Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta Widiadi 18:06 WIB | Sabtu, 25 Maret 2017

Presiden Jokowi: Keberagaman Adalah Aset Negara

Presiden Joko Widodo (tengah) di Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara, di Kelurahan Pasar Baru Gerigis, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat, (24/3).(Foto: kemenag.go.id)

BARUS, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo  (Jokowi) mengingatkan keberagaman suku dan budaya yang dimiliki Indonesia sebagai aset negara yang harus dilestarikan.

Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo di Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara, di Kelurahan Pasar Baru Gerigis, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Jumat, (24/3) 

“Saya hanya ingin titip, mumpung di Sumatera Utara, ingatkan semua bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama, ras, suku saja ada 714 suku. Negara lain paling satu hingga tiga," kata Presiden dalam rilis, hari Sabtu (25/3).

"Jangan sampai antar suku, antar agama ada pertikaian, jangan,” kata Jokowi.

Presiden mengakui masih ada gesekan kecil yang terjadi saat pemilihan kepala daerah. Namun hal itu menurutnya harus dihindari. Jangan sampai dicampuradukkan antar politik dan agama, dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama mana yang politik," kata Jokowi.

Kepala Negara berharap para ulama di Sumatera Utara terus menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin sehingga masyarakat Indonesia dapat memandang perbedaan sebagai kekuatan menjaga persatuan dan kesatuan. Menurutnya, keragaman adalah anugerah Allah bagi Indonesia.

“Kalau kita bisa merawat ini, ada kekuatan potensi besar, tetapi kalau kita tidak bisa jaga dan merawat, ada pertikaian. Itulah yang harusnya kita awal ingatkan, hindari karena semuanya anugerah Allah," kata Jokowi.

Keberagaman dirasakan oleh Presiden saat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah di Tanah Air, salah satunya terkait pengucapan salam yang berbeda-beda di setiap daerah.

“Saya dulu waktu masuk Sumatera Utara, saya kaget. Kalau datang ke sini, tahu saya hanya 'Horas'. Saya ke Nias, saya mau bilang 'Horas', di sini bukan 'Horas' Pak, di sini 'Yahohu', hampir keliru. Masuk lagi ke Karo 'Mejuah-juah'. Agak geser, sedikit lagi, 'Juah-juah'. Coba kalau saya tahunya hanya 'Horas', nantinya ke Karo 'Horas', ke Nias 'Horas', bisa ditertawain saya," kata Jokowi.

Dalam laporannya, Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi mengatakan bahwa Barus adalah salah satu kota tertua di Indonesia dan sudah terkenal di seluruh dunia. Karena pada abad ke-6 Masehi, Barus sudah dikenal dengan hasil hutan berupa kampar dan kemenyan.

Kota ini masih menyimpan segudang misteri dan itu menjadi daya tarik tersendiri bagi para ahli sejarah dan arkeolog baik dalam maupun luar negeri.

"Hal ini dibuktikan dengan makam tua di kompleks pemakaman Mahligai, Barus yang dibatu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriah, menguatkan adanya komunitas Muslim di daerah ini pada era itu," kata Erry.

Penelitian terakhir, dilakukan oleh tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise Dextreme-Orient (EFEO) Prancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua - Barus pada tahun 1995-1999 terkait Barus kota sejarah tempat masuknya Agama Islam pertama di Indonesia.

"Dari hasil penelitian tim ini, dikemukakan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multietnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, Tiongkok, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya. Hal ini disampaikan atas penemuan terhadap sejumlah benda-benda berkualitas tinggi yang usianya ditaksir sudah ratusan tahun," kata Erry. (kemenag.go.id)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home