Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 19:20 WIB | Senin, 31 Agustus 2015

Suryadharma: Dakwaan KPK Jauh dari Kebenaran

Terdakwa tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji di Kemeterian Agama periode 2012-2013 dan 2010-2011 Suryadharma Ali melambaikan tangan saat menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (31/8). Mantan Menteri Agama tersebut didakwa Jaksa Penuntut Umum KPK telah menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) hingga Rp1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan bahwa materi dakwaan jaksa penuntut umum KPK di Pengadilan Tindak pidana korupsi (Tipikor) hanya cerita yang jauh dari kebenaran.

"JPU memperoleh informasi berdasarkan penyidikan atas saksi-saksi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Atas dasar kesaksian itu JPU KPK merangkai cerita yang sangat jauh dari kebenarannya," kata Suryadharma seusai JPU membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari Senin (31/8).

Ia menyatakan, secara bahasa mengerti, tapi secara substansi tidak, sebab tidak melakukan apa yang didakwakan.

Dalam perkara ini Suryadharma didakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp 1,821 miliar dan 1 lembar potongan kain Ka`bah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp 27,283 miliar dan 17,967 juta riyal atau setidak-tidaknya sejumlah itu sebagaimana laporan perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

"Nama-nama yang disebutkan memperoleh keuntungan dari saya selaku terdakwa, sekitar 98-99 persen saya tidak kenal jadi apa kepentingan saya memberikan keuntungan kepada mereka?" ungkap Suryadharma.

Ia juga mengaku bahwa hubungannya dengan anggota Komisi VIII DPR tidak baik sejak menjabat menjadi Menag pada 2009 hingga 2014 sehingga tidak mungkin melakukan apa yang didakwakan.

"Hubungan saya dengan Komisi VIII sangat buruk sejak saya menjadi Menag sampai 2014. Hubungan yang buruk itu mengakibatkan penyelesaian penetapan, pengesahan biaya pemeliharanaan ibadah haji terkatung-katung," ungkapnya.

Karena terkatung-katung, ia pun melaporkannya ke forum partai koalisi saat itu.

"Saya melaporkan ke forum rapat partai koalisi pemerintah di bawah kepemimpinan ketua Dewan Pembina Demokrat Dr Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, hadir Ketum Demokrat Anas Urbaningrum, Ketum PAN Hatta Rajasa, Ketum PKB Muhaimin Iskandar dan Presiden PKS Luthfi Hasan, itu saya laporkan dan saya juga melaporkan kepada Ketua DPR RI Marzuki Alie beserta seluruh wakil ketua mengenai hambatan-hambatan yang saya alami, tidak mungkin saya lakukan pertukaran antara saya sebagai Menag dan Komisi VIII," tambahnya.

"Dari uraian yang disampaikan saudara sudah mengerti dan dakwaan itu tidak benar jadi untuk hal-hal itu kami akan berikan kesempatan kepada saudara," kata ketua majelis hakim Aswijon.

"Penyebutan nama istri saya pendamping amirul hajj (pemimpin rombongan haji) memang tidak ada jabatan seperti itu tapi...," kata Suryadharma.

"Kan dakwaan belum tentu benar, maka perlu pembuktian terhadap itu. Saudara sudah mengerti dakwaan, dan punya hak untuk mengajukan keberatan," potong Aswijon.

"Kami akan mengajukan keberatan," jawab Suryadharma.

Sidang pembacaan keberatan akan dilakukan pada 7 September 2015.

Menurut JPU, Suryadharma melakukan sejumlah perbuatan yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan; menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan; mengarahkan Tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perubamah jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.

Suryadharma diancam pidana pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jis pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana jo pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

Terhadap dakwaan tersebut, Suryadharma akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada 7 September 2015. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home