Loading...
RELIGI
Penulis: Ignatius Dwiana 08:08 WIB | Sabtu, 18 Januari 2014

Majelis Sinode GPIB Bantah Penjualan Aset Cagar Budaya GPIB Immanuel

Majelis Sinode GPIB Bantah Penjualan Aset Cagar Budaya GPIB  Immanuel
GPIB Immanuel. (Foto dari gpib.org)
Majelis Sinode GPIB Bantah Penjualan Aset Cagar Budaya GPIB  Immanuel
Dari kiri ke kanan, Markus Manuhutu, Sheila Salomo, dan Richard Van Der Muur. (Foto: Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) membantah pernyataan Konsistorium Tim Warga Gereja Peduli GPIB pada Desember lalu tentang penjualan aset yang terletak dalam Situs Cagar Budaya kepada TNI AD.

Bantahan ini disampaikan ketika satuharapan.com melakukan konfirmasi ke kantor Majelis Sinode GPIB  Immanuel Jakarta pada Rabu (15/1).

“Apa yang disampaikan Konsistorium itu penyesatan. Itu penyesatan luar biasa. Keterangan yang menyesatkan.” kata Sheila Salomo mewakili kuasa hukum. Sembari menunjukkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0128/M/1988 tentang  Penetapan Beberapa Gedung, Museum, Masjid, dan Gereja sebagai Cagar Budaya yang Dilindungi Monumenten Ordonnantie Staatsblad Nomor 238 Tahun 1931.

Dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan disebutkan batas-batas Gereja Immanuel. Sebelah utara, Jalan Pejambon. Sebelah timur, perumahan penduduk. Sebelah selatan, gedung perkantoran. Sebelah barat, Jalan Merdeka Timur.

Ketua Empat Majelis Sinode GPIB dan Ketua Tim Pelaksana Eksekusi Tanah Pejambon Richard Van Der Muur menjelaskan bahwa tanah yang dimaksudkan dijual itu tidak termasuk dalam cagar budaya.

Selain itu tanah yang dimaksud itu bukan dijual. “Kita ini sifatnya pelepasan hak. Kita melepaskan itu ke negara.”

Lanjutnya, “Tanah kita lebih kurang seluas 2,1 hektar. Sudah ditempati TNI lebih kurang 50 tahun. Ada bangunan, bangunan TNI. Bukan bangunan kami. Karena itu diperlukan untuk kepentingan pengamanan, maka dilepaskan kepada negara. Jadi gereja memberikan kepada negara. Ini bukan proses jual beli.”

Sheila Salomo menambahkan,”Kita memastikan bahwa itu untuk kepentingan negara. Di pelepasan hak itu ditulis ‘Untuk Negara’. Tidak boleh untuk bisnis dalam bentuk apa pun. Itu sudah jelas.”

GPIB sebelum melepaskan aset membentuk tim untuk menjajaki, mengkaji segala sesuatu, dan bertemu TNI beserta timnya. Keduanya berkolaborasi.

Keputusan pelepasan kepemilikan tanah itu diputuskan dalam Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB di Makassar, Februari 2013. Mengingat,”Tanah itu milik GPIB. Bukan milik perorangan, bukan milik jemaat Imanuel.” kata Richard. “Hasil kajian sudah disampaikan dan disetujui. Semua sepakat.”

Pembayaran bukan dari APBN

Konsistorium Tim Warga Gereja Peduli GPIB juga mempersoalkan pelepasan aset GPIB  yang dibayar bukan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tetapi malah dibayar pihak swasta, yaitu PT. Palace Hotel. Richard menjelaskan PT. Palace Hotel merupakan unit usaha di bawah Yayasan TNI AD.

“Ketika yang membayar itu Yayasan dengan memerintahkan salah satu unit usahanya, buat kami clear. Buat orang yang tidak mengerti itu menjadi diada-adakan.”

Lanjutnya,“Artinya itu domain-nya TNI lah.”

Sheila Salomo menambahkan,”Dan ketika itu dibayar, yayasan tahu bahwa tanah ini bukan atas nama yayasan tetapi untuk negara.”

Richard juga mengakui banyak pertanyaan datang dari jemaat GPIB mengenai pelepasan aset dan semua pertanyaan itu telah dijawab.

Sementara Pimpinan Majelis Sinode XIX GPIB Markus Manuhutu menjelaskan tentang pengambilan keputusan di GPIB,”Aturan kami di gereja ini yang berhak memutuskan itu lembaganya, yaitu majelis umat yang berkumpul di persidangan.”

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home