Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 07:11 WIB | Senin, 19 Oktober 2015

Said Aqil-Gus Ipul Lepas Kirab Hari Santri

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj (tengah) dalam konferensi pers dengan tema “Menyambut Hari Santri 22 Oktober” di Gedung PBNU lantai 8 Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, hari Selasa (6/10). (Foto: Dok.satuharapan.com/ Endang Saputra)

SURABAYA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dan Wakil Gubernur Jawa Timur H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) melepas kirab Hari Santri Nasional (KHSN) dari pelataran Tugu Pahlawan Surabaya, hari Minggu (18/10).

Acara yang diawali dengan jalan sehat seribu santri bertajuk Sarung Fun Run dari Kantor PCNU Jalan Bubutan ke Tugu Pahlawan itu juga dihadiri Wakil Ketua Umum PBNU H Slamet Effendy Yusuf dan Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zain.

Selain itu, hadir pula jajaran Syuriah PWNU Jatim yakni KH Agoes Ali Masyhuri, KH Jazuli Noor, dan KH Abdurrahman Navis, lalu Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah, dan Ketua Panitia KHSN Jatim H Halim Iskandar yang memimpin jalan sehat dari Kantor PCNU Surabaya ke Tugu Pahlawan.

Ini (KHSN) bukan riya (pamer), tapi penghormatan kepada Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari dan para ulama lainnya yang menetapkan 'Resolusi Jihad' yang berisi bahwa membela Tanah Air itu fardhu ain (kewajiban individual), kata Said Aqil.

Menurut dia, Resolusi Jihad itulah yang melahirkan intifadhah (pengeroyokan atau penyerangan secara massal) oleh masyarakat terhadap Tentara Sekutu (NICA).

Resolusi Jihad itu sendiri lahir atas permintaan Presiden Soekarno yang mengirim utusan ke Pesantren Tebuireng untuk meminta Kiai Hasyim Asyari bersama para ulama menggerakkan masyarakat untuk melawan NICA.

Akhirnya, KH Hasyim Asyari selaku Rais Akbar PBNU mengajak para ulama berkumpul di Kantor PBNU yang sekarang merupakan Kantor PCNU di Jalan Bubutan VI2, Surabaya, sehingga lahirlah resolusi.

Jadi, Pertempuran 10 November 1945 yang akhirnya diperingati sebagai Hari Pahlawan itu merupakan perlawanan tanpa komando, melainkan bermodal fatwa Jihad fi-Sabilillah.

Namun, perlawanan itu dipimpin secara teknis oleh KH Wahab Chasbullah sebagai pelaksana yang bermarkas di Waru (Sidoarjo) dengan dukungan KH Masykur dari Malang dan KH Abbas dari Cirebon.

Hasilnya, rakyat menang, bahkan pimpinan Tentara Sekutu Brigjen Mallaby pun tewas. Dalam film Sang Kiai disebutkan bahwa Brigjen Mallaby tewas karena mobilnya dilempari bom oleh santri Tebuireng bernama Harun.

Oleh karena itu, penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko Widodo merupakan pengakuan pada perjuangan para kiai.

Tanpa KH Hasyim Asyari dan para santri, Resolusi Jihad takkan pernah ada. Tanpa Resolusi Jihad,  Pertempuran 10 November takkan terjadi. Tanpa Pertempuran 10 November, kemerdekaan takkan pernah tercapai.

Dalam kesempatan itu, Wagub Jatim H Saifullah Yusuf mewakili Gubernur Jatim dan para ulama di Jatim menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas penetapan Hari Santri.

Banyak sejarah yang terpotong dan 22 Oktober merupakan salah satu dari sejarah yang terpotong itu, namun hal itu mulai diakui oleh pemerintah, meski Hari Santri sebenarnya tidak ada apa-apanya dibandingkan nyawa para pahlawan.

Acara pelepasan kirab itu diawali dengan penyerahan Panji-Panji Merah Putih dan Bendera NU dari Ketua Umum PBNU kepada Sekjen PBNU dan Wagub Jatim untuk diserahkan kepada peserta kirab yang membawanya dari Tugu Pahlawan (Surabaya) ke Tugu Proklamasi (Jakarta) selama empat hari, 18-22 Oktober.(Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home