Loading...
EKONOMI
Penulis: Sotyati 19:49 WIB | Jumat, 05 Desember 2014

Taruna Kusmayadi: Standar Kompetensi untuk Desainer Mode

Perlu membentuk sebuah Fashion Council Indonesia yang terdiri atas wakil seluruh pemangku kepentingan.
Taruna K Kusmayadi dalam salah satu aktivitas penjurian kompetisi merancang busana di INdonesia Fashion Week. (Foto: Dok IFW)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) akan diberlakukan pada profesi desainer busana.

“Standarisasi kompetensi itu diberlakukan berdasarkan keahlian atau kecakapan dalam proses pembuatan koleksi busana,” demikian dikemukakan Taruna Kusmaryuda Kusmayadi, Ketua Umum Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), kepada satuharapan.com, belum lama ini. 

Taruna tercatat sebagai anggota tim studi untuk penyusunan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia menuju 2025 yang digagas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan diluncurkan pada Oktober 2014. 

Standardisasi kompetensi itu penting diberlakukan mengingat begitu banyak desainer mode kreatif di Indonesia, namun tidak terangkat ke permukaan. Karya rancangan baru dapat dinikmati kalangan terbatas, sementara itu pasar mode Indonesia masih dibanjiri label asing, termasuk serbuan produk Tiongkok dan Korea yang menjangkau hingga ke pasar kota-kota kabupaten.   

SKKNI akan menjadi bekal bagi desainer mode kita muncul ke permukaan dan bersaing di tingkat lebih luas. “Dalam hal ini tentunya modal pendidikan atau gelar akan sangat membantu dalam proses penetapannya,” Taruna menambahkan.

Membentuk Fashion Council

Indonesia, menurut Taruna, memiliki sumber daya alam yang begitu berlimpah yang dapat dimanfaatkan atau diangkat ke industri mode, tetapi masih sangat kurang dalam pengelolaan dan pengintegrasiannya dari seluruh pihak dan pemangku kepentingan. “Termasuk di dalamnya standarisasi, hubungan akademisi, hubungan industri kecil dan besar, sehingga potensi-potensi desainer tidak terangkat dan tidak fokus,” dia menggambarkan.  

Bahkan di tingkat Asia pun, produk Indonesia belum bisa berbicara. Padahal, Indonesia punya banyak pabrik tekstil dan garmen. Beberapa di antaranya bahkan membuat produk pesanan dari label-label asing yang terkenal. “Pertanyaannya, mengapa mereka tidak membuka kesempatan dan bersabar untuk menciptakan merek-merek busana dari perancang dalam negeri?” kata Taruna, yang juga pengajar di Institut Kesenian Jakarta itu menggambarkan keadaan yang menyebabkan hingga saat ini kita belum menemukan merek hasil produk desainer sendiri yang mampu mengibarkan bendera di negeri sendiri, ataupun di negara Asia lainnya.

Keadaan seperti itu, menyebabkan desainer dalam negeri harus berjuang sendiri, termasuk dalam bidang permodalan.

“Yang kita perlukan saat ini untuk memajukan usaha kreatif di bidang mode ini adalah perlu ada koordinasi dari seluruh stakeholder (pemangku kepentingan), membentuk  sebuah Fashion Council Indonesia yang terdiri atas wakil seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian, keputusan akan lebih komprehensif dan bersatu,” kata perancang busana pemilik label Tzi itu, menambahkan.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home