Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 10:03 WIB | Senin, 20 Juli 2015

Tolikara, PP Pemuda Muhammadiyah: Ada yang Berharap Indonesia Rusuh

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak. (Foto: Twitter.com)

SATUHARAPAN.COM – Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah menyerukan agar jangan ada provokasi dari luar Papua terkait insiden di Tolikara. “Seruan jihad makin memperkeruh,” tulisnya.

Pernyataan itu ia tulis di akun media sosialnya, Minggu (19/7). Ia mengaku berkoordinasi dengan pengurus wilayah pemuda Muhammadiyah Papua (PWPM Papua) terkait dengan insiden itu. Hasilnya, PWPM Papua menyatakan provokasi dari luar malah mempersulit umat Muslim Papua.

“Provokasi jihad nan emosional yang tidak memahami kondisi sesungguhnya justru meneror warga Muslim di Papua. Mereka ingin hidup damai,” Simanjuntak menulis. Ia menambahkan bahwa menurut mereka kerja ‘invisible hand’.

Maka, Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten itu menyatakan bahwa statement damai akan membantu perdamaian. Statement antitoleransi akan melahirkan antitoleransi di tempat lain. “Jangan sampai tujuan invisible hand tercapai, yaitu Indonesia rusuh,” ia menegaskan. Untuk itu, President Religion for Peace Asia and Pacific Youth Interfaith Network (RfP-APYIN) yang berbasis di New York ini menagih kerja aparat.

Presiden GIDI Minta Maaf

Sebelumnya, presiden Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Dorman Wandikmbo meminta maaf karena ibadah umat Islam Tolikara terganggu akibat insiden itu.

Dalam siaran persnya, Sabtu (18/7) Pdt Dorman menyatakan “Toleransi umat beragama sejak puluhan tahun lalu di Tolikara, dan secara umum di seluruh tanah Papua sangat baik, dan paling baik di Indonesia.” Namun, ia menyayangkan minimnya sosialisasi aparat tentang pemberitahuan GIDI untuk mengantisipasi dua kegiatan yang bersamaan di wilayah yang berdekatan.

Dorman menampik dugaan bahwa pihaknya melarang umat Islam di Kabupaten Tolikara, Papua menjalankan Salat Id pada Jumat.

Namun, lokasi Salat Id hanya berjarak sekitar 250 meter dari tempat dilangsungkannya sebuah seminar internasional yang dihadiri oleh pemuda dari Nias, Sumatera Utara, Papua Barat, Kalimantan (Dayak), Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan diperkirakan mencapai dua ribu orang pemuda GIDI.

Informasi tersebut, kata Dorman, telah diberitahukan dua minggu sebelum Idul Fitri. Namun, ia menilai sosialisasi terkait pengumuman tersebut oleh aparat keamanan kepada warga Muslim sangat minim.

“Kami menilai, aparat kepolisian dan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Tolikara tidak punya iktikad baik untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Tolikara,” katanya.

Dorman menilai minimnya sosialisasi menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusuhan kemarin. Ia menyayangkan hal itu bisa terjadi padahal Tolikara selama ini dikenal sebagai wilayah yang tingkat toleransinya sangat baik.

Yang sangat disayangkan, kata Dorman, sebelum 12 orang dari GIDI selesai berdiskusi dengan jemaah Islam, aparat sudah mengeluarkan tembakan sehingga menyebabkan 12 orang tersebut menjadi korban. Salah satu korban, Edi Wanimbo, tewas akibat tembakan aparat.

“Jadi, amukan dan kemarahan masyarakat bukan disebabkan oleh aktivitas ibadah umat Islam, tetapi karena tindakan dan perlakuan aparat yang tidak membuka ruang demokrasi,” katanya.

Ia juga menampik musala sengaja dibakar oleh pemuda GIDI. Dorman mengatakan kios yang dibakar. Tetapi, dengan cepat kebakaran itu merembet ke musala yang terbuat dari kayu dan berlokasi dekat dengan kios serta rumah warga.

“Saya telah menasihati umat saya agar tidak melarang umat apa pun, termasuk saudara Muslim untuk melangsungkan ibadah. Namun, ibadah harus dilangsungkan di dalam koridor hukum wilayah tersebut, dan juga mematuhi surat yang dikeluarkan demi keamanan dan ketertiban masyarakat,” katanya. Atas segala kerusuhan yang telah terjadi di Hari Raya Idul Fitri tersebut, Dorman mengucapkan maaf kepada semua warga muslim yang terganggu karena insiden tersebut.

Ia juga meminta Kapolri dan Panglima TNI segera mengusut tuntas insiden penembakan terhadap 12 warga gereja, yang menyebabkan satu anak usia sekolah meninggal dunia.

“Ini merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, karena menggunakan alat Negara untuk menghadapi pemuda-pemuda usia sekolah yang tak datang untuk melakukan perlawanan atau peperangan,” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kemarin terjadi serangan terhadap jemaah yang hendak melaksanakan salat Idul Fitri di Tolikara, Papua. Penyerangan membuat jemaah Salat Id bubar. Penyerang kemudian membakar beberapa bangunan rumah dan kios yang ada.

Nama-nama Korban Penembakan

Korban penembakan aparat disampaikan oleh Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende. Menurut, Yotje ada 11 orang yang ditembak aparat keamanan. Menurut Yotje mereka pelaku kerusuhan. Namun, menurut presiden GIDI Dorman Wandikmbo, mereka adalah para pemrotes gangguan acara GIDI sebelum kerusuhan terjadi. Dorman juga menyatakan korban ada 12 orang.

Dan satu di antaranya meninggal dunia. Kapolda memaparkan bahwa orang yang meninggal dunia itu bernama Edi Wanimbo, usia 15 tahun, Dia tertembak di bagian pinggang yang tembus ke perut. Dan untuk jasadnya sendiri telah dievakuasi ke Jayapura.

“Jasadnya sudah dievakuasi ke Rumah Sakit Dok II Jayapura, guna mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya,” kata Kapolda. Korban lain dievakuasi ke Wamena dan ke Jayapura.

Adapun para pelaku yang tertembak antara lain Altelu Yanengga yang terkena tembakan di kaki kiri, Perinus Wanimbo tertembak di kaki kanan, Geratus Kogoya tertembak di paha kanan, Ketilu Jokwa tertembak di paha kanan, Erdinus Jikwa tertembak di paha kiri, Alies Kogoya tertembak di kaki kiri, Emison Pagawak tertembak di tangan kanan, Yulianus Lambe tertembak di paha kiri.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home