Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 14:01 WIB | Sabtu, 28 April 2018

Ketaatan Filipus

Di dalam kasih tidak ada ketakutan.
Filpus dan Sida-sida dari Etiopia

SATUHARAPAN.COM – Kisah pembaptisan sida-sida dari Etiopia merupakan buah dari ketaatan Filipus (Kis. 8:26-40). Lukas mencatat: ”Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, katanya: ’Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza.’ Jalan itu jalan yang sunyi. Lalu Filipus bangkit dan berangkat.” (Kis. 8:26-27).

Filipus taat, meski tahu jalan itu sunyi. Dalam beberapa terjemahan tertera: ”Jalan itu tidak dipakai lagi sekarang”. Jelaslah, Filipus menapaki jalan yang tak lagi dipakai orang, dan pasti sepi.  

Biasanya orang lebih suka jalan ramai. Kalau terjadi apa-apa, dia bisa teriak minta tolong. Orang menghindari jalan sunyi karena takut keselamatannya terancam. Dan Filipus sengaja melewatinya. Dia tidak takut. Mengapa? Karena dia taat. Kedua, karena, seperti ditekankan penulis Surat Yohanes, ”di dalam kasih tidak ada ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan siapa yang takut, ia tidak sempurna di dalam kasih” (1Yoh. 4:18).

Juga ketika Roh berkata, “Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!”; Filipus bergegas ke situ... (lih. Kis. 8:29-30). ”Bergegas ke situ” berarti secepatnya, tidak lamban. Filipus agaknya tak mempersoalkan latar belakang orang asing itu.

Bangsa Yahudi sangat memandang rendah orang tak bersunat. Kala seorang non-Yahudi memeluk agama Yahudi, biasanya dia menyunatkan dirinya. Orang Etiopia itu tak mungkin lagi disunat karena telah dikebiri. Namun, di mata Filipus orang Etiopia itu wajib disapa.

Tampak jelas di sini bahwa Filipus tidak takut. Dia tidak takut ditolak. Dia mau menyapa. Mengapa? Mungkin karena motivasinya berdasarkan kasih. Sekali lagi, di dalam kasih tidak ada ketakutan. Ini persoalannya. Banyak orang tidak berani melalukan hal yang baik sekalipun. Mengapa? Mereka takut ditolak. Rasa takut memperlihatkan bahwa kasih mereka sungguh tidak sempurna. Dan gayung pun bersambut. Orang Etiopia itu mengeluh: ”Bagaimana aku dapat mengerti kalau tidak ada yang membimbing aku?” Dan Filipus memberikannya.

Mungkin, kita berkata dalam hati: ”Ah, Filipus enak! Tuhan berbicara langsung dengannya. Lalu, bagaimana dengan kita yang tidak mendengarkan suara Tuhan secara langsung? Bagaimana kita mau taat?”

Sejatinya, butuh kepekaan dalam mendengarkan suara Tuhan. Mungkin kita tak pernah langsung mendengar-Nya. Tuhan bisa berfirman melalui manusia lain, juga alam. Persoalannya: peka atau tidak? Dan satu-satunya syarat untuk peka terhadap kehendak Tuhan, menurut Injil Yohanes, adalah tinggal di dalam Kristus (Yoh. 15:1-8).

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home