Loading...
INDONESIA
Penulis: Equivalent Pangasi 09:53 WIB | Sabtu, 05 April 2014

Azyumardi Azra: Jangan Kapok Jadi Orang Indonesia!

"Jangan kapok jadi orang Indonesia!" ujar Azyumardi Azra pada talk show bertajuk "Intoleransi dalam Kehidupan Politik, Sebuah Realitas di Indonesia” yang dilaksanakan satuharapan.com pada Kamis (3/4) di Gedung Sinar Kasih, Jakarta Timur. (Foto: Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Cendekiawan Islam, Azyumardi Azra, CBE mengatakan, “jangan pernah kita merasa kapok menjadi orang Indonesia! Indonesia masih patut diapresiasi karena meskipun Indonesia paling kompleks kemajemukannya, tapi konflik sektarianismenya tidak seburuk yang terjadi di Timur Tengah.”

Ungkapan tersebut disampaikan Azyumardi dalam talk show “Intoleransi dalam Kehidupan Politik, Sebuah Realitas di Indonesia” yang dilaksanakan satuharapan.com pada Kamis (3/4) di Gedung Sinar Kasih, Jakarta Timur.

Sebagai salah satu narasumber dalam talk show tersebut, Azyumardi menyampaikan sebuah pemaparan mengenai sektarianisme politik dan demokrasi. Dalam berbagai kemelut intoleransi politik dan demokrasi yang terjadi di dunia, Azyumardi membandingkan kondisi Indonesia dengan kondisi di negara lainnya, terutama Timur Tengah.

Menurutnya, sektarianisme yang terjadi di Timur Tengah cenderung meningkat setiap akhir pekan. Kondisi ini terlihat lebih buruk daripada Indonesia, padahal Indonesia memiliki realitas kemajemukan yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan negara apa pun.

Sebab itu, mantan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu mengatakan, “Indonesia menjadi satu-satunya harapan dunia atas kompabilitas atau kesesuaian hubungan Islam dengan demokrasi. Sebelumnya, dunia berharap pada Turki. Namun berita tentang Turki beberapa waktu belakangan justru menggambarkan otoritarianisme pemerintah Turki.”

Ia menambahkan, “Indonesia masih bisa kok menjadi contoh kemajemukan agama bagi negara-negara lainnya.”

Demokrasi Hura-hura

Mengutip hasil studi Nordic Institute of Asian Studies (NIAS), Azyumardi mengatakan pelaksanaan Pemilu di Indonesia adalah yang termahal di dunia, sedangkan Amerika Serikat menempati posisi kedua.

“Jadi pelaksanaan demokrasi kita ini jadi lebih seperti demokrasi hura-hura,” katanya.

Lebih lanjut Azyumardi menyoroti situasi politik menjelang Pemilu di Indonesia di mana banyak partai politik (parpol) yang mengusung isu agama. Ia mengatakan, “seharusnya, Pancasila yang menjadi civil religion dalam sistem demokrasi di Indonesia. Namun sayangnya, tidak ada satu pun yang membicarakannya.”

Oleh karena itu, demi mewujudkan Indonesia yang memiliki kesesuaian antara agama dan demokrasi, ada empat hal yang menurut Azyumardi perlu dilakukan.

“Pertama, kita perlu memperkuat multikulturalisme. Kedua, kita harus memperkuat religious based civil society (masyarakat sipil berbasis agama, Red) karena civil society semacam ini sudah ada bahkan sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, dan sifatnya cukup inklusif,” ia mengatakan.

Menurut Azyumardi, religious based civil society di Indonesia memiliki peran yang penting dalam menjaga kohesivitas di masyarakat. Sebab itu, setiap religious based society sepatutnya bersikap kritis, vokal, dan tidak mudah terprovokasi pada kepentingan politik tertentu.

Hal ketiga yang menurutnya perlu dilakukan adalah penegakan public civility atau keadaban publik. “Sekarang makin banyak orang yang tidak malu untuk melakukan hal yang salah. Dan ini jelas berbahaya,” ujarnya.

Azyumardi melanjutkan, “hal keempat yang juga vital untuk dilakukan adalah penegakan hukum. Melihat longgarnya pelaksanaan hukum di negeri kita ini, saya curiga, jangan-jangan kita justru terlalu toleran pada pelanggar hukum.”

“Oleh karena itu, pemulihan kredibilitas aparat penegak hukum adalah hal yang sangat penting!” pungkas Azyumardi.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home