Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 07:47 WIB | Kamis, 21 April 2016

TePI: Meterai Tak Perlu, Boros dan Sulitkan Calon Independen

Koordinator Komite Pemilihan Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow. (Foto: Dok.satuharapan.com/Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menegaskan bahwa penggunaan meterai tidak perlu, sebab pemborosan dan menyulitkan calon perseorangan.

“Penggunaan meterai memicu kontroversi dan polemik. Hal ini muncul ketika KPU mengusulkannya dalam Rancangan PKPU tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU No. 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota,” kata Jeirry dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Kamis (21/4).

Menurut Jeirry Rancangan PKPU tersebut sudah disampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuannya.

Selain itu, kata Jeirry menurut Pasal 14 ayat 8 dalam rancangan PKPU tersebut yang berbunyi, “Dalam menyerahkan dokumen dukungan, bakal calon perseorangan dapat menghimpun surat pernyataan dukungan secara perseorangan atau kolektif, dan dibubuhi meterai dengan ketentuan: a. meterai dibubuhkan pada dokumen perorangan, dalam hal surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan; atau b. meterai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa, dalam hal surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa,” kata Jeirry.

Sehubungan dengan itu, kata Jeirry bahwa Komite pemilih Indonesia menjelaskan ada tiga poin terkait penggunaan meterai tersebut.

Pertama, kata Jeirry apa maksud penggunaan meterai ini? KPU mengatakan bahwa untuk sahnya dan autentiknya dokumen dukungan itu. Alasan itu tak terlalu tepat sebab KPU juga akan melakukan verifikasi faktual terhadap dokumen dukungan itu.

“Nah, kalau sudah menggunakan meterai, mengapa harus diverifikasi lagi? Ini dua hal yang tumpang tindih jadinya. Dalam hal ini, sahnya atau autentiknya sebuah dokumen dukungan akan ditentukan oleh verifikasi faktual yang akan dilakukan KPU. jadi semestinya tak perlu ada penggunaan meterai lagi,” kata dia.

Sebab, lanjut Jeirry dalam hal itu, penggunaan meterai tidak ada urgensinya lagi. Dengan verifikasi faktual penggunaan meterai tidak ada maknanya lagi.

Kedua, lanjut Jeirry salah satu alasan mengapa pilkada serentak dilakukan adalah agar biaya lebih murah. Penggunaan meterai yang tidak ada urgensinya akan membuat biaya bertambah mahal untuk hal yang tidak perlu.

“Coba hitung saja, jika pemakaian meterai secara kolektif per desa di Jawa Timur, berapa desa lalu dikalikan 6.000. Begitu juga di Jawa Barat atau daerah-daerah lainnya. Padahal untuk pengumpulan KTP saja, bakal calon perseorangan sudah harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit, itu pun kalau dilakukan secara kolektif per desa. Kalau dilakukan secara perorangan, maka biaya akan makin mahal lagi,” kata dia.

Ketiga, lanjut Jeirry penggunaan meterai akan tambah mempersulit pencalonan perseorangan, yang sudah sulit itu. Mestinya pencalonan perseorangan itu dipermudah sesuai dengan semangat putusan MK.

“Malah KPU membuatnya tambah sulit? Begitu juga, pencalonan perseorangan kan bisa sebagai salah satu solusi terhadap kemungkinan terjadinya calon tunggal sebagaimana yang terjadi dalam Pilkada serentak gelombang pertama tahun lalu. Kalau dipersulit, maka bisa saja tidak akan ada yang akan mencalonkan diri melalui jalur perseorangan,” katanya.

Jadi, kata Jeirry penggunaan meterai tidak diperlukan sebab akan dilakukan juga verifikasi faktual, merupakan pemborosan sehingga bertentangan dengan semangat yang akan melaksanakan pilkada serentak dan akan makin menyulitkan pencalonan melalui jalur perseorangan.

“Kami mengusulkan agar KPU mencabut persyaratan ini dalam draft PKPU tersebut,” katanya.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home