Loading...
INSPIRASI
Penulis: Katherina Tedja 01:00 WIB | Jumat, 11 Juli 2014

Siaga Satu: Kemurnian vs Kecemaran

Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – Sebuah novel dan film yang digandrungi remaja telah membuat saya duduk bersama keponakan saya, seorang remaja putri jelang 12 tahun—dan banyak remaja lain—di ruang gelap ber-ac yang bernama bioskop.

Pada dasarnya The Fault in Our Stars adalah kisah umum yang terjadi di antara remaja. Hanya kali ini latar belakangnya agak tidak biasa. Kedua remaja tersebut, Hazel dan August, pengidap kanker. Tetapi… baru beberapa menit film berjalan, saya telah duduk dengan siaga satu: layar menayangkan sepasang remaja berciuman di lapangan parkir dengan serunya. Ketika adegan ciuman kedua ditayangkan, saya segera berkomentar: ”Risiko mencium seseorang yang belum terlampau kita kenal adalah kita bisa ketularan penyakit….” Namun itu belum semua, segera menyusul adegan hubungan seks antara Hazel dan August.   Maka mulailah benak saya menyusun sebuah program kuliah jangka panjang setelah film selesai.  

Baiklah. Sang gadis cilik, keponakan saya itu, telah mendapat semua pendidikan seks yang dibutuhkannya. Namun, kita tahu banyak hal dapat menjadi lebih penting bagi seorang remaja ketimbang pendidikannya di rumah dan sekolah. Itu adalah keterpesonaannya kepada penyanyi, grup band, novel, komik, film yang digandrungi teman-teman remajanya. Dan tak dapat dipungkiri keterpesonaan seperti itu adalah jalan masuk yang lebih efektif ke dalam hati dan pikiran mereka.  

Kuliah pertama saya malam itu adalah mengenai keresahan yang salah pada para remaja di film-film karena mereka masih virgin, perawan dan perjaka. Bagi mereka virginity adalah kutukan memalukan yang ingin mereka enyahkan segera. Padahal virgin juga berarti murni, suci, dan tidak bernoda. Jadi, mengapa para remaja ingin mencemari kemurnian itu? Saya mewanti-wanti bahwa film dan segala sesuatu yang komersil selalu membutuhkan sesuatu untuk dijual, entah itu adegan perkelahian atau seks. Padahal ada banyak remaja dan orang dewasa baik-baik di negara asal film itu yang dengan damai mempertahankan kemurniannya hingga hari mereka berjalan ke altar. Ya, hanya dengan pernikahan kudus maka virginity, kemurnian tak bercela, dapat diakhiri tanpa menjadi kecemaran.

Keuntungan dari popularitas novel tersebut adalah keponakan saya yang tidak suka membaca telah membaca novel berbahasa Inggris sepanjang lebih dari 300 halaman tersebut sampai halaman terakhirnya tanpa disuruh-suruh. Di luar dari beberapa adegan dan ucapan vulgar, sesungguhnya memang ada nilai-nilai baik di dalam kisah tersebut. Jadi bagaimana? Agaknya remaja kita memang harus mengarungi jalan setapak panjang di depannya dengan pilihan yang sangat hati-hati dipandu oleh orang-orang dewasa yang mengawasinya lekat. Siaga satu!

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home