Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 05:33 WIB | Senin, 09 November 2020

PBB: Sembilan Juta Orang Ethipia Berisiko Mengungsi Akibat Konflik

Seorang pria milisi Wilayah Amhara Ethiopia berpose di kota Musebamb, 44 kilometer barat laut dari Gondar, pada hari Sabtu (7/11/2020), ketika anggota parlemen Ethiopia memilih untuk menggantikan pemerintah negara bagian federal Tigray yang sekarang, setelah tentara melancarkan serangan udara untuk menghancurkan aset militer di wilayah tersebut dalam konflik internal yang memburuk. (Foto: AFP)

ADIS ABABA, SATUHARAPAN.COM-Sembilan juta orang berisiko mengungsi dari konflik yang meningkat di wilayah Tigray Ethiopia, kata Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), memperingatkan bahwa pernyataan keadaan darurat pemerintah federal memblokir makanan dan bantuan lainnya.

Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, terus maju dengan serangan militer yang dia umumkan pada hari Rabu (4/11) melawan wilayah utara, meskipun ada permintaan internasional untuk melanjutkan dialog dengan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Kelompok itu memimpin koalisi multi etnis yang berkuasa di negara itu sampai Abiy menjabat pada 2018.

Pada hari Jumat (6/11) dia bersumpah bahwa serangan udara di Tigray akan terus berlanjut. Meskipun serangan awal menargetkan gudang senjata dan situs militer, Abiy memperingatkan warga sipil untuk menghindari pertemuan massal agar mereka tidak menjadi "korban tambahan." Hal itu meningkatkan ketakutan di kalangan warga.

Sekitar 600.000 orang di Tigray bergantung pada bantuan makanan untuk bertahan hidup, sementara satu juta lainnya menerima bentuk dukungan lain, yang semuanya terganggu, kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dalam sebuah laporan yang dirilis hari Sabtu (7/11).

Bentrokan antara pasukan federal dan pasukan Tigrayan telah pecah di delapan lokasi di wilayah tersebut, menurut laporan itu.

Enam kombatan tewas dan lebih dari 60 luka-luka dalam pertempuran di dekat perbatasan antara wilayah Tigray dan Amhara, satu sumber kemanusiaan mengatakan, hari Minggu (8/11). Kedua belah pihak menderita korban dan beberapa yang terluka dibawa ke rumah sakit di dalam dan dekat kota Gondar, kata sumber itu.

“Lambang Neraka”

Serangan belalang gurun di Afrika Timur telah menghantam Tigray dengan sangat keras dan upaya untuk memerangi kawanan serangga dikhawatirkan akan berhenti, karena konflik tersebut, yang mempertaruhkan kehancuran lebih lanjut pada tanaman, kata laporan PBB.

Abiy memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian tahun lalu, karena berdamai dengan tetangganya Eritrea. Menerima kehormatan, dia menyebut perang sebagai "lambang neraka" dan merujuk diri sendiri waktu berada di garis depan dalam perang 1998-2000 yang merenggut lebih dari 100.000 nyawa.

Dia mengatakan di Twitter pada hari Sabtu bahwa kampanye militernya "bertujuan untuk mengakhiri impunitas yang telah berlaku terlalu lama", katanya, merujuk pada dominasi Tigrayans dalam politik negara sebelum dia menjabat.

Permusuhan antara Abiy dan bekas sekutunya pun terus meningkat. Orang Tigray mengeluhkan penganiayaan di bawah Abiy yang berasal dari etnis Oromo, yang memerintahkan penangkapan puluhan mantan pejabat senior militer dan politik dari TPLF dalam tindakan keras terhadap korupsi.

Tahun lalu, Abiy mengatur kembali koalisi yang berkuasa menjadi satu partai yang ditolak TPLF untuk bergabung.

Tawaran Mediasi

Para ahli dan diplomat membunyikan peringatan akan potensi perang saudara yang dapat mengguncang negara berpenduduk 110 juta jiwa dan kawasan strategis Tanduk Afrika itu.

Komando terbesar militer federal, dan mayoritas senjata beratnya, ditempatkan di Tigray. Salah satu risiko terbesar adalah bahwa tentara akan terpecah menurut garis etnis, dengan Tigrayans membelot ke kekuatan wilayah mereka sendiri. Ada tanda-tanda yang sudah terjadi, kata para analis.

Pasukan Tigrayan berjumlah hingga 250.000 orang dan memiliki persediaan perangkat keras militer mereka sendiri yang signifikan, kata para ahli.

"Fragmentasi Ethiopia akan menjadi keruntuhan terbesar negara itu dalam sejarah modern," kata sekelompok mantan diplomat AS dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh Institut Perdamaian AS, hari Kamis (5/11). Eskalasi konflik juga akan membunuh sisa harapan untuk reformasi demokrasi yang telah dijanjikan Abiy, kata pernyataan itu.

Abiy berbicara pada hari Sabtu dengan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, yang "menawarkan jasa baiknya". Kepala PBB juga berbicara pada hari Sabtu dengan ketua Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat, dan Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok, dalam kapasitasnya sebagai ketua kelompok regional Afrika IGAD, menurut juru bicara itu.

Tetapi Abiy tidak mendengarkan permintaan mediasi, kata diplomat dan pejabat keamanan di wilayah tersebut. Dia tidak mengeluarkan pernyataan tentang pembicaraan dengan Sekjen PBB itu.

Parlemen Ethiopia pada hari Sabtu memberikan suara untuk menggantikan pemerintah daerah Tigray, langkah lain untuk menolak legitimasi pemerintahan yang dipilih pada bulan September dalam jajak pendapat yang diadakan yang menyimpang dari pemerintah federal Abiy. (Reuters

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home