Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 14:00 WIB | Selasa, 23 Desember 2014

Politisi Anti Islamis Terpilih Jadi Presiden Tunisia

Essebsi dari Partai Nidaa Tounes mengalahkan Moncef Marzouki dari partai Islam, Ennahda. Tunisia tempat mulainya revolusi ''Musim Semi Arab'' tahun 2011. Pemilu 2014 merupakan pemilihan persiden bebas pertama negeri itu.
OPolitisi Senior Tunisia yang dikenal juga anti Islamis, Beji Caid Essebsi, terpilih menjadi presiden negeri itu pada pemilihan umum hari Minggu (21/12). (Foto: dari Al Ahram)

TUNIS, SATUHARAPAN.COM – Politisi senior Tunisia yang dikenal anti-Islamis, Beji Caid Essebsi, dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden negara itu, hari Senin (22/12). Namun demikian  sejumlah pemuda menyatakan protes atas hasil pemilu itu.

Pemilu itu merupakan pemilihan presiden bebas yang pertama di Tunisia yang diharapkan menjadi langkah penting proses demokratisasi di negara Afrika Utara itu. Tunisia juga merupakan tempat pertama lahirnya revolusi Musim Semi Arab pada 2011.

Essebsi yang berusia 88 tahun adalah mantan pejabat pada rezim Tunisia sebelumnya. Dia memperoleh dukungan 55,68 persen suara mengalahkan kandidat lainnya yang juga incumben, Moncef Marzouki pada pemungutan suara hari Minggu, kata komisi pemilihan.

Essebsi telah mengklaim kemenangan tak lama setelah pemungutan suara ditutup. Marzouki, politisi berusia 69 tahun dan aktivis hak asasi manusia yang pernah diasingkan cukup lama, awalnya menolak kemenangan Essebsi, namun kemudian mengaku kalah.

Pada hari Senin, juru bicara Marzouki mengatakan di Facebook bahwa Presiden telah mengucapkan selamat kepada saingannya. Putaran pertama pemungutan suara digelar pada 23 November, dan Essebsi memimpin dengan 39 persen suara, unggul enam poin dari Marzouki.

Partisipasi warga pada babak kedua mencapai 60,1 persen, kata Ketua Komisi Pemilihan, Chafik Sarsar, setelah pihak berwenang mendesak meningkatkan partisipasi pemilih.

Ucapan Selamat dari Obama

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, mengucapkan selamat kepada Essebsi dan memuji pemilihan itu sebagai "langkah penting menuju transisi bagi Tunisia yang demokratis,"  kata pernyataan Gedung Putih.

Menlu AS, John Kerry, mengatakan, "Tunisia telah memberikan contoh yang jelas bagi kawasan itu dan dunia tentang apa yang dapat dicapai untuk demokrasi, konsensus, dan proses politik yang inklusif."

Pemungutan suara itu dianggap sebagai pertanda di Tunisia, negeri yang memicu revolusi massa Musim Semi Arab pada 2011 dengan penggulingan orang kuat, Zine El Abidine Ben Ali.

Namun, revolusi berlangsung pahit dan memecah belah rakyat negeri itu. Pihak Marzouki masih menuding bahwa kemenangan bagi Essebsi akan menandai kembalinya elite tua dari penguasa lama Tunisia.

Essebsi pada gilirannya menuduh Marzouki yang mewakili partai Islam, Ennahda, cukup untuk memerintah Tunisia setelah revolusi, dan telah menjabat sebagai presiden.

Namun setelah menyatakan kemenangan pada hari Minggu, Essebsi meminta Marzouki untuk "bekerja sama demi masa depan Tunisia".

Pemungutan suara itu adalah untuk pertama kalinya bagi Tunisia setelah merdeka dari Prancis pada tahun 1956.

Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, hari Senin mengucapkan selamat atas pemilihan yang menjadi tonggak sejarah negara itu. Presiden Aljazair, Abdelaziz Bouteflika, tetangga Tunisia juga mengucapkan selamat kepada Essebsi.

Bertahan dari Musim Semi Arab

Mingguan Tunis, Hebdo, mengatakan bahwa pemilihan presiden itu akan "meningkatkan reputasi Tunisia sebagai satu-satunya negara yang berhasil bertahan dari Arab Spring (musim semi Arab).

Revolusi yang dimulai di Tunisia menyebar ke berbagai belahan dunia Arab, dengan protes massa di Mesir, Libya, Suriah dan Yaman. Di setiap negara, kecuali Tunisia, revolusi diikuti oleh gejolak kekerasan,  atau dalam kasus Suriah, terjadi perang saudara yang menghancurkan.

Pemilihan hari Minggu berlangsung damai, meskipun pasukan yang menjaga kotak suara di wilayah tengah, Kairouan, diserang. Militer menembak mati satu penyerang dan menangkap tiga lainnya, kata kementerian pertahanan.

Essebsi dari Partai Nidaa Tounes juga memenangi pemilihan parlemen pada bulan Oktober dan dia berjanji untuk memulai proses pembentukan pemerintahan setelah pemilihan presiden.

Di bawah konstitusi baru pasca revolusi, kekuasaan presiden telah dibatasi untuk mencegah kembalinya kediktatoran.

Partai Ennahda yang berada pada posisi kedua dalam pemilihan umum tidak menutup kemungkinan  bergabung dalam koalisi pemerintahan.

Pemerintah baru Tunisia masih menghadapi tantangan besar. Ekonomi Tunisia sedang berjuang untuk pulih dari pergolakan revolusi, dan ada kekhawatiran bahwa pengangguran yang meluas akan menyebabkan kerusuhan sosial.

Ancaman kelompok jihad baru lahir juga muncul. Kelompok-kelompok militan lama yang ditekan di bawah rezim Ben Ali telah melakukan beberapa serangan termasuk pembunuhan dua politisi anti-Islamis. (AFP)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home