Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 11:08 WIB | Jumat, 20 Mei 2016

Henny Supolo: Kita Punya Masalah Keragaman di Sekolah

Henny Supolo saat membuka Sekolah Guru Kebinekaan (SGK) yang diselenggarakan oleh YCG di LBH Jakarta (14/5). (Foto: George Sicilia)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Henny Supolo Sitepu, Ketua Yayasan Cahaya Guru (YCG) sekaligus praktisi pendidikan telah lama menaruh perhatian khusus terhadap fenomena anti keragaman di sekolah sejak tiga tahun terakhir. Segregasi siswa berdasarkan agama, diskriminasi, serta dominasi kegiatan ritual agama tertentu telah merusak sekolah-sekolah negeri yang sedianya menjadi pusat penyemai bibit-bibit keragaman dan persatuan. Pada gilirannya, hal itu dapat berkontribusi pada generasi masa depan yang rawan perpecahan.

“Anda tidak dapat menemukannya langsung di antara para guru, karena semuanya itu disampaikan secara ‘bisik-bisik’. Padahal, saat kita merasa jengah membicarakan persoalan kebinekaan yang terjadi di lingkungan sekolah, pada saat itu juga kita tahu kita memiliki masalah yang harus diatasi segera!”, ungkapnya serius.

Melihat kondisi dunia pendidikan di mana penguatan identitas kelompok dan intoleransi atas dasar agama menguat, ia dan organisasi yang dipimpinnya tergerak menyelenggarakan Sekolah Guru Kebinekaan (SGK). SGK merupakan usaha YCG untuk mengembalikan fungsi sekolah sebagai penyemai keragaman dan melahirkan guru-guru yang kompeten menjadi rujukan keragaman, kebangsaan dan kemanusiaan. Tema yang diusung adalah ‘Guru sebagai Rujukan Keragaman, Kebangsaan dan Kemanusiaan’.

Sebagai pembuka seluruh rangkaian SGK, YCG beruntung mendapatkan penghormatan yang tinggi dari Pemerintah, khususnya Kemendikbud, dengan hadirnya Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, untuk memberikan ceramah pembuka di sesi pertama SGK. Beliau memperpendek kunjungannya di Makassar untuk menemui para guru, “Saya tak mungkin menolak undangan kawan-kawan Guru!”  

Dalam ceramahnya, Hilmar Farid menekankan, "Guru bukan sekadar orang atau sosok, tapi institusi yang berperan penting dalam pembentukan karakter masyarakat. Tetapi untuk menjadi rujukan keragaman, kebangsaan dan kemanusiaan, toleransi saja tidak cukup, harus inklusif!” Dengan semangat ia menyambut inisiatif YCG. Ia juga mengajak para guru untuk bersinergi dan memberi perspektif keragaman dalam sejarah yang disampaikan di sekolah, serta menjadi bagian dari Konferensi Sejarah Nasional yang sedang digagas Pemerintah.

Walaupun berangkat dari keprihatinan terhadap situasi pendidikan, Henny Supolo dan YCG merasa senang dengan adanya dukungan dari Dirjen Kebudayaan serta antusiasme para guru yang menjadi peserta. “Sekolah Guru Kebinekaan akan menjadi bagian dari upaya YCG membuka ruang-ruang perjumpaan bagi para guru untuk lebih mengenal keragaman”, katanya bangga. Hal senada disampaikan Febi Yonesta selaku koordinator program SGK,  “Antusiasme para guru untuk mengikuti SGK menunjukkan masih adanya harapan untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa!" Jika guru-guru bergerak, bukankah kita akan makin memiliki harapan? Adapun SGK juga diselenggarakan dalam rangka memeriahkan Pesta Pendidikan bersama lebih dari 100 organisasi/komunitas pendidikan lainnya. [GS]

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home