Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Reporter Satuharapan 20:48 WIB | Jumat, 04 April 2014

Penyaluran Dana Bansos Ditunda Setelah Pemilu

Ilustrasi.(Foto: setkab.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menolak menunda pembayaran bantuan sosial (Bansos) di kementeriannya, terkait dengan surat yang dikirimkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Presiden yang merekomendasikan agar menghentikan penyaluran bansos di kementerian Kementerian/Lembaga teknis, dan memusatkan belanja bansos di Kementerian Sosial, dan mendesain ulang penyelenggaraan bantuan sosial dalam jangka panjang, menengah dan pendek.

“Sebagian besar bansos di Kemdikbud bersifat sistemik, jadi  penyalurannya tidak boleh ditunda karena Pemilu,” kata Mohammad Nuh di Jakarta, Rabu (2/4).

Mendikbud mengatakan, definisi bansos harus jelas.  Ia menyebutkan,  jangan dikira bansos di Kemdikbud itu bawa uang ke daerah lalu dibagi-bagikan.

“Di Kemdikbud itu bansosnya Biaya Operasional Sekolah (BOS), tunjangan guru, Ujian Nasional (UN), belanja kurikulum, dan lainnya,” jelas M. Nuh seraya menyebutkan, bansos itu masuk kategori bansos yang sistemik, yang didukung dengan payung hukum berupa undang-undang (UU), misalnya Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Mendikbud menjelaskan, bansos ada di setiap kementerian atau lembaga negara sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing lembaga. Tupoksi Kemdikbud, misalnya, berkaitan dengan peserta didik, biaya operasional pendidikan seperti BOS, Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan lain-lain. Kemudian di Kementerian Kesehatan, bansosnya berupa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Bansos yang menjadi bagian dari sistem proteksi sosial dan dari kegiatan yang sudah rutin tahun ke tahun tidak boleh diganggu gugat. Biarkan berjalan,” Mendikbud M Nuh menjelaskan.

Mendikbud juga menambahkan, dalam rapat kabinet Selasa (1/4) lalu, disepakati bahwa penyaluran bansos memang harus diawasi agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai pengelolaan dana bantuan sosial di sejumlah kementerian. Komisi antikorupsi, dalam surat itu, meminta agar penggunaan dana bantuan sosial hanya dikelola oleh Kementerian Sosial.

"Tujuan kami adalah pengelolaan dana bantuan sosial makin tertib namun tepat guna," kata juru bicara KPK, Johan Budi, kemarin.

Menurut Johan, dalam surat tersebut, Komisi juga melampirkan hasil kajian mengenai dana bantuan sosial sejak 2012. Surat itu, kata dia, juga ditembuskan ke Ketua DPR dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

Menurut Johan, salah satu alasan lembaganya mengirim surat ke Presiden adalah keyakinan akan adanya temuan ihwal peningkatan dana bantuan sosial di kementerian hingga Rp 91 triliun untuk tahun ini. Tapi realisasi penggunaan dana bantuan sosial itu tak signifikan. Meski demikian, Johan tak mau menyebutkan jumlah dana yang diduga diselewengkan. "Komisi juga ingin mencegah jangan sampai digunakan untuk kepentingan politik," katanya.

Berdasarkan hasil kajian lembaganya, kata Johan, salah satu penyebab terjadinya penyelewengan dana bantuan sosial di kementerian adalah lemahnya peran inspektorat jenderal. Padahal, untuk mengawasi anggaran, seharusnya inspektorat jenderal kementerian bisa langsung melapor ke Presiden. Tapi, prakteknya, mereka malah melapor ke menteri. "Bahkan seharusnya mereka langsung melaporkan temuan ke penegak hukum, tapi yang terjadi sekarang tak seperti itu," jelas Johan.

Sebelumnya, kata Johan, seluruh gubernur telah dikirimi surat agar mengawasi lebih ketat pengelolaan dana bantuan sosial dengan melibatkan inspektorat daerah. Lembaganya, dia menambahkan, menemukan adanya peningkatan penggunaan dana bantuan sosial menjelang pemilihan umum kepala daerah. "Ada yang alokasinya lebih dari 15 persen anggaran penerimaan dan belanja daerah," ujarnya.

Adapun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan berharap dana bantuan sosial tidak dicairkan lantaran rentan penyalahgunaan. Hal itu terjadi karena tidak ada parameter penggunaan yang jelas dari setiap kementerian. "Kami rekomendasikan dana itu tidak perlu dicairkan, apalagi saat-saat menjelang pemilu," kata Ketua PPATK Muhammad Jusuf di Jakarta, kemarin.

Jusuf memberi contoh modus penyelewengan dana bantuan sosial yang dilakukan bekas Wali Kota Bandung Dada Rosadi dengan menggunakan kartu tanda penduduk palsu, sehingga Pemerintah Kota Bandung menggelontorkan dana Rp 60 miliar. Tak hanya itu, dana bansos juga diberikan kepada hakim Setyabudi sebagai suap agar putusan para terdakwa korupsi dana bantuan sosial yang ditangani hakim itu dihukum ringan dan tak menyentuh Dada. Karena kasus tersebut, Jusuf meminta ada kajian matang terkait dengan penggunaan dana bantuan sosial. "Karena ini uang negara," pungkas Jusuf. (setkab.go.id/kpk.go.id)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home