Loading...
RELIGI
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 17:55 WIB | Selasa, 01 November 2016

Tiga Timses Tanggapi Pembangunan Rumah Ibadah di DKI

Diskusi Publik dari Rangkaian Aksi Rumah 98, di Jakarta Pusat, hari Selasa (1/11). (Foto: Febriana Dyah Hardiyanti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ditemui dalam Diskusi Publik dari Rangkaian Aksi Rumah 98, tiga perwakilan tim sukses (Timses) dari calon gubernur dan wakil gubernur DKI dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 menyampaikan pandangannya terkait bagaimana kebebasan beragama dan beribadah di Ibu Kota ke depan.

Pemaparan mereka secara spesifik berbicara mengenai rumitnya izin pembangunan rumah ibadah bagi agama minoritas. Timses nomor urut satu, Agus-Sylviana, yang diwakili oleh Boy Nofrizon menyatakan bahwa konsep mengenai pembangunan rumah ibadah merupakan hal yang patut dicermati oleh para pemimpin.

“Negara ini adalah negara pluralisme, jadi sudah menjadi tanggung jawab moral seorang pemimpin dalam memberikan fasilitas rumah ibadah bagi warganya yang ingin beribadah,” ujar Boy kepada satuharapan.com, di Jakarta, hari Selasa (1/11) siang.

Adanya penolakan pembangunan rumah ibadah oleh warga intoleran menjadi sorotan perwakilan timses nomor urut dua, Basuki-Djarot, Imanuel. Ia menyatakan bahwa kebebasan beribadah haruslah menjadi hal yang diutamakan, “sebab hal itu telah diatur dalam konstitusi negara.”

“Konstitusi kita melindungi ibadah setiap warganya. Tempat ibadah dilindungi konstitusi. Kalau ada keresahan dan penolakan, maka harus dibicarakan dengan pemimpin serta aparat. Masalah keyakinan di Republik ini sudah menjadi bagian dari kesepakatan bersama yang harus dijaga,” kata Imanuel.

Sedangkan, perwakilan timses nomor urut tiga, Anies-Sandiaga, Syarif, lebih menekankan pada bagaimana domain dari pemerintah pusat melalui Surat Keputusan Bersama di Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung dalam menangani permasalahan yang muncul terkait izin pembangunan rumah ibadah.

“Domainnya sudah jelas dan ada di Pemerintah pusat melalui Surat Keputusan Bersama Menteri dan Kejaksaan Agung. Pemerintah daerah ke depan tentunya harus menegakkan itu, bukan mengabaikannya,” tuturnya.

Sebelumnya, Wali Kota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi, mengeluarkan imbauan kepada jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Runggun Pasar Minggu, Jakarta Selatan, melalui surat nomor 887/-1.856.21 tertanggal 30 September 2016 untuk menghentikan kegiatan ibadah minggu di RT 14 RW 04, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Gereja itu disebutkan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai rumah ibadah. Menurut Tri, GBKP Runggun Pasar Minggu hanya mendapat izin sebagai rumah kantor atau rukan.

Padahal diketahui, GBKP Runggun Pasar Minggu yang sudah berdiri sejak tahun 1990 itu telah membeli sebidang tanah pada tahun 1994 atas nama salah seorang anggota majelis jemaat, Maruhun Janangkih Pinem. Tanah itu bekas milik adat seluas 864 m2 berikut bangunan di atasnya yang terletak di Jalan Tanjung Barat Nomor 148 A.

Pada tanggal 1 Februari 1999, sebidang tanah ini telah memiliki Sertifikat Hak Milik Nomor 2905 yang dikeluarkan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan, Hari Widiarto.

Sejak tanggal 24 September 1995, GBKP Runggun Pasar Minggu telah aktif menyelenggarakan ibadah minggu di Jalan Tanjung Barat Nomor 148 A yang dipimpin oleh pendeta. Pada tanggal 27 Oktober 2004, panitia pembangunan gereja mengajukan izin pembangunan rumah ibadah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasilnya, pada tanggal 14 Februari 2005, Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan IMB dengan nomor 01439/IMB/2005 untuk mendirikan bangunan baru dan kantor. Namun, IMB tersebut tidak sesuai dengan yang diajukan GBKP Runggun Pasar Minggu yaitu IMB untuk pembangunan rumah ibadah.

Dari situlah, panitia gereja sejak tahun 2006 mengajukan izin pembangunan rumah ibadah. Namun, hingga tahun 2016, izin tersebut tak kunjung digubris oleh pemerintah. Warga yang beribadah dan melakukan kegiatan gereja di GBKP Runggun Pasar Minggu sejak tahun 2006 hingga tahun ini telah berpindah-pindah tempat ibadah sebanyak sembilan kali, karena juga mengalami penolakan dari warga intoleran.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home