Loading...
EKONOMI
Penulis: Bayu Probo 15:52 WIB | Sabtu, 02 November 2013

FPDIP: Penyelesaian Lereklerekan Harus Untungkan Semua Pihak

Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari. (Foto: dok. satuharapan.com)

SEMARANG, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari menyatakan penyelesaian sengketa Pulau Lereklerekan harus menguntungkan semua pihak, baik Provinsi Sulawesi Barat maupun Provinsi Kalimantan Selatan, misalnya mengelola pulau itu secara bersama-sama.

"Oleh karena itu, mediasi Kementerian Dalam Negeri harus adil, yaitu harus berprinsip `win-win solution`," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Sabtu (2/11), sehubungan dengan belum tuntasnya permasalahan Pulau Lereklerekan (Pulau Larilarian) meski sudah ada putusan Mahkamah Agung.

Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum) DPR RI lantas mencontohkan perihal pembagian pajak hasil tambang yang harus dinikmati dua provinsi (Sulbar dan Kalsel) dengan persentase atau perimbangan sesuai dengan kesepakatan yang tentu sesuai pula dengan bobot kebutuhan masing-masing.

Sebelumnya Sulbar merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Selatan, kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004, daerah itu menjadi provinsi.

Sementara itu, dalam Putusan Mahkamah Agung No. 01 P/HUM/2012 tanggal 2 Mei 2012, menyatakan bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 tanggal 29 September 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lereklerekan sebagai tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.

Majelis hakim agung yang diketuai Paulus Effendie Lotulung dalam amar putusan perkara permohonan hak uji material terhadap Permendagri itu juga memerintahkan kepada termohon (Menteri Dalam Negeri) untuk segera mencabut Permendagri No. 43/2011.

Dengan demikian, majelis hakim agung mengabulkan permohonan keberatan hak uji material dari tujuh pemohon, yakni Drs H Rudy Ariffin, M.M. (Gubernur Kalsel), Kolonel (Pur.) Nasib Alamsyah (Ketua DPRD Provinsi Kalsel), H. Irhami Ridjani, S.Sos., M.Si. (Bupati Kotabaru).

Empat pemohon lainnya, Alpidri Supian Noor, ST., M.A.P. (Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru), H. Ahmad Makkie (warga Kelurahan Teluk Dalam, Banjarmasin), Prof Drs H.M. Kustan Basri (warga Kelurahan Sungai Miai, Banjarmasin), dan Noor Ifansyah, S.H., M.H. selaku pengacara/Ketua Yayasan Lembaga Advokasi Masyarakat (YALAM) Kabupaten Kotabaru.

Amar putusan itu juga menyatakan bahwa Permendagri tersebut bertentangan dan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mempunyai kedudukan lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada Pasal 5 Huruf b, Huruf c, Huruf d, Huruf f, dan Huruf g, Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 8 Ayat (1) dan Ayat (2).

Selain itu, bertentangan dan melanggar UU No. 29/1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi; UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada Pasal 1 Angka 1, Pasal 1 Angka 41 dan Pasal 1 Angka 42; dan UU No. 26/2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat pada Pasal 5 Ayat (3) beserta penjelasan Pasal 5 Ayat (3). (Antara)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home