Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 17:04 WIB | Selasa, 07 April 2015

Laporan Awal Tahun Intoleransi di Indonesia

Laporan Awal Tahun Intoleransi di Indonesia
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat (tengah) bersama Koordinator Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Jayadi Damanik (kanan), dan anggota KBB Subkhi Azhari (kiri), saat menggelar jumpa pers terkait hasil laporan awal tahun tiga bulanan tentang kasus-kasus intoleransi di Indonesia yang digelar di kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Selasa (7/4) (Foto-foto: Dedy Istanto).
Laporan Awal Tahun Intoleransi di Indonesia
Desk KBB terdiri atas (Ki-Ka) Odis Shorota, Subkhi Azhari, Imdadun Rahmat, Jayadi Damanik, dan Vello Okta Rini, saat menggelar jumpa pers terkait dengan laporan kasus pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia yang digelar di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Laporan Awal Tahun Intoleransi di Indonesia
Koordinator KBB Jayadi Damanik saat membacakan sejumlah kasus-kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia yang sampai dengan tahun ini masih terus terjadi dan belum terselesaikan.
Laporan Awal Tahun Intoleransi di Indonesia
Komnas HAM bersama Desk KBB saat menggelar jumpa pers terkait dengan hasil laporan tiga bulan di awal tahun 2015 tentang kasus-kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melaporkan kasus-kasus intoleransi terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan serta kasus pelanggaran terhadap hak asasi manusia, periode tiga bulanan. Pelapor khusus KBB dalam tiga bulan terakhir, awal tahun 2015, telah melakukan penanganan atas kasus-kasus pelanggaran itu di Indonesia melalui mekanisme pemantauan, penyuluhan, serta mediasi.

Beberapa kasus pelanggaran terhadap pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dilaporkan di antaranya pelarangan penggunaan Musholla As Syafiiyah di Denpasar, penghentian pembangunan Masjid Nur Musafir Batuplat di Kupang, penyegelan Masjid Jemaat Ahmadiyah di Depok, kekerasan di Masjid Az Zikra di Bogor, dan pelarangan penggunaan Masjid Ahmadiyah di Banjar.

Dari semua kasus tersebut Komnas HAM dan KBB menyimpulkan kasus intoleransi masih terjadi di berbagai daerah, baik berupa kasus lama maupun kasus baru. Proses penegakan hukum juga dinilai masih terlalu sulit karena pelaku pelanggaran ada juga yang melibatkan oknum aparat.

Kedua penanganan pelanggaran intoleransi selama ini menggunakan pendekatan per kasus yang masih belum efektif dalam penyelesaian. Pendekatan penyelesaian kasus pelanggaran dinilai tidak maksimal karena Komnas HAM tidak memiliki kewenangan penegakan hukum.

Melihat kondisi itu Komnas HAM mencari jalan keluar dengan mencoba mengoptimalkan peran konsultasi dan penyuluhan, terutama pada aparatur pemerintah yang disinyalir telah melakukan pelanggaran toleransi. Selain itu mendorong perubahan berbagai aturan yang melanggar HAM yang tertera dalam Penetapan Presiden (PNPS) Nomor 1 Tahun 1965, Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, serta Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 2008 tentang Ahmadiyah, yang telah menjadi akar munculnya pelanggaran intoleransi di lapangan sehingga diperlukan revisi dan bila perlu dicabut.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home