Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Prasasta Widiadi 18:03 WIB | Senin, 18 Mei 2015

YLKI Desak Pemerintah Jamin Ketersediaan Transportasi Publik Layak

YLKI Desak Pemerintah Jamin Ketersediaan Transportasi Publik Layak
Ilustrasi: Seorang petugas "mobile refueling unit" (MRU) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) saat mengisi bahan bakar gas pada kendaraan bajaj yang terletak di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (26/1). Keberadaan SPBG di Jakarta dinilai masih minim, akibatnya jumlah kendaraan khususnya bajaj setiap harinya harus mengantre karena hanya ini SPBG satu-satunya yang berada di kawasan tersebut. (Foto: Dok. satuharapan.com/ Dedy Istanto).
YLKI Desak Pemerintah Jamin Ketersediaan Transportasi Publik Layak
Tulus Abadi, salahl satu Anggota YLKI pada pada Diskusi Publik Pengembangan Produk-Produk Pengolahan Pertamina, di Gedung Mezzanine, PT Pertamina (Persero) Tbk, Senin (18/5). (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi membangun transportasi publik yang layak sebagai salah satu kompensasi setelah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di tengah-tengah masyarakat.

“Pemerintah saat ini harus lebih banyak mengoptimalkan transportasi publik sebagai salah satu faktor lain yang saling mendukung dan berkesinambungan dengan energi,” kata Tulus Abadi, salah satu anggota pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Diskusi Publik Pengembangan Produk-produk Pengolahan Pertamina, di Gedung Mezzanine, PT Pertamina (Persero) Tbk, Senin (18/5).     

Akan tetapi pemerintah, menurut Tulus, juga harus menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk perawatan transportasi publik di kota besar dan kecil di Indonesia. “Karena sekarang di tempat kami ada keluhan dari bajaj maupun Transjakarta yang ingin mengisi BBG (Bahan Bakar Gas), jumlah SPBG terbatas di Jakarta sekarang, jadinya mereka mengisi BBM (Bahan Bakar Minyak) juga akhirnya,” kata dia.

Tulus menjelaskan bahwa ada komitmen dari Pertamina tidak hanya sekadar menyediakan sarana dan prasarana yang cukup tetapi juga memberi dampak nyata kepada masyarakat.

“Sebenarnya CSR (Corporate Social Responsibility) itu tidak hanya bentuk promosi perusahaan, karena  kita seringkali CSR salah mendefinisikan CSR, padahal CSR dalam konteks prusahaan adalah pengendalian produk dan dampak lingkungan,” dia menambahkan.

Tulus menambahkan mulai dari saat ini siapa pun juga warga Indonesia  harus merevolusi budaya energi karena energi yang ada saat ini adalah titipan untuk anak cucu.  

“Usahakan, kita berada dalam keadaan kondisi darurat energi, karena kalau itu sudah ditanamkan maka kita sebenarnya sudah berusaha menghemat energi, contohnya kalau kita ada di dalam sebuah ruangan kecil, kita tidak usah memasang dua AC (pendingin udara) tetapi cukup satu saja,” dia menambahkan.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home