Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 12:56 WIB | Minggu, 20 September 2015

Patriark Baghdad: Kristen akan Hilang dari Timur Tengah

Orang Kristen Irak hadir di ibadah di Gereja Katolik Khaldea Mar George Baghdad, 1 Maret 2015. Mereka berjanji tidak akan meninggalkan negara mereka walaupun mendengar ada pembantaian pada lebh dari 100 orang Kristen Asyur di Irak Utara oleh ISIS. (Foto: Reuters/Ahmed Saad)

SATUHARAPAN.COM – Pemimpin Gereja Katolik Khaldea di Baghdad telah memperingatkan bahwa ada sisi lain untuk krisis pengungsi yang sedang berlangsung, yaitu bahwa organisasi yang membuat misi mereka untuk tidak hanya menyambut tapi memprioritaskan pengungsi Kristen mungkin menyebabkan seluruh Timur Tengah kehilangan orang Kristen.

Patriark Khaldea Baghdad—Pemimpin Gereja Katolik bagi Kaum Kasdim di Irak—Louis Raphael I, mengatakan “deklarasi inilah yang mungkin menghasut orang-orang kami untuk beremigrasi secara tidak bertanggung jawab saat ini,” menurut The Irish Catholic.

Jutaan orang telah meninggalkan Irak dan Suriah, melarikan diri ancaman perang dan terorisme sipil. Mereka kemudian pindah ke Eropa dan negara-negara Barat lainnya.

Mereka bertemu berbagai repons. Jerman menawarkan diri untuk mengambil sebanyak 800.000 pengungsi. Tapi, ada juga yang melakukan pertimbangan agama—Pemerintah Slovakia, misalnya, mengatakan bahwa mereka hanya dapat membantu para pengungsi Kristen, dan mengusir yang Muslim.

Orang Kristen Irak sedang berbaris untuk menenti bantuan dari Gereja Khaldea di Beirut, Lebanon, 13 Agustus 2014. (Foto: Reuters/Ahmed Azakir)

Masalah ini juga menimbulkan perdebatan di Australia. Uskup Agung Gereja Katolik di Sydney Anthony Fisher bersikeras bahwa orang Kristen Suriah memiliki kerabat dan afinitas budaya di Australia, dan harus dibantu pertama. Komentarnya dikritik oleh Mufti Australia dan otoritas Sunni tertinggi, Ibrahim Abu Mohamed, yang mengatakan bahwa prioritas tersebut adalah “diskriminatif.”

Raphael mengatakan bahwa walaupun penting untuk membantu para pengungsi yang membutuhkan bantuan, organisasi-organisasi itu tidak harus mendorong orang Kristen untuk meninggalkan tanah air asli mereka, yang pada dasarnya bisa menghapus orang Kristen dari Timur Tengah.

Dia menandaskan bahwa “negara-negara Eropa harus memberikan perlindungan bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya, tanpa memandang agama. Dan mereka harus menghindari bertindak membabi buta, hanya membantu orang-orang yang mengaku Kristen.”

Uskup juga menentang kelompok-kelompok yang bekerja “untuk memfasilitasi eksodus orang Kristen,” memperingatkan bahwa upaya tersebut “mendorong orang Kristen untuk meninggalkan negara mereka dan para pengikut Kristus itu di mana-mana mengaku sebagai teraniaya.”

Raphael mencatat peran destruktif kelompok teror ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) telah bermain di krisis. Dan, ia mengatakan bahwa satu-satunya solusi yang langgeng adalah “yang dapat diimplementasikan di lapangan.”

Para pemimpin senior di Gereja Katolik Suriah juga telah membuat peringatan serupa dan mendesak orang-orang muda Kristen untuk tetap tinggal di negara yang dilanda perang meskipun kekerasan yang sedang berlangsung dan penganiayaan yang akan mereka hadapi.

“Gelombang hampir komunal emigrasi orang muda, terutama di Suriah, tetapi juga di Lebanon dan Irak, menghancurkan hati saya, melukai saya secara mendalam dan seperti saya mendapat pukulan yang mematikan,” kata Patriark Katolik Melkite Yunani Gregorios III dalam sebuah surat terbuka di awal September.

“Mengingat tsunami emigrasi ini ... apa masa depan apa yang tersisa bagi Gereja? Apa yang akan menjadi tanah air kita? Apa yang akan terjadi pada paroki dan lembaga kita?” tanya Gregorios.

Statistik menunjukkan bahwa hampir setengah juta, atau 450.000 Kristen Suriah telah meninggalkan rumah mereka sejak 2011 saat perang saudara dimulai. (christiapost.com)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home