Loading...
RELIGI
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 17:13 WIB | Minggu, 02 Oktober 2016

Kronologi Pelarangan Ibadah Minggu GBKP Pasar Minggu

Seorang warga melintas di depan spanduk bertuliskan penolakan terhadap bangunan gereja yang terpasang di pagar bangunan yang dijadikan sebagai rumah ibadah jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di RT 014/RW 04, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu (2/10). Meski ada penolakan serta surat imbauan dari Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan terkait perizinan mendirikan rumah ibadah, namun puluhan jemaat GBKP tetap melaksanakan ibadah. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sejarah GBKP Pasar Minggu dimulai ketika pada tahun 1990, Pendeta M Bangun, Ketua Runggun GBKP Cililitan, menganjurkan kepada Pertua Korinta Pinem, Pertua Nande Martin Tarigan, dan Diaken K Sipayung untuk mengadakan kebaktian doa rumah tangga (PJJ) di Pasar Minggu.

Anjuran ini segera ditindaklanjuti dengan mengadakan rapat di rumah Pertua Korinta Pinem yang beralamat di Komplek Polri Pengadegan, Blok O/66. Rapat ini dihadiri tujuh orang, yaitu: Pertua Korinta Pinem, Pertua Nande Martin Tarigan, dan Diaken K Sipayung (GBKP Cililitan); Pertua GM Tarigan dan Pertua Kristen Bangun (GBKP Kebayoran Lama); Pertua Sabar Sinulingga dan Diaken Saymara (GBKP Jakarta Pusat).

Hasil rapat tersebut ialah tujuh orang peserta rapat menjadi pengurus PJJ Pasar Minggu dan membentuk pembina PJJ yang terdiri dari Pendeta M Bangun, Pendeta Obet Tarigan (GBKP Kebayoran Lama), dan Pendeta M Manik (GBKP Jakarta Pusat).

Pada akhir tahun 1990, jemaat PJJ Pasar Minggu mengadakan perayaan Natal pertama yang tempatnya dirumah Bapak Harry Bangun Mulia (alm). Natal pertama tersebut menjadi inspirasi bagi Pertua dan Diaken di atas untuk melaksanakan Kebaktian Minggu. Pada tanggal 18 Januari 1991 sudah diadakan kebaktian minggu (malam hari) untuk pertama kali yang lokasinya menumpang di GKJ Ebenezer Pasar Minggu. Kebaktian ini sudah dipimpin oleh seorang Pendeta.

Dalam perjalanannya, PJJ Pasar Minggu telah membentuk Badan Pekerja Runggun/majelis jemaat yang terdiri dari Ketua Pertua Korinta Pinem, Sekretaris Pertua GM Tarigan, Bendahara Pertua S Sinulingga, dan anggota yang terdiri dari Diaken Kristen Bangun, Diaken K Sipayung, Diaken Nd Martin Tarigan, serta Diaken Saymara.

Pada tahun 1994, majelis atas nama Maruhun Janangkih Pinem telah membeli sebidang tanah bekas milik adat seluas 864 m2 berikut bangunan di atasnya yang terletak di jl. Tanjung Barat No.148A. Dan pada tanggal 1 Februari 1999, sebidang tanah ini telah memiliki Sertifikat Hak Milik No. 2905 yang dikeluarkan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan, Hari Widiarto.

Sejak tanggal 24 September 1995, GBKP Pasar Minggu telah aktif menyelenggarakan ibadah minggu di Jalan Tanjung Barat Nomor 148A yang dipimpin oleh pendeta. Pada tanggal 27 Oktober 2004  panitia pembangunan gereja mengajukan ijin pembangunan rumah ibadah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasilnya, pada tanggal 14 Februari 2005, Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan IMB dengan Nomor 01439/IMB/2005 untuk mendirikan bangunan baru dan kantor. Namun, IMB ini tidak sesuai dengan yang diajukan GBKP Pasar Minggu yaitu IMB untuk pembangunan rumah ibadah.

