Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 15:34 WIB | Senin, 25 Juli 2016

Jadi Saksi, Ahok dan Sunny Sambangi Tipikor

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memenuhi panggilan di persidangan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, hari Senin (25/7). (Foto: Febriana Dyah Hardiyanti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memenuhi panggilan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) untuk menjadi saksi terdakwa Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja dan Personal Assistant Predir PT APL Trinanda Prihantoro.

Ahok yang mendapatkan pengawalan ketat dari Polres Metro Jakarta Pusat datang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, hari Senin (25/7) pukul 14.54 WIB. Dia mengenakan kemeja batik coklat lengan panjang dan celana panjang berwarna hitam.

“Nanti ya,” kata dia kepada wartawan.

Sebelumnya, staf khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja yang mengaku menjadi penghubung antara Ahok dan pengembang datang ke Pengadilan Tipikor pada pukul 14.44 WIB di hari yang sama. Dia akan bersaksi dalam kasus yang menyeret anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.

Namun, pria yang sempat dicekal oleh KPK ini masih enggan memberikan keterangan kepada awak media.

“Nanti ya, habis di pengadilan,” kata dia.

Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sudah dibahas sejak beberapa bulan lalu namun pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Balegda DPRD DKI Jakarta belum sepakat karena pemprov DKI Jakarta mengusulkan tambahan kontribusi 15 persen nilai jual objek pajak (NJOP) dari lahan efektif pulau yaitu seluas 58 persen luas pulau.

Sementara sejumlah anggota baleg DPRD mengusulkan persentase NJOP dan luasan faktor pengali yang jauh lebih kecil yaitu 5 persen.

Kata sepakat antara Pemprov DKI Jakarta dan DPRD sempat tercapai saat 15 persen NJOP akan diatur melalui peraturan gubernur (pergub). Namun saat membahas konsep kedua raperda pada 22 Februari 2016 dengan perubahan pasal 110 ayat 13 mengenai besaran, tata cara dan kontribusi tambahan belum disepakati kedua pihak.

KPK dalam perkara ini juga sudah mencegah keluar negeri lima orang yaitu sekretaris direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Berlian, karyawan PT APL Gerry Prasetya, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya, Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma dan petinggi Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto.

Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain adalah PT Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.

PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B. C, D, E) dengan luas 1.329 hektare sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektare.

Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan pada 2012 pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada Desember 2014.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp 2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.

KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home