Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 14:07 WIB | Jumat, 13 November 2015

Uskup Lutheran: Pelawanan Harus dengan Doa

Presiden Federasi Lutheran Dunia, Uskup Munib Younan. (foto : pgi.or.id)

PALESTINA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Federasi Lutheran Dunia, Uskup Munib Younan, menegaskan seiring meningkatnya kekerasan Palestina-Israel, perlawanan terhadap pasukan Israel harus dipertahankan dengan doa spritualitas

"Kebutuhan spiritualitaslah yang membantu kita untuk tetap teguh, serta memberi kita keberanian untuk bertindak tidak dengan kebencian dan balas dendam, tetapi dengan mewujudkan perdamaian berdasarkan keadilan," katanya saat pertemuan Dewan Dunia Misi (CWM) Teologi Kolokium di Kota Bethlehem, Palestina, beberapa waktu lalu

Pertikaian terbaru terjadi saat konflik Palestina-Israel yang sudah berlangsung enam dekade itu dipicu serangan Israel ke kompleks Masjid Al-Aqsa, tempat suci ketiga bagi umat Islam.

Sejak 1 Oktober 1966 banyak warga Palestina di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza tewas dalam konflik dengan pasukan Israel. Sembilan warga Israel tewas, ditikam pisau ataupun dalam insiden penembakan oleh warga Palestina.

Uskup Younan mengatakan "sumud" adalah kata yang digunakan dalam bahasa Arab untuk menggambarkan kekokohan pohon zaitun, berakar kuat di dalam tanah.

"Dalam rangka untuk berdiri teguh dengan sumud, kita membutuhkan doa spiritualitas. Resistensi harus dipertahankan dengan doa spiritualitas ini," dia menegaskan.

Dia juga mengakui, kekuasaan Israel dapat menyebar ke wilayah-wilayah baru dan mengklaim tanah dan masyarakat baru. "Namun, mereka tidak pernah dapat melucuti manusia dari kerinduan untuk pembebasan," tegasnya.

Dia memperingatkan, dalam suatu transformasi "Allah adalah tempat perlindungan, kekuatan dan benteng yang kuat. Ketika kita beralih, Allah menjadi sebuah benteng tatkala kita sulit untuk menghindari godaan dalam mempertahankan mentalitas," katanya.

"Dalam konteks ini, pos pemeriksaan yang dikelilingi oleh dinding dan setiap ekspresi lain dari perlindungan diri, kita harus berhati-hati ketika membayangkan Tuhan sebagai pertahanan, tembok atau penghalang yang memisahkan kita dari ancaman. Dalam mempertahankan mentalitas, kita mengejar keselamatan untuk diri dan masyarakat kita sendiri. Dalam mempertahankan mentalitas kita juga mencari semua biaya untuk keamanan, bahkan menindas orang lain dengan cara kita. Dalam mepertahankan metalitas, kita juga tidak ragu-ragu untuk membangun tembok untuk menjaga orang lain keluar dari tembok beton baja, tembok ideologi dan tembok kebencian, bahkan dalam hati kita ", kata Younan. (oikumene.org/bob)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home