Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 17:45 WIB | Senin, 09 Maret 2020

Anak-anak Autis Belajar secara Daring di Tengah Wabah COVID-19

Ilustrasi. (Sumber: Thrive Global)

HARBIN, SATUHARAPAN.COM – Puluhan kali dalam sehari, dengan sabar dan lembut, Wang Min mengulang kalimat yang sama di hadapan layar komputer. Akibat mewabahnya virus corona baru (COVID-19), guru pendidikan khusus itu mengalihkan kelas pelatihan tatap mukanya untuk anak-anak autis ke dunia virtual.

Sementara itu, di sisi seberang layar, Haorui duduk bersama ibunya. Sembari memegang kartu bergambar sebutir apel, sang ibu menyebut kata itu berulang kali, berusaha menarik perhatian putranya dan mengajarinya mengenali benda tersebut.

Namun, putranya dengan cepat merasa bosan, mengabaikan usaha sang ibu dan bahkan merobek kartunya menjadi dua. Setelah beberapa kali mencoba, sang orang tua yang gelisah akhirnya kehilangan kesabaran dan terpikir untuk menyerah.

“Meskipun ada hambatan dalam komunikasi, Haorui punya minat dan emosi. Kita harus menghargai hal itu dan membantu meningkatkannya berdasarkan rasa respek. Pengaturan waktu juga penting dalam pelatihan kita,” kata Wang, menenangkan sang ibu sebelum membimbingnya ke langkah berikutnya.

Chu Yi dan Yang Siqi dari Kantor Berita Xinhua, mengisahkan bagaimana guru berusia 34 tahun itu telah bekerja secara sukarela di empat lembaga rehabilitasi autisme di Kota Suihua, China timur laut, dalam satu dekade terakhir. Dedikasinya membawa harapan bagi lebih dari 200 keluarga yang terdampak autisme, suatu gangguan perkembangan yang menyebabkan hambatan dalam keterampilan bersosialisasi, emosional, serta komunikasi.

“Anak-anak penderita autisme di China sering kali disebut sebagai ‘anak-anak bintang’, yang, seperti bintang, berkelip-kelip sendirian di langit yang jauh dan gelap,” kata Wang. ”Bahkan di pusat rehabilitasi profesional, untuk mempelajari konsep yang tampaknya sederhana seperti buah-buahan saja, dapat memakan waktu setahun.”

Internet Membawa Harapan

Wabah virus yang memaksa sekolah-sekolah tutup dan “mengurung” anak-anak di rumah membuat Wang khawatir murid-muridnya akan “mengalami kemunduran tanpa pelatihan yang layak dan tepat waktu”.

Untungnya, internet telah membawa harapan besar karena dapat menghubungkan “anak-anak bintang” dengan guru tercinta mereka di awan.

Lebih dari 20 siswa mengikuti kelas daring Wang, tetapi situasi mereka berbeda-beda, demikian pula kemampuan mengajar para orang tuanya. Karena itu, sejak 30 Januari lalu, Wang mulai memberikan pelatihan daring satu lawan satu (one-on-one), yang ia yakini lebih efektif.

Selama lebih dari sebulan, ponsel dan laptop telah menjadi alat mengajar Wang sepanjang hari. Ia harus menangani lebih dari seribu pesan setiap hari, memecahkan masalah orang tua dalam berbagai hal, seperti memberi perintah dan mengendalikan kontak mata.

Melalui koreksi, bimbingan, dan penjelasan tanpa henti, ia mencurahkan hampir seluruh waktunya untuk kelas-kelas daring itu dan sering mengajak putrinya yang berusia tujuh tahun untuk memeragakan bagaimana melakukan pelatihan yang tepat.

“Setiap anak adalah malaikat. Sebagai orang tua, saya merasa sungguh menyenangkan dan berarti bila dapat membantu anak autis dengan pengetahuan profesional,” tutur Wang. (Xinhua/Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home