Wanita Arab dan Yahudi, Bersatu Serukan Perdamaian
SATUHARAPAN.COM – Lebih kurang 4.000 perempuan berkumpul di Qasr el Yahud, lokasi pembaptisan di tepi Sungai Yordan. Mereka berkumpul untuk mendesak perdamaian, dan mereka adalah orang-orang Palestina dan Israel, muda dan tua. Beberapa wanita mengabadikan momen itu dengan telepon genggam, dan sementara yang lain menggendong bayi mereka.
Banyak di antara mereka mengenakan T-shirt bertuliskan “Women Wage Peace” dalam bahasa Ibrani, Inggris, dan Arab. Seorang wanita Israel mengenakan T-shirt lengan pendek, sementara seorang wanita Palestina yang lebih tua mengenakan hijab hitam. Mereka bergoyang dalam tabuhan gendang dan tamborin, serta meneriakkan “Hei, kamu, perjalanan wanita untuk perdamaian!”
Sesaat kemudian mereka berjalan menuju Lembah Yordan dan duduk di tanah. Pemenang Nobel Perdamaian Leymah Gbowee, berdiri dan berbicara.
“Apabila Anda melihat barisan ini dan tidak melihat harapan, tidak melihat perdamaian, Anda buta. Apa yang kami, wanita, lakukan hari ini adalah membuktikan bahwa kami, wanita Israel, wanita Palestina, adalah mitra untuk perdamaian!” ujar Gbowee.
Kegiatan itu dihadiri 1.000 perempuan Palestina dan 3.000 perempuan Israel, dari Yahudi dan Arab. Kegiatan itu merupakan salah satu kegiatan dari dua minggu kampanye perdamaian yang mereka lakukan sejak bulan Oktober. Kegiatan dimulai dari perbatasan Israel dengan Libanon, dan berakhir di Yerusalem. Kegiatan itu digerakkan oleh Women Wage Peace yang menyatukan Yahudi dan Arab untuk menggerakkan negosiasi antara Israel dan Palestina.
Anggota gerakan itu 10.000 wanita, 10 persennya adalah orang Arab dan sisanya Yahudi. Penyelenggara menyatakan, perempuan-perempuan dari Arab sulit untuk bergabung karena ada batasan sosial yang menghalangi mereka. Namun, mereka yang sudah bergabung sepakat tidak akan berhenti bersuara sebelum ada negosiasi.
Pergerakan itu dimulai pada 19 Oktober lalu di depan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Hampir 20.000 wanita berkumpul menyuarakan perdamaian antara Israel dan Palestina. Mereka berjuang karena selama ini mereka telah menyaksikan beberapa negosiasi yang gagal, kekerasan yang terus-menerus terjadi, dan tidak ada politisi yang mau menyuarakan perdamaian.
Penelitian menunjukkan, keterlibatan wanita dalam proses perdamaian adalah sebuah kemungkinan dan berlangsung lama. Pada bulan Mei 2000, Isreal menarik pasukan dari Lebanon karena demonstrasi yang dilakukan ibu-ibu dari tentara yang terlibat perang. Apakah saat ini unjuk rasa yang dilakukan ribuan wanita dapat mendamaikan dua wilayah yang terpisahkan?
“Penelitian mengungkapkan 40 proses perdamaian di 35 negara, dalam tiga dekade ini, di dalamnya terjadi peran aktif dari para wanita. Apakah itu melalui partai politik, atau kampanye aktif. Beberapa negosiasi perdamaian bahkan hampir terjadi karenanya. Kami sudah pernah bekerja dengan wanita Isreal dan Palestina, mereka adalah pekerja-pekerja tanpa lelah yang terus berjuang demi perdamaian. Yang penting adalah bagaimana bekerja sama dengan pemerintah dan memastikan bahwa pesan disampaikan dengan baik,” ujar Marie O’Reilly, peneliti dari Universitas Cambridge.
“Kami sudah menyusun gerakan ini untuk empat tahun, tujuan kami bukan membentuk organisasi, kami memperjuangkan negosiasi perdamaian, begitu negosiasi itu terjadi, kami akan membubarkan diri. Kami memiliki tujuan yang jelas, dan harapan yang besar,” ujar Hamutal Gouri, koordinator dana untuk aksi. (csmonitor.com/spw)
Editor : Sotyati
Pemberontak Suriah Minta Israel, Dukung Serang Pasukan Yang ...
ALEPPO, SATUHARAPAN.COM-Selama lebih dari sepekan, pemberontak telah bertempur melawan pasukan rezim...