Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta Widiadi 20:00 WIB | Kamis, 13 Juni 2013

Yayasan Parinama Astha Prihatin Tingginya Perdagangan Orang Karena Minim Perhatian Swasta

Pendiri Yyasan Parinama Astha, Rahayu Saraswati. (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA,SATUHARAPAN.COM – Rahayu Saraswati, pendiri Yayasan Parinama Astha menyatakan keprihatinannya  Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dalam Diskusi Publik berjudul “Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang" yang digelar di Ruang Badan Anggaran (Banggar) Gedung Nusantara I,pada Kamis (13/6).

 “Tingginya angka TPPO mengindikasikan bahwa minimnyatanggung jawab dari sektor privat, dan jangan sebaiknya hanya dibebankan ke pemerintahsaja” ujar Rahayu.

Rahayu mengatakan bahwa data-data tentang tindak pidana perdagangan orang milik Polri saat ini tidak lengkap , sehingga menyulitkan pihak swasta maupun pemerintah tatkala ingin melakukan pencegahan pidana perdagangan orang.

“Saat ini harus disediakan data yang komplit tentang TPPO, sepengetahuan saya ada media khusus di Amerika Serikat yang prihatindengan kasus-kasus TPPO” imbuhnya.  

Lebih lanjut, pendiri sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di pencegahan tindak pidana perdagangan orang itu mengatakan bahwa pemerintah tidak perlu khawatir tentang biaya atau anggarandari APBN tentang biaya.

“Sebenarnya pemerintah tidak perlu terlalu khawatir mengurusi tentang biaya penggantian bagi korban perdagangan orang, menurut saya langsung dari pelakunya saja.”

Dalam kesempatan itu, wanita yang akrab dipanggil Sara ini menuturkan bahwa Yayasan Parinama Astha yang didirikannya memiliki beberapaprogram khusus untuk pendampingan dan pencegahan TPPO.

“Yayasan kami memiliki langkah-langkah konkrit berkaitan dengan human trafficking, yang pertama, preventionatau pencegahan karena pencegahan lebih baik daripada menyembuhkan atau mengatasi permasalahan yang sudah ada," lanjut Sara.

 Program kedua adalah interception, yaitu menyelamatkan korban perdagangan manusia secara fisik.

Lebih lanjut Sara mengatakan “Langkah ketiga adalah prosecution, yaitu salah satu tahapan penyembuhan yang jikasudah diketahui siapa pelakunya maka bisa mengumpulkanbukti-bukti, lalu dimasukkan ke pengadilan.” ujar Sara.

“Program keempat adalah reintergration,yaitu mereka mendapatkan pelatihan dan masuk tahap penyembuhan secaraemosional.” pungkasnya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home