Loading...
SAINS
Penulis: Melki Pangaribuan 11:50 WIB | Jumat, 27 September 2013

Tolak UN, FSGI Walkout

Pendidik dan Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti. (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyatakan kekecewaan mereka dengan walkout. Ia meninggalkan ruangan Konvensi Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada Kamis (26/9) kemarin di Jakarta.

"Kami tak akan ikut konvensi ini karena sesungguhnya pertemuan ini hanyalah formalitas," kata Retno Listyarti melayangkan protes dalam sesi tanya jawab di Auditorium Gedung D (Dikti), yang kemudian menuai reaksi spontan dari sejumlah peserta konvensi UN.

Dalam sesi tanya jawab, Retno dengan tegas menyatakan protesnya kepada Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla dan Mendikbud Mohammad Nuh yang hadir sebagai pembicara. Dia menolak konvensi UN dan berharap tahun depan tidak ada UN. "Pra-Konvensi tampaknya sudah merumuskan hasil walaupun Konvensi UN belum dimulai. UN itu tidak patuh pada hukum dan tidak memenuhi delapan standar pendidikan," kata Sekjen FSGI itu.

Menurut Retno, sebagian besar masyarakat Indonesia juga tidak menyetujui diselenggarakan UN. Ia menegaskan, tanpa adanya UN tidak akan membuat pendidikan di Indonesia hancur. "Banyak pertanyaan jika tidak ada UN bagaimana. Tidak apa-apa. Tanpa adanya UN, tidak akan membuat pendidikan di negeri ini hancur. Guru dan murid tidak akan menjadi bodoh, dan guru-guru pun tidak akan menjadi malas," kata perempuan penggiat pendidikan itu.

Dalam argumentasinya, Retno menilai UN hanya melibatkan guru enam mata pelajaran yang diujikan dan pemerintah dianggap belum memenuhi delapan standar pendidikan. "Bagaimana cara menilai anak-anak. Serahkan kepada daerah karena kondisi kita berbeda. Bagaimana mungkin delapan standar pendidikan itu belum dipenuhi pemerintah. Antara Jakarta dengan wilayah yang lain ibarat langit dan bumi, kok bisa-bisanya menyelenggarakan evaluasi yang sama," ungkap dia.

Retno mendesak Konvensi UN untuk menetapkan UN hanya sebagai pemetaan (demografi), bukan menentukan kelulusan. Selain itu, dia mengusulkan agar tiap daerah dapat menyelenggarakan ujian sendiri. "Tergantung pada kondisi masing-masing provinsi," kata dia mengusulkan.

Setelah melayangkan protes tersebut, Retno meninggalkan ruangan Konvensi UN. Sementara itu, Mendikbud M Nuh yang menjadi sasaran kekesalan Retno pun tidak sempat memberikan tanggapan.

Menurut agenda Kemendikbud, penyelenggaran Konvensi UN berlangsung pada Kamis 26 dan Jumat 27 September ini dengan menghadirkan para peggiat pendidikan guna menentukan format UN pada pelaksanaan UN tahun ajaran 2013 ini. Sebelumnya, Kemendikbud telah menggelar Pra-Konvensi UN di tiga kota di Indonesia, yakni Denpasar, Medan, dan Makassar untuk mewakili Indonesia bagian tengah, Indonesia bagian barat, serta Indonesia bagian timur.

Dari pra-Konvensi itu masing-masing daerah membawa usulan untuk memperbaiki manajemen UN, terutama tentang persentase nilai kelulusan. Diusulkan juga masalah pencetakan serta distribusi soal UN yang akan dipusatkan atau dilaksanakan di masing-masing provinsi. (berbagai sumber)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home