Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 23:09 WIB | Kamis, 23 Oktober 2014

Buruh Minta UMP Naik 30%, Basuki Minta Survei yang Rasional

Seorang buruh saat memasang tuntutannya di pagar Kantor Gubernur DKI Jakarta, Rabu (22/10). (Foto: Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Plt. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama kembali marah-marah dan sedikit menggebrak meja di dalam ruangan rapat bersama perwakilan buruh. Pasalnya demo buruh yang dilakukan pada Kamis siang (23/10) di depan gedung Balai Kota, Jakarta Pusat, menuntut Upah Minimum Provinsi (UMP) naik 30 persen dengan jumlah item KHL (Komponan Hidup Layak) menjadi 80 item, tetapi Basuki dengan tegas mengatakan perlu dilakukan survei lagi dengan lebih masuk akal.

Seperti diketahui, saat ini UMP DKI sebesar Rp 2.331.000, yang kemudian minta dinaikan sampai 30 persen menjadi Rp 3.000.000 ke atas, melalui pertimbangan KHL yang sebelumnya 60 item, dituntut naik menjadi 80 item.

“Kita hanya bicara keadilan soal survei. Misalnya soal air minum sehari tiga liter, air mandi sehari dua kubik, kemudian soal buah-buahan tambah pepaya, tambah pisang, kenapa mereka tidak minta kiwi sekalian, saya bilang. KHL saat ini yang Rp 2,3 juta jadi terasa rendah kan, kita mesti perjuangkan yang wajar,” ujar Basuki dengan nada suara meninggi saat ditemui usai rapat dengan buruh di Balai Kota, Kamis (23/10).

Soal air itu memang harus disurvei ulang menurut Basuki. Pasalnya, lima hari dalam seminggu buruh menghabiskan seharian di tempat kerja, jadi hitung-hitungan air minum sehari tiga liter itu tidaklah masuk akal.

Terlebih, ada pernyataan bahwa para buruh menuntut UMP Rp 3,7 juta.  

“Itu juga salah, kita tidak berbicara akan menaikkan 30 persen, kita bicara survei KHL diperbaiki supaya masuk akal, kalau memang benar Rp 3 juta ya tidak apa, tapi kalau ternyata hanya 2,4 atau 2,5 juta ya sudah, jadi bukan menentukan dulu duitnya, baru diatur-atur KHL-nya,” cetus Basuki.

Basuki kembali menegaskan apabila mereka bersikukuh tetap meminta KHL 80 item, sebaiknya mereka berdemo di depan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi saja (Kemenakertrans).

“Kita mau memperjuangkan komponen KHL susu, jatah susu 900 gram, yang dijual di pasar 800 gram, nah itu yang mesti dikonversi, kita sedang perjuangkan yang itu. Cuma buah-buahan tadi, mereka tidak terima gara-gara ada tambahan pisang dan pepaya, tetapi harganya jadi murah (setengahnya),” Basuki menjelaskan.

Ingin Menabung untuk Istri dan Rumah Impian

Sekretaris Jenderal Forum Buruh DKI Jakarta, M. Toha mempertanyakan mengapa penghitungan KHL di Jakarta lebih rendah daripada di Tangerang. Menurut dia, ketika bicara upah, sebenarnya KHL yang 60 item itu tidak menciptakan orang punya harapan hidup ke depannya, kenapa?

“Tabungannya itu hanya dua persen, itu setara hanya di bawah Rp 50.000 per bulan. Kalian bisa bayangkan, orang lajang kerja, itu hanya tabungan Rp 50.000 sebulan, setahun hanya terkumpul katakanlah Rp 600.000, lalu bagaimana jika ia ingin punya istri, ingin punya rumah, tidak mungkinlah, sehingga itulah yang harus diperjuangkan,” ucap Toha dalam kesempatan yang sama, usai rapat dengan Plt. Gubernur DKI Jakarta.

Oleh sebab itu, upah Rp 3 juta sebenarnya merupakan batas minimal saja, karena menurut Toha berdasarkan pernyataan Basuki, untuk hidup di Jakarta sebenarnya membutuhkan Rp 4 juta per bulan.

“Tadi statement-nya Pak Ahok sampai diulang, bahwa untuk di Jakarta itu adalah minimal Rp 4 juta, cuma bagaimana caranya, dia juga masih pusing dengan kondisi itu,” kata Toha.  

Misalnya saja, susu kaleng dengan volume yang tertera di kemasan itu adalah 900 gram, ternyata kemasan yang dijual di pasaran adalah 800 gram, kemudian dua masalah lain, yaitu transportasi dan sewa kamar akan disurvei ulang karena itu yang disurvei tahun kemarin.

“Soal sewa kamar Rp 850 ribu, padahal ada beberapa tempat berbeda yang lebih mahal, tapi tadi belum sempat menjadi diskusi, kita tidak ingin orang tinggal di tempat yang sebenarnya mahal, tapi dicari harga yang paling rendah, sehingga orang itu tidak bisa bayar di sana,” Toha menguraikan.

“Menurut kita, Rp 2.331.000 itu sudah tidak rasional, harapan kita pada saat jadi UMP ada di kisaran Rp 3 juta, itu dari hitung-hitungan kami. Ini belum perhitungan matematis, jadi masih banyak hal lagi,” tandas Toha.

 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home