Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:57 WIB | Senin, 11 Juli 2016

Australia Tujuan Favorit Pelajar Indonesia karena Kesempatan Kerja

Ilustrasi mahasiswa S2 dan S3 di Curtin University, Australia Barat. (Foto: radioaustralia.net.au/Akhdian Repawalli)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Australia, menjadi destinasi favorit bagi pelajar Indonesia yang ingin menuntut ilmu, dibandingkan negara barat lainnya seperti Inggris, selain karena faktor jarak yang tidak terlalu jauh juga banyaknya kesempatan untuk sambil bekerja.

Hal ini diungkapkan dosen asal Indonesia, Murniati Mukhlisin, yang diutus University of Essex, Inggris untuk menjadi pembicara tentang akuntansi Islam, pada The Eight Asia-Pacific Interdisciplinary Research in Accounting Conference.

Ia mengatakan, banyaknya mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia dan juga di Inggris karena didukung faktor kedua negara menggunakan bahasa Inggris, demikian dilansir dari Antara di Jakarta Senin (11/7)

Mahasiswi University of Quensland, Brisbane, Swasmi Sutanto, mengatakan kendati demikian, Australia dan Inggris dua negara yang diminati mahasiswa dari seluruh dunia ketimbang negara lainnya, karena beberapa universitas berada di peringkat atas dunia yang artinya pendidikan yang ditawarkan dipercayai sangat bermutu.

Murniati Mukhlisin mengatakan, konferensi yang diadakan sekali dalam tiga tahun berlangsung dari tanggal 13 sampai 15 Juli di kampus Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Melbourne dihadiri sekitar 300 dosen dan guru besar bidang akuntansi dari berbagai negara.

Sebelum konferensi dengan ditemani mahasiswi Monash University, Ana Siti Nur Khasanah, berkesempatan melihat Melbourne pada waktu malam itu, khususnya di sekitar Flinders Street yang disesaki pengunjung khusus mahasiswa serasa berada di Kota Pelajar Yogyakarta.

Menurut Murniati Mukhlisin, wajar saja nampak seperti kota pelajar, Melbourne dikelilingi enam universitas besar seperti University of Melbourne, Monash University, Deakin University, Royal Melbourne Institute of Technology, La Trobe University dan Victoria University.

Ana, penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang kuliah di jurusan Teaching English as a Second Language (TESOL) betah kuliah di Monash, karena mudah menemukan masjid dan makanan halal termasuk makanan khas Indonesia juga komunitas Muslim Indonesia.

Menurut Kedutaan Besar Australia, mahasiswa Indonesia di negara itu hingga saat ini berjumlah 15.000 orang. Sebagian besar mereka kuliah dengan bantuan beasiswa baik dari Pendidikan Tinggi (Dikti), Pendidikan Tinggi Islam (Diktis), LPDP, instansi pemerintah Indonesia, Australian Development Scholarship, Endeavour Scholarship, dan sebagian lainnya biaya sendiri.

Sementara jumlah mahasiswa Indonesia di Inggris sekitar 3.000 orang, seperti yang diungkapkan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik baru-baru ini di sebuah media. Sebagian besar mendapat bantuan beasiswa.

Menurut Murniati, dilihat dari jumlahnya, wajar Australia menjadi destinasi favorit bagi mahasiswa Indonesia dibandingkan negara barat lainnya, Inggris misalnya, karena jarak dari keluarga di Indonesia dan adanya kesempatan bekerja.

Hal ini dikatakan Swasmi Sutanto, mahasiswi University of Quensland, Brisbane pilihannya ke Australia dibandingkan Inggris adalah, karena dua hal tersebut. Suaminya yang menemaninya tugas belajar dengan mudah mendapatkan pekerjaan paruh waktu di Brisbane.

Sementara itu Herru Suherman yang menemani istrinya kuliah PhD di Skotlandia, Inggris membenarkan apa yang disebut Swasmi tidak mudah mendapatkan pekerjaan di Inggris, walaupun pekerjaan tanpa keterampilan khusus seperti petugas kebersihan dan pengantar surat.

Namun demikian dibandingkan di Inggris, biaya kesehatan jauh lebih mahal di Australia. Septaliana Dewi Prananingtyas mahasiswi PhD di RMIT mengatakan, biaya asuransi kesehatan yang dibayar suami dan satu anak sekitar Rp100 juta untuk masa empat setengah tahun. Sedangkan biaya kesehatan di Inggris selama ini gratis hingga sejak tahun lalu, yang mewajibkan setiap pemegang visa pelajar dan anggota keluarganya harus membayar 200 poundsterling atau Rp 4 juta setahun untuk biaya kesehatan NHS.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home