Bulan Januari 2006, majelis dan panitia pembangunan gereja memutuskan merenovasi bangunan rumah rumah pendeta dan gedung ibadah GBKP Pasar Minggu yang terletak di Jalan Tanjung Barat Nomor 148A. Alasan renovasi adalah mengingat pertumbuhan jumlah jemaat di GBKP Pasar Minggu dan untuk mendukung kenyamanan dalam beribadah. Dasar renovasi ini adalah IMB Nomor 01439/IMB/2005 yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pada hari Minggu, 12 Maret 2006, sekelompok warga melaksanakan unjuk rasa. Warga keberatan terhadap kegiatan renovasi bangunan, meminta penutupan tempat ibadah GBKP Pasar Minggu, dan seluruh aktifitas jemaat dilokasi tersebut dihentikan. Dasar penolakan mereka karena di depan gereja terdapat bangunan majelis taklim. Aksi unjuk rasa ini sempat diwarnai keributan yang mengakibatkan beberapa anggota panitia pembangunan mengalami luka-luka. Atas kejadian ini, pihak kepolisian secara sepihak memberlakukan penyegelan dengan pemasangan police line di lokasi tersebut.

Pasca kejadian tersebut, jemaat GBKP Pasar Minggu harus berpindah-pindah lokasi ke beberapa tempat untuk melakukan ibadah hari minggu. Lokasi yang digunakan yaitu Gedung Tranka Kabel (2006), GPIB Pasar Minggu (2006), Gedung Graha Simatupang (2007), Gereja Haleluya Taman Mini (2008), Gedung Sinar Kasih, Dewi Sartika (2011), dan Gedung Beyond Menara FIF (2016).

Selai itu, jemaat GBKP tidak bisa melaksanakan ibadah minggu di GBKP Tanjung Barat Jalan Raya Tanjung Barat Nomor 148A. Namun, sejak tahun 2009 aktifitas lainnya masih dapat dilakukan sepanjang tidak dilaksanakan di hari Minggu. Aktifitas tersebut adalah Kebaktian Rumah Tangga (PJJ), Kebaktian Kaum Ibu (Moria), Kebaktian Kaum Bapak (Mamre), Kebaktian Kaum Pemuda-Pemudi (Permata), dan Kebaktian Penghiburan bagi rumah taggga yang mengalami duka cita.

Tanggal 24 Maret 2010, Majelis GBKP Pasar Minggu mengajukan surat Nomor 6/RG-PM/III/2010 kepada Gubernur DKI Jakarta perihal permohonan tempat beribadah untuk GBKP Pasar Minggu. Sampai dengan saat ini Majelis GBKP Pasar Minggu belum mendapatkan jawaban atas permohonan tersebut. Dan sejak tanggal 22 Mei 2016 hingga kini, Jemaat GBKP Pasar Minggu telah kembali melaksanakan aktifitas ibadah minggu yang berlokasi di Jalan Raya Tanjung Barat Nomor 148A. Hal ini bisa dilaksanakan setelah melakukan pendekatan berkali-kali kepada RT/RW dan tokoh di sekitar Tanjung Barat, dengan catatan tidak menampilkan simbol-simbol di gedung bangunan (Salib dan plang nama).

Bahwa pada tanggal 22 Juni 2016, Camat Jagakarsa menginisiasi pertemuan antara Muspika, Tokoh Masyarakat, FPI, FUI, dan Majelis GBKP Pasar Minggu yang menghasilkan kesepakatan untuk memberikan waktu bagi Majelis GBKP Pasar Minggu untuk mengurus dan menyelesaikan IMB rumah ibadah di Jalan Tanjung Barat Nomor 148A.

