Loading...
SAINS
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 00:11 WIB | Sabtu, 16 Januari 2016

The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul

The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Pintu gerbang kawasan wisata Pantai Sepanjang Desa Kemadang, Kec. Tanjungsari Kab. Gunungkidul, Kamis (14/1). (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Sungai bawah tanah yang muncul di muara Pantai Baron menjadi obyek wisata unik pantai-pantai Gunungkidul.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Hamparan pasir di Pantai Baron Desa Kemadang, Kec. Tanjungsari Kab. Gunungkidul, selain digunakan untuk area bermain pengunjung sekaligus sebagai pendaratan perahu nelayan setempat.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Pantai Kukup di Desa Kemadang, Kec. Tanjungsari Kab. Gunungkidul, dengan pulau terpisah yang disambungkan dengan jembatan kecil mirip pantai Balekambang di Malang Jawa Timur.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Perahu nelayan sedang mendarat di Pantai Drini Desa Ngestirejo Kec. Tanjungsari yang berseberangan dengan Pulau Drini.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Pantai Watu Kodok, sebuah pantai baru yang berada persis di sebelah barat Pantai Drini.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Pantai Krakal (Kec. Tanjungsari, Gunungkidul) dengan tumbuhan cemara laut dan pandan di pinggir pantai, merupakan salah pantai dengan hamparan pasir putih yang cukup luas.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Penginanapan banyak dibangun warga di sekitar Pantai Krakal untuk mengakomodasi wisatawan luar kota yang menginap.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Pusat Informasi Pariwisata Pantai Krakal dan sekitarnya, sedang dibangun oleh instansi terkait di dekat tugu Pantai Krakal.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Snorkeling menikmati jernihnya air laut, pasir putih, serta rumput laut menjadi salah satu aktivitas pantai yang ditawarkan kepada pengunjung di Pantai Krakal-Slili.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Dari mitos perkelahian anjing (asu) dan landak, nama Pantai Sundak yang berada di Desa Sidoharjo, Kec. Tepus bermula.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Sebuah pura berdiri di tebing pantai menjadi penanda yang khas Pantai Ngobaran.
The Magnificent Seven, Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul
Ini bukan pemandangan Sungai Li, Giulin (Tionghoa), namun Pantai Nguyahan yang berada persis di barat Pantai Ngobaran dengan dikelilingi bukit kapur yang tinggi.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bagi kalangan pecinta bonsai tentu sangat mengenal tanaman stigi (Pemphis acidula). Perdu yang bisa mencapai tinggi sampai empat meter ini merupakan bonsai dengan harga yang mahal. Sebuah pulau berbatu karang di Desa Ngestirejo Kecamatan Tanjungsari Gunungkidul banyak ditumbuhi stigi. Masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan nama drini. Dari nama perdu tersebut, pantai berseberangan dengan pulau oleh warga setempat dinamai Pantai Drini.

Kawasan pantai Drini masuk dalam pantai eksotis yang ada di Gunungkidul. Pantai Drini berada dalam satu deretan Pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai Sepanjang, Pantai Krakal, Pantai Sundak, serta Pantai Pulang Sawal atau masyarakat lebih mengenal dengan nama Pantai Indrayanti. Antar pantai dihubungkan jalan beraspal dalam jarak 3-4 km. Pada musim liburan, ketujuh pantai tersebut menjadi tujuan wisata pantai. Dengan hanya membayar retribusi sekali, pengunjung dapat menikmati ketujuh pantai sepuasnya.

Ketujuh pantai dapat dijangkau mudah dengan kendaraan bermotor melewati jalan beraspal yang cukup bagus. Berjarak 70 km dari Kota Yogyakarta atau sekitar 30 km dari Wonosari Gunungkidul, dengan mengendarai santai dapat ditempuh sekitar 2-3 jam perjalanan sambil menikmati bebatuan kapur yang ditumbuhi jati.

Ketika Tuhan Tersenyum di Gunungkidul

Pantai Gunungkidul didominasi pantai berkarang namun memiliki pasir putih serta air yang jernih. Bentang alam pantai di Gunungkidul banyak menawarkan pemandangan yang eksotis: perpaduan bukit kapur, pantai karang, serta hamparan pasir putih. Di hamparan pasir putih, pada saat digenangi air banyak ditumbuhi rumput laut yang menghijau. Selain dipanen oleh masyarakat setempat untuk dimasak, rumput laut menjadi mainan tersendiri bagi pengunjung.

Pada saat surut, tidak jarang hamparan pasir putih digunakan kawula muda untuk bermain bola. Wisata pantai Gunungkidul mulai menggeliat dalam sepuluh tahun terakhir. Pembangunan sarana jalan sedikit banyak membantu membuka akses wisatawan menuju pantai.

