Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 20:01 WIB | Sabtu, 26 Oktober 2019

Turki Deportasi Paksa Pengungsi Suriah

Tenda-tenda until pengungsi dari Suriah di Turki. (Foto: Anadolu)

ANKARA, SATUHARAPAN.COM- Beberapa bulan sebelum serangan ke Suriah timur laut untuk “menciptakan zona aman” pada 9 Oktober, Turki mendeportasi para pengungsi ke Suriah. Demikian dikatakan sebuah laporan Amnesty Internasional, hari Jumat (25/10).

Laporan yang berjudul “Dikirim ke Zona Perang: Deportasi Ilegal Pengungsi Suriah di Turki” menyebutkan bahwa para pengungsi dipukuli atau diancam untuk menandatangani dokumen yang menyatakan mereka meminta untuk kembali ke Suriah. Dalam kenyataannya Turki memaksa mereka kembali ke zona perang dan menempatkan hidup mereka dalam bahaya besar.

Belum ada tanggapan dari pihak Turki sejauh ini tentang laporan organisasi yang bergerak pada hak asasi manusia itu.

“Klaim Turki bahwa pengungsi dari Suriah memilih untuk berjalan langsung kembali ke konflik adalah berbahaya dan tidak jujur. Sebaliknya, penelitian kami menunjukkan bahwa orang-orang ditipu atau dipaksa untuk kembali,” kata Anna Shea, Peneliti Hak-hak Pengungsi dan Migran di Amnesty International.

"Turki layak untuk diakui telah menampung lebih dari 3,6 juta perempuan, pria dan anak-anak dari Suriah selama lebih dari delapan tahun, tetapi Turki tidak dapat menggunakan kedermawanan ini sebagai alasan untuk mengabaikan hukum internasional dan domestik dengan mendeportasi orang ke zona konflik yang aktif," kata laporan itu.

Amnesty mengakui sulit memperkirakan jumlah orang yang deportasi. Tetapi berdasarkan puluhan wawancara yang dilakukan antara Juli dan Oktober 2019 untuk laporan tersebut, Amnesty International memperkirakan bahwa selama beberapa bulan terakhir angkanya mencapai ratusan. Sementara pihak berwenang Turki mengklaim bahwa total 315.000 orang telah pergi ke Suriah secara sukarela.

Menueut Amnesty, adalah ilegal untuk mendeportasi orang ke Suriah karena hal itu membuat mereka menghadapi risiko nyata pelanggaran hak asasi manusia yang serius. “Sangat mengerikan bahwa kesepakatan Turki dengan Rusia pekan ini menyetujui 'pengembalian yang aman dan sukarela' para pengungsi ke 'zona aman yang belum ditetapkan'.

Pengembalian sampai saat ini sama sekali tidak aman dan tidak sukarela, dan sekarang jutaan pengungsi lainnya dari Suriah dalam bahaya, kata Anna Shea.

Paksaan Disamarkan sebagai Sukarela

Pemerintah Turki mengklaim bahwa semua orang yang kembali ke Suriah melakukannya secara sukarela, tetapi penelitian Amnesty menunjukkan bahwa banyak yang telah dipaksa atau disesatkan. Beberapa mengatakan mereka diberi tahu bahwa mereka menandatangani dokumen pendaftaran. Juga konfirmasi bahwa mereka telah menerima selimut dari pusat penahanan. Atau formulir yang menyatakan keinginan mereka untuk tetap di Turki.

Amnesty mendokumentasikan 20 kasus yang diverifikasi sebagai deportasi paksa, yang masing-masing melibatkan orang-orang yang dikirim melintasi perbatasan dengan bus-bus yang diisi oleh puluhan orang lain yang diborgol dengan tali plastik dan juga tampaknya secara paksa dideportasi.

Qasim (nama samaran), seorang ayah berusia 39 tahun dari Aleppo, mengatakan dia ditahan di kantor polisi Konya selama enam hari, di mana para petugas mengatakan kepadanya: "Anda punya pilihan: satu atau dua bulan atau satu tahun di penjara, atau Anda pergi ke Suriah."

John, seorang Kristen Suriah, mengatakan bahwa pejabat migrasi Turki mengatakan kepadanya, "Jika Anda meminta pengacara, kami akan menahan Anda enam atau tujuh bulan dan kami akan melukai Anda."

Dia dideportasi setelah ditangkap oleh penjaga pantai Turki ketika berusaha menuju Yunani, dan mengatakan bahwa setelah tiba di Suriah dia ditahan selama seminggu di Idlib oleh Jabhat al Nusra, sebuah kelompok Islamis yang memiliki hubungan dengan Al Qaeda. "Itu keajaiban bahwa saya keluar hidup-hidup," katanya.

Posisi Berisiko dan Bahaya

Setiap interaksi dengan polisi Turki atau pejabat migrasi tampaknya menempatkan pengungsi dari Suriah dalam risiko penahanan dan deportasi, seperti menghadiri wawancara untuk memperbarui dokumen yang sah, atau diminta untuk identifikasi di jalan.

Penjelasan paling umum yang diberikan kepada orang-orang untuk dideportasi adalah bahwa mereka tidak terdaftar atau terdaftar di luar provinsi pendaftaran mereka. Namun, bahkan orang-orang dengan ID yang sah untuk provinsi tempat tinggal mereka juga dideportasi.

Menurut Amnesty, mayoritas besar yang dideportasi tampaknya adalah pria dewasa yang diangkut bersama dengan bus melalui Provinsi Hatay ,Turki ke perbatasan Bab al-Hawa di Provinsi Idlib, Suriah.

Kareem, seorang pria berusia 23 tahun dari Aleppo, mengatakan ia dideportasi dari Istanbul dengan dua anak berusia 15 dan 16 tahun, yang tidak terdaftar. Ibu mereka memohon kepada pihak berwenang di luar bus ketika anak-anak mereka ada di dalam, tetapi polisi militer dilaporkan mengatakan anak-anak itu melanggar hukum karena mereka tidak memiliki kartu identitas, dan karena itu mereka akan dideportasi.

Nabil, seorang pemuda dengan istri dan putra berusia dua tahun, mengatakan kepada Amnesty bahwa ia dan keluarganya ditahan di Ankara pada Juni 2019, bersama lebih dari 100 orang lainnya. Semua tahanan adalah keluarga, kecuali tiga pria lajang. Setelah tiga hari, mereka diberitahu bahwa mereka dibawa ke sebuah kamp di Provinsi Hatay, tetapi mereka semua dideportasi dengan bus ke Idlib.

"Pihak berwenang Turki harus berhenti mengembalikan secara paksa orang-orang ke Suriah dan memastikan bahwa siapa pun yang telah dideportasi dapat masuk kembali ke Turki dengan aman, dan dapat mengakses kembali layanan penting," kata Anna Shea.

Amnesty juga mendesak Uni Eropa dan komunitas internasional untuk menjaga orang mencari suaka dan meningkatkan komitmen pemukiman kembali untuk pengungsi Suriah dari Turki."

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home