Batas yang diberikan ialah hingga tanggal 26 September 2016. Latar belakang pertemuan ini adalah karena masih ada sebagian masyarakat yang mempermasalahkan ibadah minggu oleh GBKP Pasar Minggu. Pada bulan Juli 2016 majelis dan panitia pembangunan gereja telah melakukan upaya verifikasi KTP dan KK kepada pemerintah daerah terkait sebagai bagian dari proses mengurus IMB. Pada tanggal 20 Juli 2016, majelis gereja telah mengajukan surat kepada Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi DKI tentang Permohonan Surat Keterangan Tanda Lapor Gereja. Pada tanggal 20 Juli 2016, Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi DKI telah memberikan Surat Keterangan Lapor Gereja kepada GBKP Pasar Minggu yang beralamat di Jalan Tanjung Barat Nomor 148A. Pada tanggal 21 Juli 2016, majelis mengajukan surat Nomor 08/GBKP-PM/JAKBAN/VII/2016 kepada Lurah Tanjung Barat perihal Permohonan Ijin Domisili Tempat Ibadah bagi Jemaat GBKP di daerah Tanjung Barat.

Panitia Pembangunan GBKP Pasar Minggu pada tanggal 21 Juli 2016 mengajukan surat Nomor 01/GBKP-PM-PP/VII/2016 kepada Lurah Tanjung Barat perihal Permohonan Keterangan Tentang Keperluan Nyata dan Sungguh-sungguh Tempat Ibadah bagi Jemaat GBKP di daerah Tanjung Barat. Pada tanggal 25 Juli 2016 panitia pembangunan GBKP Pasar Minggu mengajukan surat Nomor 02/GBKP-PM-PP/JAKBAN/VII/2016 kepada ketua FKUB wilayah Jakarta Selatan tentang Surat Permohonan Rekomendasi FKUB Jakarta Selatan. Pada tanggal 28 Juli 2016, ada aksi sekelompok masyarakat intoleran di kantor kelurahan Tanjung Barat. Mereka mendesak Lurah Tanjung Barat untuk menghentikan aktifitas ibadah dan menolak memberi IMB GBKP Pasar Minggu  di Jalan Tanjung Barat Nomor 148A. Pada tanggal 29 Juli 2016, atas saran Kapolsek Jagakarsa maka Lurah Tanjung Barat meminta aktifitas ibadah hari minggu pada tanggal 31 Juli 2016 dihentikan.

Pada tanggal 9 Agustus 2016, panitia pembangunan GBKP Pasar Minggu mengajukan surat Nomor 03/GBKP-PM-PP/VII/2016 kepada Lurah Tanjung Barat perihal Permohonan Keterangan Tentang  Keperluan Nyata dan Sungguh-sungguh Tempat Ibadah bagi Jemaat GBKP di daerah Tanjung Barat. Pada tanggal 11 Agustus 2016, Lurah Tanjung Barat mengirim surat kepada Panitia Pembangunan GBKP Pasar Minggu yang isinya belum dapat memberikan rekomendasi keperluan nyata dan sungguh-sungguh tempat ibadah bagi jemaat GBKP di daerah Tanjung Barat. Dalil yang digunakan Lurah adalah bahwa dari 105 jemaat GBKP hanya ada 11 jemaat saja yang merupakan warga Kelurahan Tanjung Barat. Hal ini tidak sesuai dengan SKB yang menyebutkan paling sedikit 90 jemaat dengan batas wilayah. Kemudian, dari 75 warga sekitar yang menandatangani persetujuan berdirinya rumah ibadah, hanya 25 orang saja yang mengaku setuju dan sisanya tidak mengetahui maksud dan tujuan permintaan dukungan tanda tangan.

Tanggal 16 September 2016, Walikota Jakarta Selatan memanggil Lurah Tanjung Barat dan Camat Jagakarsa. Dalam pertemuan ini, Walikota mengatakan bahwa Lurah Tanjung Barat telah melampaui kewenangannya untuk melakukan verifikasi persyaratan dukungan tanda tangan 60/90 yang termuat dalam SKB 2 Menteri. Menurut Walikota, verifikasi ini adalah tugas FKUB Jakarta Selatan. Dan pada tanggal 27 September 2016, Lurah Tanjung Barat mengeluarkan surat yang isinya meminta Pengurus GBKP Pasar Minggu untuk menghentikan kegiatan GBKP Pasar Minggu sesuai kesepakatan rapat pada 22 Juni 2016.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home