Bukit kapur di Gunungkidul identik dengan kekeringan, namun sesungguhnya menyimpan air tawar jernih yang melimpah di bawahnya. Pantai Baron dengan sungai bawah tanah yang muaranya muncul di bibir pantai menjadi salah satu keindahan tersendiri pantai di Gunungkidul: dimana air tawar dan air asin laut bertemu dalam satu tempat dan tidak saling menghilangkan rasanya. Sungai bawah tanah yang bermuara di Pantai Baron digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih pantai-pantai sekitar melalui jaringan pipa.

Ngobaran menjadi pantai yang unik diantara deretan pantai Gunungkidul. Ngobaran yang berada di Desa Kanigoro Kec. Saptosari menjadi salah satu gambaran keberagaman dalam keberagamaan di wilayah Yogyakarta. Sebuah pura di pinggir pantai yang digunakan umat Hindu untuk bersembahyang berdampingan dengan mushola warga. Pura di tebing bibir pantai akan mengingatkan pengunjung pada Pantai Uluwatu di Bali. Seminggu sebelum perayaan Nyepi biasanya digunakan untuk upacara Melasti, berdoa diikuti melarung sesajian ke pantai selatan. Di tengah kehidupan beragama di Indonesia yang mengalami pasang surut akhir-akhir ini, kehidupan masyarakat yang damai di Ngobaran mengalir secara alami.

Dari sektor pariwisata, data dari Disbudpar Gunungkidul tahun 2015 menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan ke Gunungkidul dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun  2009 tercatat sebanyak 529.541 wisatawan mengunjungi Kab. Gunungkidul.  Hingga tahun 2011 peningkatan jumlah kunjungan wisatawan tidak terlalu besar 548.857 wisatawan (2010), 616.696 wisatawan (2011). Peningkatan kunjungan secara signifikan terjadi mulai tahun 2012 yakni 1.000.387 wisatawan, berturut-turut 1.337.438 wisatawan (2013), 1.955.817 wisatawan (2014), 2.642.759 wisatawan pada tahun 2015.

Tujuh pantai yang berderet dari Baron sampai Pulang Sawal sejauh ini menjadi primadona wisatawan saat musim liburan. Kemacetan yang terjadi selama musim liburan dari dan ke arah pantai menjadi indikator sederhana bagaimana minat wisatawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat tidak kurang 361.029 orang wisatawan mengunjungi pantai Gunungkidul saat musim liburan akhir tahun 2015 yang artinya terjadi peningkatan kunjungan mencapai 195,5 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya dengan Pendapatan asli daerah sebesar Rp. 2.826.052.500 (Disbudpar-Kab. Gunungkidul, 2015). Tujuh pantai seolah menjadi The Magnificent Seven wisata pantai di Gunungkidul.

Deretan pantai Gunungkidul akan bertambah banyak jika ditambahkan dengan deretan pantai di barat Baron (Ngobaran, Ngrenehan, Torohudan, Widodaren, Nguyahan, Gesing) maupun timur Pulang Sawal (Wediombo, Siung, Sadeng, Watu Lumbung, Jogan, Timang, Ngetun, Seruni, Pok Tunggal, Watu Lawang) yang tidak kalah eksotisnya dibanding The Magnificent Seven. Namun sarana jalan dan transportasi masih menjadi kendala untuk menjangkaunya.

Melihat langsung keindahan pantai yang terhampar di sepanjang pesisir Gunungkidul berikut kehidupan masyarakatnya yang ramah dan terbuka bagi siapapun, terbayang Tuhan sedang 'tersenyum' saat menciptakan keindahan pantai selatan: halaman belakang Yogyakarta yang sedang menggeliat.

Dari Among Tani Menuju Dagang Layar

Dengan garis pantai sepanjang 113 km yang membentang di tiga kabupaten, potensi kelautan Kab. Gunungkidul (bersama dengan Kab. Bantul dan Kab, Kulonprogo) sesungguhnya tidak hanya pariwisata. Pantai selatan Yogyakarta menyimpan potensi tangkapan ikan pelagis kecil maupun besar. Hingga saat ini di beberapa pantai, hasil tangkapan laut (kecuali di Pantai Sadeng) masih didominasi ikan pelagis kecil (bawal, tongkol, layur, kakap, manyung) dan campuran, serta lobster.

Banyak kendala yang dihadapi mulai dari keterbatasan sarana (pelabuhan pendaratan, teknologi penangkapan, kapal), modal kerja, keterampilan, belum terbukanya pasar (bagi masyarakat nelayan), hingga anggapan budaya agraris yang masih kuat di kalangan nelayan setempat. Kebiasaan nelayan Gunungkidul saat melaut hanya pada pagi hingga sore berdampak pada hasil tangkapan. Idealnya, melaut dilakukan sepanjang hari (termasuk malam hari) selagi cuaca memungkinkan untuk pergi ke laut.

