Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 15:35 WIB | Senin, 18 Januari 2016

Surplus Perdagangan Cetak Rekor, Thomas Lembong Belum Happy

Dia baru happy kalau ekspor tidak lagi mengalami kontraksi.
Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, saat konferensi pers di kantornya, Senin 18 Januari 2016 (Foto: Eben E. Siadari)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Neraca perdagangan Indonesia tahun 2015 mencetak rekor surplus tertinggi sejak 2011. Neraca perdagangan 2015 surplus US$ 7,5 miliar, berkebalikan dengan neraca perdagangan 2014 yang mencatat defisit sebesar US$ 2,2 miliar.

"Surplus neraca perdagangan selama 2015 ini mencatat rekor tertinggi setelah 2011," demikian keterangan tertulis Thomas Lembong dalam siaran pers 18 Januari 2016 yang dibagikan seusai konferensi pers di kantornya pada hari yang sama. Namun ketika memberikan keterangan pers, Lembong tidak terlalu menonjolkan pencapaian surplus ini. Penyebabnya, surplus neraca perdagangan belum diikuti oleh kenaikan ekspor.

Menurut dia, surplus neraca perdagangan 2015 sebagian besar disumbang oleh menurunnya angka impor. "Surplus neraca perdagangan karena impor kolaps," kata dia. Impor tahun 2015 memang menurun sebesar 19,9 persen.

Sebagai catatan, surplus neraca perdagangan adalah selisih positif antara ekspor dikurangi impor.

Lembong juga cukup berhati-hati ketika menjelaskan target ekspor di tahun 2016. "Saya sudah cukup happy kalau pada tahun 2016 neraca perdagangan tidak mengalami kontraksi," kata Lembong.

Tahun 2016, kata dia, Kementerian Perdagangan menetapkan target pertumbuhan ekspor 9 persen. Lembong mengatakan, secara umum volume ekspor di berbagai sektor meningkat. Hanya saja, nilainya tidak meningkat sebagaimana volumenya.

"Artinya, harganya memang rusak," kata Lembong. Harga komoditas di pasar dunia memang telah mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama untuk batu bara, kelapa sawit dan komoditas primer lainnya. Berdasarkan data Kemendag, harga rata-rata komoditas ekspor nonmigas menurun sebesar 16,9 persen, sedangkan harga ekspor migas menurun 46,4 persen.

Faktor yang Mendorong Surplus

Menurut Lembong, surplus neraca perdagangan tahun 2015 ditandai dengan meningkatnya kinerja ekspor pada Desember 2015 sebesar 7 persen, dibanding bulan sebelumnya menjadi US$ 11,8 miliar.

Peningkatan ini dipicu oleh naiknya ekspor nonmigas sebesar 10,1 persen, sementara ekspor migas turun sebesar 13,2 persen.

Lembong mengatakan, menguatnya neraca perdagangan dengan Jepang, Korea Selatan dan Thailand turut mendorong perbaikan pada surplus neraca perdagangan. Di sisi lain, neraca perdagangan dengan Hong Kong, Belanda dan Spanyol, sempat menekan neraca perdagangan pada 2015.

Lembong juga mengakui bahwa neraca perdagangan dengan Tiongkok masih belum mengalami perbaikan.

Ekspor Belum Membaik

Walau surplus neraca perdagangan mencetak rekor, ekspor Indonesia pada 2015 tercatat hanya US$ 150,3 miliar, atau turun 14,6 persen dibanding tahun sebelumnya.

Harga yang "rusak" memicu penurunan nilai ekspor tersebut. Menurut dia, penurunan ekspor dipicu oleh penurunan harga komoditas nonminyak di pasar internasional yang turun rata-rata 16,9 persen. Harga minyak bahkan turun sampai 46,6 persen.

Pelemahan ekspor juga juga disebabkan oleh perlambatan ekonomi global. Ekspor nonmigas ke negara mitra dagang turun signifikan, antara lain dengan Hong Kong (turun 26 persen), Uni Emirat Arab (turun 24 persen), Tiongkok (turun 19,4 persen) dan bahan bakar mineral (turun 23,9 persen).

Terbantu Oleh Penurunan Impor

Penurunan ekspor, untungnya, terbantu oleh menurunnya impor, baik secara volume maupun nilai. Ini pada akhirnya menciptakan surplus neraca perdagangan.

Impor selama 2015 turun sebesar 19,9 persen menjadi US$ 142,7 miliar. Impor nonmigas turun 12,3 persen sedangkan impor migas turun 43,4 persen.

Impor selama 2015 didominasi oleh impor bahan baku/penolong yang mencapai 75 persen dari keseluruhan impor. Penurunan impor bahan baku/penolong ini mencapai 21,4 persen.

Ke depan, menurut Lembong, Indonesia akan memicu ekspor dengan membuka pasar melalui perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agrement) secara bilateral maupun multilateral. Yang paling dekat adalah perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Uni Eropa (UE), melalui skema Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). "Ini sudah disetujui oleh kabinet," kata Lembong.

Editor: Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home