Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 23:47 WIB | Kamis, 18 Februari 2016

Johan Budi: Tidak Ada Gentleman Agreement Revisi UU KPK

Mantan Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi Sapto Pribowo. (Foto: Dok. satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi Sapto Pribowo, mengatakan tidak pernah ada gentleman agreement (kesepakatan tidak tertulis) antara pihaknya dengan pemerintah terkait revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK pada tahun 2015 silam.

“Tidak ada gentleman agreement,” kata Johan kepada satuharapan.com, di Jakarta, hari Kamis (18/2) malam.

Dia menegaskan, revisi UU KPK yang ada saat ini merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Menurutnya, empat poin gentleman agreement yang dimaksud oleh Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Laode Muhammad Syarif, merupakan masukan pihaknya kepada pemerintah. Sebab, saat itu, seluruh pemimpin lembaga antirasuah diminta pendapat oleh pemerintah jika ada revisi UU KPK.

“Bukan kesepakatan, tapi KPK diminta pendapat oleh pemerintah, jika ada revisi UU KPK poin apa saja yang perlu diperkuat,” katanya

Dia menceritakan, momentum itu terjadi ketika DPR berencana merevisi UU KPK. Seluruh pemimpin KPK menemui pemerintah untuk memberikan masukannya.

“Waktu itu, seluruh pemimpin KPK dimintai pendapat, bukan hanya Plt pemimpin KPK,” kata Johan.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengungkapkan ada gentleman agreement terkait revisi UU KPK antara pemerintah dan Pelaksana tugas (Plt) Pemimpin KPK yang saat itu diketuai Taufiequrachman Ruki.

Menurut Laode, kesepakatan yang diambil sebelum pemimpin KPK periode 2015-2019 dilantik itu mencakup empat poin. Pertama, KPK diizinkan mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri. Kedua, penyadapan boleh dilakukan KPK tanpa izin ke pengadilan terlebih dahulu. Ketiga, pembentukan dewan pengawas etika. Kemudian yang terakhir, KPK diberikan kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Sebelum kami terpilih, ada namanya gentleman agreement antara pemerintah dan Plt pemimpin KPK soal revisi UU KPK. Saat itu disepakati empat poin,” kata Laode dalam acara Seminar dan Diskusi Publik 'Pemberantasan Korupsi yang Memberikan Efek Jera' dalam rangka perayaan hari ulang tahun pertama Gerakan Anti Korupsi (GAK) Lintas Perguruan Tinggi, di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jalan Rasuna Saif, Jakarta Selatan, hari Kamis (18/2).

Menurutnya, keberdaan kesepakatan tersebut baru diketahui jajaran pemimpin KPK periode 2015-2019 setelah dilantik. Namun, kata Laode, pihaknya diizinkan untuk menolak kesepakatan tersebut, bila menilai empat poin yang nantinya dituangkan dalam revisi UU KPK justru melemahkan lembaga antirasuah.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home