Loading...
SAINS
Penulis: Sotyati 09:18 WIB | Selasa, 26 Juli 2016

Menag: Identitas Indonesia adalah Religiusitas

Menag Lukman Hakim berfoto bersama Mahasiswa Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia di Al Azhar University, Kairo, Mesir. (Foto: kemenag.go.id/Khoirul Huda)

KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia menggelar simposium internasional tahun 2016 di Al-Azhar University, Kairo, Mesir. Simposium yang dihadiri sekitar 300 perwakilan PPI dari 46 negara itu mengangkat tema “Meneguhkan Indentitas Bangsa Indonesia”.

Simposium itu dibuka oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Di depan para calon pemimpin bangsa itu, Menag Lukman menegaskan nilai-nilai agama dan religiusitas sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia. "Indonesia adalah bangsa yang sangat religius. Masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai agama, dan itulah yang harus dijaga, dipelihara, dan dikembangkan," kata Menag, Minggu (24/7), seperti dilansir kemenag.go.id.

Dia berpendapat, Indonesia lahir melalui perjuangan panjang para pendahulu yang dilandasi spirit religiusitas dan nilai keagamaan. Secara arif, para pendiri bangsa bahkan menjadikan agama sebagai faktor perajut dan perangkai keragaman bangsa yang sangat plural sehingga keutuhan dan kesatuannya tetap terjaga. "Nilai agama itulah sesungguhya yang berfungsi menjaga keutuhan kita. Apa pun etnis dan suku bangsa kita, semua menjunjung tinggi nilai agama," ujarnya.

Menag mengakui, agama memiliki sisi dalam (esoterik/hakikat) dan sisi luar (eksoterik/syariat). Menurutnya, semua agama bertemu di titik yang sama pada sisi hakikat, yaitu agar manusia bisa hidup sesuai harkat dan martabatnya.

Agama juga memiliki sisi eksoterik yang beragam. Layaknya sebuah jalan, agama memiliki keragaman. Namun demikian, Menag menambahkan, keragaman jalan adalah sesuatu yang sunnatullah dan tidak semestinya diseragamkan. Keragaman menjadi berkah manusia agar bisa saling melengkapi atas semua keterbatasan yang ada.

Untuk itu, Menag mengajak para calon pemimpin bangsa yang tergabung dalam PPI itu untuk mengedepankan sisi dalam (hakikat) agama saat berbicara di tengah kemajemukan. Sebab, pada sisi esoterik, semua agama bertemu pada gelombang dan tujuan yang sama.

"Kalau bicara di tengah kemajemukan, maka bicara agama adalah bicara sisi dalamnya karena semua kita akan bertemu pada gelombang dan tujuan yang sama. Bukan mempertahankan sisi luar yang memang fitrahnya berbeda antara satu dengan yang lain. Dan perbedaan itu bukan untuk saling menegasikan antara kita," dia berpesan.

Pembukaan simposium internasional di Auditorium Muhammad Abduh Al Azhar University itu berlangsung dalam suasana hangat. Para pelajar yang tergabung dalam PPI, baik utusan dari kampus Amerika, Eropa, Afrika, Australia, dan Pasifik, tampak antusias berkumpul dan berdialog dengan Menteri Agama.

 

Ikut mendampingi Menag, Dubes RI di Mesir Helmi Fauzi, Direktur Pendidikan Tinggi Islam Amsal Bahtiar, Pgs Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Muchlis M Hanafi, Sekretaris Menteri Khoirul Huda Basyir.

Simposium ini mengundang sejumlah narasumber dari Indonesia, yaitu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar. Selain itu, hadir juga sebagai narasumber, Yudi Latief dan J Kristiadi.

Konstitusi Sarat dengan Nilai Agama

PPI merupakan wadah perhimpunan yang beranggotakan pelajar Indonesia yang sedang belajar di luar negara Indonesia. Mereka adalah pelajar yang sedang menuntut ilmu dalam berbagai strata pendidikan/universitas (S1, S2, S3, pasca doktoral) di manca negara.

Kepada para diaspora pelajar Indonesia, Menag berpesan, bangsa Indonesia patut bersyukur karena memiliki Pancasila yang seluruhnya merupakan nilai-nilai agama. Bahkan tidak hanya Pancasila, tapi konstitusi negara juga sarat dengan nilai-nilai agama.

Pembukaan UUD, misalnya, menegaskan kemerdekaan adalah berkat rahmat Tuhan. Pasal 9 UUD mengatur para penyelenggara negara harus disumpah dengan menyebut nama Tuhan. Peradilan di Indonesia juga mengenal peradilan agama. HAM di Indonesia juga menjadikan agama sebagai salah satu pertimbangan dalam membatasi kebebasan dan hak seseorang.

"Konstitusi kita sarat dan kental dengan nilai agama. Karenanya, ketika mendalami ilmu pengetahuan di negara mana pun, saya harap kalian tetap bisa menjaga bahwa religiusitas dan spiritualitas yang sudah menjadi indentitas kita sebagai bangsa harus tetap dipelihara dan dikembangkan," ia menegaskan.

Berangkat pada Kamis (21/7) lalu, Menag Lukman juga melakukan kunjungan kerja ke Lebanon. Selama di Lebanon, Menag melakukan sejumlah pertemuan, antara lain dengan Grand Mufti Dar El Fatwa Sheikh Abdel Latif Derian. Menag juga menjadi keynote speech pada seminar tentang “Islam dan Nasionalisme Menuju Persatuan Bangsa” di Beirut.

Dari Lebanon, Menag bertolak ke Mesir untuk membuka Simposium Internasional Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia Tahun 2016. Menag juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh Mesir, yaitu Menteri Wakaf Mesir dan Grand Sheikh Al Azhar. (kemenag.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home