agar beribadah di lokasi yang sudah diputuskan sah oleh Mahkamah Agung.

Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia mengomentari surat ini, “Kami berharap Wali Kota segera merespons surat itu.” Ia melanjutkan, “Karena masalah ini sudah berlarut-larut, bahkan dunia internasional pun mendukung kami.”

Kronologi Kasus GKI Taman Yasmin

GKI Yasmin atau disebut GKI Taman Yasmin adalah gereja Kristen Protestan yang berdiri di Jl K.H. Abdullah bin Nuh, Bogor, Jawa Barat. GKI ini memperoleh nama Yasmin karena berlokasi di Perumahan Taman Yasmin. GKI Yasmin adalah bakal pos gereja induknya yaitu GKI Pengadilan Bogor. GKI Pengadilan Bogor adalah bagian dari sinode am Gereja Kristen Indonesia.

Kisahnya diawali pada 8 Mei 2001 ditandatangani Perjanjian Perikatan Jual Beli antara PT Inti Innovaco dengan GKI Jawa Barat. Pihak GKI mengumpulkan tanda tangan dukungan warga selama tahun 2002 sampai 2006 hingga diperoleh 445 buah tanda tangan warga yang mendukung. Pada 13 Juli 2006, Wali Kota Bogor mengeluarkan IMB GKI Taman Yasmin melalui SK Nomor 645.8-372.

Polemik keberadaan GKI Yasmin bermula adanya penolakan oleh 30 orang warga Kelurahan Curug Mekar pada 10 Januari 2006. Pada 22 Januari 2006, Muspika (Musyawarah Pimpinan Daerah) beserta 80 tokoh masyarakat Kelurahan Curug Mekar mengadakan rapat dan hasilnya pada tanggal 25 Januari 2006 mereka melayangkan surat kepada wali kota Bogor untuk mencabut IMB GKI Yasmin. Alasan yang mereka sampaikan adalah adanya dugaan pemalsuan tanda tangan warga pendukung untuk memperoleh IMB pembangunan GKI Yasmin.

Menanggapi permintaan warga, IMB GKI Yasmin dibekukan melalui Surat Kepada Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor no. 503/208-DTKP tahun 2008.

Alasan-alasan warga menentang pembangunan GKI Yasmin adalah melakukan pembagian dana pembangunan wilayah dan membagikan uang transport. Dalam pembagian dana tersebut, warga diminta menandatangani tanda terima bantuan keuangan. Selanjutnya, menurut mereka, tanda tangan dipotong dan ditempelkan pada kertas yang kop suratnya berisi pernyataan warga tidak keberatan atas pembangunan gereja.

Mereka juga menuduh pembangunan GKI Yasmin tidak memiliki pendapat tertulis dari Kepala Departemen Agama setempat. Selain itu, GKI Yasmin tidak memiliki dan tidak memenuhi minimal pengguna sejumlah 40 Kepala Keluarga yang berdomisili di wilayah setempat.

Warga Curug Mekar juga mengklaim, GKI Yasmin tidak mendapatkan izin dari warga setempat. Dan, GKI Yasmin tidak mendapatkan rekomendasi tertulis dari MUI, Dewan Gereja Indonesia (DGI), Parisada Hindu Dharma, MAWI, Walubi, Ulama/Kerohanian.

Pihak GKI Yasmin juga tidak dapat memenuhi ketentuan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 (Bab IV, Pasal 14), tentang pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian Rumah Ibadah yang harus memiliki jemaat minimal 90 orang yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan disetujui oleh 60 orang masyarakat setempat, dan para pejabat setempat (Lurah/Kades) harus mengesahkan persyaratan ini. Selanjutnya, rekomendasi tertulis diminta dari Kepala Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya, dan dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten atau kotamadya.

Jemaat GKI Yasmin mengajukan gugatan atas keputusan pembekuan IMB gereja mereka ke Pengadilan TUN Bandung (2008), Pengadilan Tinggi TUN Jakarta (2009), dan Mahkamah Agung (2010) yang semuanya dimenangkan oleh mereka. Melalui Putusan Pengadilan TUN Bandung No. 41/G/2008/PTUN.BDG Tanggal 4 September 2008; Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta No. 241/B/2008/PT.TUN.JKT Tanggal 11 Februari 2009; dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 127 PK/TUN/2009 Tanggal 9 Desember 2010, surat Ka. DTKP Kota Bogor No. 503/208-DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Februari 2008 dibatalkan dan Kepala DTKP mencabut surat pembekuan tersebut. Wali Kota Bogor menerbitkan SK No. 503.45-135 Tahun 2006 Tanggal 8 Maret 2011 untuk mencabut surat pembekuan IMB.

Sementara proses hukum berlangsung, Satpol PP Kota Bogor menyegel GKI Yasmin pada tanggal 10 April 2010 sebagai pelaksanaan perintah Wali Kota. Wali Kota Bogor menyediakan Gedung Harmoni sebagai pengganti gedung gereja jemaat GKI Yasmin yang disegel. Namun, semenjak keputusan MA keluar, mereka mengadakan peribadatan di trotoar hingga badan jalan K.H. Abdullah bin Nuh sehingga mengganggu pengguna jalan serta melanggar Peraturan Daerah Kota Bogor No. 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum.

Ombudsman RI kemudian mengeluarkan rekomendasi dengan nomor 0011/REK/0259.2010/BS-15/VII/2011 pada tanggal 8 Juli 2011 tentang pencabutan keputusan Wali Kota Bogor tentang IMB GKI Yasmin, tetapi tetap tidak ada tindakan dari Pemerintah Kota Bogor. Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa Wali Kota Bogor telah melakukan penyimpangan praktik administrasi, menilai tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan mengabaikan kewajiban hukum, meminta Wali Kota Bogor untuk mencabut SK Nomor 645.45-137 tanggal 11 Maret 2011 dalam waktu 60 hari (18 September 2011), serta meminta Gubernur Jawa Barat agar berkoordinasi dengan Wali Kota Bogor untuk melaksanakan rekomendasi tersebut dibawa pengawasan Menteri Dalam Negeri.

Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa bahwa Pemerintah Bogor harus melaksanakan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 127 PK/TUN/2010. MA juga mengimbau jika jemaat GKI Yasmin merasa dirugikan atas dikeluarkannya SK Nomor 645.45-137 Tahun 2011, mereka dapat melakukan upaya hukum ke pengadilan yang berwenang.

Pada 2012, Albert Hasibuan, salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden, berinisatif menyelesaikan sengketa dengan mengajukan usulan agar wali kota Bogor menaati keputusan MA dan rekomendasi Ombudsman RI. Setelah gereja difungsikan kembali, maka di samping gereja dibangun masjid sebagai lambang kerukunan antarumat beragama. Kedua pihak setuju dengan tawaran tersebut. Menkopolkam TB Silalahi mengontak pengurus dan Sinode GKI untuk ikut menyelesaikan konflik, tetapi pengurus PGI menolak tawaran itu. Pengurus PGI mengingatkan TB Silalahi untuk tidak membuat opsi relokasi karena akan menjadi yurisprudensi bagi masalah gereja lain. Selain itu, menurut pendeta Gomar dari PGI, kebijakan relokasi akan memunculkan “kampung Islam dan kampung Kristen”.

Baca juga:


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home