Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 14:00 WIB | Selasa, 29 September 2015

Presiden Mesir Soroti Perang Melawan Terorisme

Prancis Menyebut Bashar Al-Assad Diktator Yang Membom Rakyat Sendiri. Tiongkok Menyerukan Kerja Sama kemitraan, Bukan Aliansi, dan Meninggalkan Mental Perang Dingin.
Presiden Mesir, Abdel Fattah Al-Sisi. (Foto-foto: un.org)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Presiden Mesir, Abdel Fattah Al-Sisi, mengatakan bahwa Mesir dan Timur Tengah tengah menghadapi bahaya terorisme dan perlu menciptakan prospek yang cerah bagi kaum muda.

Upaya melawan terorisme, sejauh ini hanya bersifar defensif.  Maka, diperlukan para pemimpin dunia untuk menyalurkan energi kaum muda agar menjauh dari ekstremis dan ide-ide palsu mereka untuk menuju masa depan yang damai.

Al-Sisi mengatakan hal itu dalam debat umum Sidang Majelis Umum PBB, hari Senin (28/9) di markas besar PBB di New York. Dia menegaskan bahwa lebih dari 1,5 miliar Muslim di dunia menolak pandangan kelompok minoritas teroris yang mengaku berbicara atas nama Islam.

Namun, sayangnya, masyarakat internasional masih belum mau mengakui bahwa Muslim dan non Muslim harus berperang menghadapi musuh yang sama, yaitu terorisme.

Presiden Prancis, Francois Hollande.

 

 

Prancis: Al-Assad Diktator

Sementara itu, Presiden Prancis, François Hollande, menyoroti krisis perang saudara di Suriah dan menyebut Presiden Suriah, Bashar Al-Assad sebagai diktator yang membom rakyatnya sendiri.

 Sejumlah besar pengungsi telah melarikan diri dari rezim Assad. Krisis pengungsi Suriah saat ini akibat tindakan rezim saat ini, dan orang-orang dari kelompok teroris, kata Hollande. Dia menyebutkan perlunya sebuah koalisi membantu penyelesaian, dan membentuk pemerintahan transisi di Suriah yang meliputi semua kelompok oposisi, kecuali Bashar al-Assad, karena dia adalah penyebab konflik.

Tentang Pengungsi, Hollande mengatakan, 80 persen pengungsi Suriah melarikan diri ke negara-negara lain dan mereka menghadapi kemisikinan yang paling rentan. Dan dia meminta untuk tidak menggunakan hak veto di Dewan Kemanan PBB yang menghambat upaya mengatasi krisis Suriah, khususnya terkait kejahatan massal.

Hak untuk veto, kata dia, tidak dimaksudkan sebagai hak untuk memblokir penanganan kasus kejahatan massal. Sebab, yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk bertindak mengatasi krisis.

Presiden Tiongkok, Xi Jinping.

 

 

Tiongkok Fokus Kerja Sama

Sementara itu, Presiden Tiongkok, Xi Jinping, mengajak dunia menghindari konflik di masa depan. Masa lalu tidak bisa diubah, tapi masa depan bisa dibentuk. "Kami bertujuan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan menyalakan obor perdamaian dari generasi ke generasi," katanya.

 Dia mengajak memperbaharui komitmen untuk kerja sama saling menguntungkan untuk mencapai tujuan umat manusia.  Gagasan bahwa keuntungan bagi seseorang dengan kehilangan pada orang lain harus ditolak.

Oleh karena itu, kata dia, yang diperlukan bentuk baru hubungan internasional untuk kemitraan, dan bukan aliansi. Keadilan harus diletakkan di depan kepentingan kelompok.

Dalam era ekonomi globalisasi, keamanan semua negara aling terkait; tidak bisa melindungi keamanan sendiri, dan tidak ada stabilitas dengan mengorbankan lain. "Kita harus meninggalkan mentalitas perang dingin," katanya.

Xi Jinping mengatakan dunia masih menghadapi masalah hampir 800 juta orang hidup dalam kemiskinan ekstrim, dan hampir enam juta anak meninggal sebelum usia lima tahun, serta 60 juta anak tidak sekolah. Dan agenda Pembangunan baru harus berubah menjadi tindakan. (un.org)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home