Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 20:52 WIB | Kamis, 26 Mei 2016

BKPM Temui Produsen Film Hollywood Kembangkan Bisnis di RI

Kepala BKPM Franky Sibarani (kedua dari kanan-depan) dalam kunjungan ke Amerika Serikat. (Foto: twitter KBRI Washington DC).

LOS ANGELES, SATUHARAPAN.COM - Setelah melakukan kunjungan di Montreal, Kanada, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, hari ini (26/5) dijadwalkan melakukan pertemuan dengan anggota Motion Pictures Association of America di Los Angeles, Amerika Serikat.

Dalam pertemuan tersebut, Kepala BKPM akan memaparkan mengenai potensi bisnis sektor perfilman di Indonesia.

Franky menyampaikan bahwa kunjungan ke Motion Pictures Association of America tersebut dilakukan untuk mendorong investasio di sektor perfilman di Indonesia.

“Dengan pengesahan Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Penanaman Modal yang Terbuka dengan persyaratan, maka sektor perfilman terbuka 100 persen untuk asing mulai dari sektor produksi, distribusi dan eksibisi,” katanya dalam keterangan resmi kepada media, hari Kamis (26/5).

Menurut Franky, Perpres 44 tahun 2016 lebih terbuka untuk asing berbisnis di sektor perfilman. Sebelumnya sektor-sektor perfilman tertutup untuk asing atau dibatasi maksimal 49 persen.

Di antaranya di dalam bidang usaha jasa teknik film termasuk studio shooting film (maks. 49 persen), laboratorium film (maks. 49 persen), fasilitas editing sound (maks.49 persen), film editing 100 persen Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), film subtitle 100 persen PMDN.

“Saat ini seluruh bidang usaha tersebut terbuka untuk 100 persen asing, demikian halnya untuk produksi film, cinema, studio rekaman dan distribusi film,” katanya.

Franky menyampaikan bahwa upaya untuk meyakinkan investor AS didasari oleh beberapa peluang bisnis sektor perfilman yang masih terbuka lebar. Salah satunya adalah bisnis bioskop dengan melihat angka rasio layar berbanding populasi di Indonesia.

“Rasio layar berbanding 100.000 populasi Indonesia adalah 0,4. Ini dibawah Amerika Serikat yang rasionya 14, Inggris 6,8, Korea Selatan 4,3, Singapura 3,9, Malaysia 2,4, Tiongkok 1,8 dan Thailand 1,2,” jelasnya.

Dari jumlah layar bioskop tersebut 87 persen layar berada di Pulau Jawa dan 35 persen di antaranya berlokasi di Jakarta.

“Jumlah keseluruhan bioskop di Indonesia sama dengan jumlah layar bioskop yang ada di kota Beijing, Tiongkok,” lanjutnya.

Lebih lanjut Franky menyampaikan bahwa dari sisi produksi, jumlah production house profesional di angka 50 lebih, sedangkan untuk produksi animasi jumlahnya 30 lebih.

“Perusahaan-perusahaan existing ini merupakan mitra yang potensial bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia,” katanya.

Masuknya investasi di sektor perfilman, kata Franky, diharapkan mampu berkontribusi positif pada pencapaian target investasi nasional tahun 2016.

BKPM pada tahun 2016 menargetkan capaian realisasi investasi bisa tumbuh 14,4 persen dari target tahun 2015 atau mencapai Rp 594,8 triliun.

Realisasi ini dikontribusi dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 386,4 triliun atau naik 12,6 persen dari target PMA tahun lalu, serta dari PMDN sebesar Rp 208,4 triliun naik 18,4 persen dari target PMDN tahun lalu.

Pemerintah sendiri memiliki tiga program utama untuk mendorong pertumbuhan sektor perfilman. Pertama adalah meningkatkan distribusi Cinema diseluruh Indonesia, ditandai dengan target Badan Ekonomi Kreatif untuk menambah jumlah cinema 5.000 per tahunnya.

Kedua adalah terkait peningkatan kualitas sumber daya manusia di industri film nasional. Korea Selatan memiliki 300 sekolah film dan masuk di kurikulum pendidikan, sementara di Indonesia hanya ada lima sekolah dengan fakultas film.

Ketiga adalah terkait dengan membuka akses untuk pembiayaan dan teknologi, sektor film tergolong sektor yang padat modal sehingga banyak teknologi yang banyak dan membutuhkan modal besar yang belum dimanfaatkan oleh produsen film di Indonesia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home