Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 15:35 WIB | Kamis, 29 September 2016

OTT Irman Gusman Keluar dari Standar Etika

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan barang bukti berupa uang sebesar Rp 100 juta yang diduga sebagai pemberian kepada Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dalam operasi tangkap tangan (OTT) di kediamannya di Jakarta pada hari Jumat (16/9). KPK telah menetapkan tiga tersangka di antaranya XXS, MMI, dan IG yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi atas pengurusan kuota gula impor yang diberikan kepada Bulog kepada pihak swasta di tahun 2016 untuk Provinsi Sumatera Barat. (Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan ditangkapnya Irman Gusman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) sudah keluar dari standar etika.

Menurut dia, para pejabat negara dan pimpinan lembaga tinggi negara sering mendapatkan prosedur yang tidak benar karena etika hukum yang dijalankan sudah turun.

“Persoalannya kita sekarang ini karena standar etika hukum kita sudah turun sekali sehingga sebagai pejabat negara dan pimpinan lembaga tinggi tidak mendapatkan prosedur yang benar,” kata Fahri dalam Rapat Tim 10 Kasus Irman Gusman, di Ruang Rapat Pimpinan DPD, Jakarta Pusat, hari Kamis (29/9).

Selain itu, Fahri siap diundang kembali oleh Tim 10 untuk membuka secara jelas terkait kasus yang menimpa Irman Gusman karena dirinya memiliki data yang bisa diungkap. Menurut dia, DPD memiliki hak istimewa untuk memanggil, bertanya dan menyusun satu konstruksi investigasi yang lebih masif dan menyeluruh.

“DPD harus 'mencium' kasus ini sebagai persoalan. Saya usulkan agar Tim 10 bekerja lebih serius dan mengundang para pakar,” kata dia.

Politisi Partai PKS ini menilai tidak layak menyebut institusi DPD dapat melakukan korupsi terkait jabatan karena DPD tidak memiliki kewenangan lebih seperti yang dimiliki DPR. Hal ini terkait dengan kasus Irman Gusman yang ditangani KPK.

“Maka sangat tidak layak kalau DPD dianggap korupsi atau pidana yang terkait jabatan. Apa kekuatan DPD? Kan tidak ada," kata Fahri.

Fahri menilai saat ini DPD cenderung posisinya hanya simbolik saja, tidak memiliki kewenangan lebih misalnya fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Menurut dia, kasus Irman itu menunjukkan diperlukan kehati-hatian dalam bekerja di institusi DPD khususnya untuk memproteksi kelembagaan.

“Saya cenderung DPD diberikan kewenangan lebih seperti DPR jadi warga di daerah memiliki sandaran lain selain utusan dari parpol,” kata dia.                                   

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home