Melihat bentang alam pantai selatan Yogyakarta, bisa dipahami jika nelayan masih menjadi profesi subsisten bagi masyarakat setempat diantara aktivitas utamanya bertani. Pantai berkarang, laut dalam dengan ombak yang besar, serta keterbatasan sarana menjadi kendala utama meskipun sesungguhnya nelayan pantai selatan Yogyakarta adalah nelayan pembelajar.

"Kita mengambil secukupnya dari yang diberikan laut sesuai kemampuan kita. Dapatnya sedikit kita syukuri, dapat banyak kita bagi-bagi. Kita tahu, di 30-40 mil dari pantai banyak ikan besar seperti tuna dan cakalang. Tapi untuk mencapai ke sana perlu modal besar. Perlu kapal besar. Perlu tempat pendaratan yang memadai. Ilmunya bisa kita pelajari, meskipun sehari-hari kita melaut di antara kerja di lahan pertanian. Kalau pergi melaut, selagi ombak memungkinkan masyarakat tetap melaut. Hasil tangkapan, nrimo ing pandum saja." kata Pujo (54 tahun) nelayan Pantai Drini pemilik lapak parkir wisata dan warung makan kepada satuharapan.com, hari Kamis (14/1).

Luasnya perairan laut Indonesia adalah wilayah yang strategis bagi perguruan tinggi untuk mengembangkan keilmuannya dalam pengelolaan potensi sumberdaya bahari terlebih yang memiliki jurusan perikanan-ilmu kelautan. Perguruan tinggi dapat mengambil peran mulai dari penangkapan, pengolahan, hingga pemasarannya. Penelitian yang sifatya keilmuan ataupun terapan yang tepat guna masih banyak diperlukan masyarakat, dan pada saatnya akan mendorong perkembangan keilmuan itu sendiri.

Ikan pelagis besar serta lobster (udang karang) banyak ditemui di perairan dalam seperti Laut Selatan Yogyakarta. Selain gizinya yang tinggi, nilai ekonomi ikan pelagis besar juga tinggi. Tidak mengherankan, harga seekor ikan Tuna yelllowfin bisa mencapai harga mobil Alphard baru. Namun untuk mendapatkan tangkapan ikan pelagis besar memerlukan keahlian khusus, dukungan alat tangkap dan teknologi yang memadai. Keterbatasan alat tangkap dan juga teknologi, meyebabkan sebagian besar nelayan Gunungkidul hanya melaut pada beberapa ratus meter dari pantai, yang itu artinya terbatas juga daerah dan hasil tangkapan dan belum menjangkau pada tengah perairan.

Di hadapan sidang paripurna DPRD DIY, 21 September 2012 Sri Sultan Hamengkubuwana X selaku Gubernur DI Yogyakarta melontarkan pandangannya untuk menjadikan kawasan Laut Selatan Yogyakarta menjadi (juga) halaman depan pengembangan berbagai program-wilayah. Ini sebagai strategi budaya membalik paradigma ‘among tani’ menjadi ‘dagang layar’, dari pembangunan berbasis daratan ke kemaritiman, dengan menggali, mengkaji dan menguji serta mengembangkan keunggulan lokal (local genius).

Selain membawa konsekuensi Laut Selatan Yogyakarta sebagai halaman depan, visi tersebut mensyaratkan kesiapan SDM di semua lini, terlebih stakeholders yang memberikan bimbingan dan pembinaan pada nelayan setempat. Menggabungkan potensi wisata, potensi kelautan, perikanan tangkapan, serta potensi lainnya sebagai salah satu pendorong perekonomian masyarakat selain harus memperhatikan keberlangsungan lingkungan juga masyarakat tani-nelayannya sebagai pelaku usaha agar lebih berdaya didalam dagang layar nantinya.

Kalau ingin mendapat ikan yang besar, diperlukan umpan yang besar pula. Pepatah tersebut seolah menjadi gambaran bagaimana Laut Selatan Yogyakarta perlu modal besar agar termanfaatkan secara optimal: SDM, SDA, sarana-prasarana, permodalan untuk nelayan, terlebih modal terbesar adalah modal kultural masyarakat tani-nelayan Gunungkidul yang pembelajar serta dorongan pemerintah. Dagang layar di pantai selatan Gunungkidul adalah membangun manusianya agar menjadi lebih berdaya dalam mengelola berlimpahnya potensi kelautan yang dimilikiya.

Membayangkan Pujo, dkk mengangkat seekor tangkapan seharga mobil baru dari tengah Laut Selatan Yogyakarta, yang terbayang adalah Tuhan tersenyum sepanjang hari karena dagang layar ngumandangke pasar.

 


BERITA TERKAIT
BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home