Loading...
OPINI
Penulis: Dr. Andreas A. Yewangoe 11:07 WIB | Kamis, 21 November 2013

Sidang Raya WCC dan Arah Gerakan Oikoumene di Indonesia

A A Yewangoe

SATUHARAPAN.COM - Sidang Raya ke-10 WCC di Busan sudah selesai. Sebagaimana diketahui, SR ini dibimbing oleh tema, “God of Life, Lead us to Justice and Peace”. Tema ini terefleksi dalam berbagai topik pembahasan dan permasalahan yang dihadapi oleh gereja-gereja di seluruh dunia dalam interaksinya dengan lingkungannya masing-masing.

Percakapan-percakapan itu tentu saja sangat luas, dan tercermin juga dalam bahan PA (Penelaaahan Alkitab) yang disediakan, yakni God of Life, Bible Studies for Peace and Justice, WCC 10th Assembly, Busan 2013. Di situ terlihat bahwa persoalan “misi” tetap menjadi tugas utama gereja.

Ketika gereja-gereja berbicara mengenai kehidupan, keadilan dan perdamaian, semuanya itu tidak akan berguna apabila tidak diteruskan. Justru adanya gereja adalah misi itu sendiri. Persoalan besar yang dihadapi gereja-gereja dewasa ini adalah, apakah ia (gereja) cenderung sangat berorientasi institusionalistik, ataukah merupakan gerakan yang menghidupkan. Dari berbagai diskusi yang sempat direkam di dalam SR itu, kita memperoleh kesan bahwa gereja-gereja (termasuk persekutuan kegerejaan seperti WCC) sering terjebak dalam orientasi institusionalistik itu.

Merumuskan Ulang Misi

Misi adalah hakekat (dari) keberadaan gereja. Namun demikian mestinya disadari bahwa “landscapes” yang di dalamnya misi dilakukan sedang mengalami perubahan. Hal itulah yang direkam dalam dokumen Mission and Evangelism in Changing Landscapes. Setidak-tidaknya empat hal disoroti: Spirit of Missions: Breath of Life; Spirit of Liberation: Mission from the Margins; Spirit of Community: Church on the Move; Spirit of Pentacost: Good News for All.

Yang dimaksud dengan Spirit adalah tidak lain dari Ruach Elohim, yang menurut kesaksian Alkitab melayang-layang di atas muka air, tetapi juga Yang datang kepada Maria, bahkan yang “turun” ke atas Yesus ketika Ia dibaptiskan. Ketika Ia bangkit, Roh yang sama itu pula yang dihembuskan kepada para murid-Nya. Pendeknya, Roh memainkan peranan sangat besar di dalam memahami misi, sebagaimana disaksikan oleh Alkitab dengan bertolak dari berbagai perspektif (Penghibur, parakletos, kehadiran Kristus yang terus-menerus dan sebagainya).

Maka juga berkat Roh itu pulalah yang memungkinkan kita berpartispiasi dalam misi kasih, dan itulah inti  kehidupan Trinitaris. Maka misi adalah luapan kasih Allah Trinitas yang tidak berkesudahan itu. Ia mulai dari penciptaan, dan terus berlanjut hingga sekarang ini ketika kita berhadapan dengan berbagai persoalan-persoalan kemanusiaan. Kesaksian Kristen yang otentik, dengan demikian bukanlah sekadar bertanya apa yang kita kerjakan dalam misi, tetapi bagaimana kita hidup sesuai dengan misi itu. Hal itu hanya bisa dicapai apabila kita sungguh-sungguh berkarya dalam persekutuan Kasih dengan Allah Trinitas itu.

Hal kedua adalah, bahwa kita hidup dalam Roh Pembebasan. Ini mengharuskan kita untuk mengerti misi dengan bertolak dari “tepi” (“Mission from the Margins”). Maksud Allah dengan dunia ini bukanlah untuk menciptakan suatu dunia lain, tetapi menciptakan kembali (re-create) apa yang Allah telah ciptakan di dalam kasih dan kebijaksanaan (wisdom). Tetapi mengapa mesti dari “margins”? Sebab dengan demikianlah kita menghadapi ketidakdilan di dalam kehidupan, gereja dan misi.

Ini juga menantang persepsi yang lazim, bahwa misi selalu dilakukan oleh yang kuat kepada yang lemah, oleh yang kaya kepada yang miskin, atau oleh mereka yang mempunyai “hak istimewa” kepada mereka yang berada di tepi. “People of the margins, living in the vulnerable positions, often know what exclusionary forces are threatening their survival and can best discern the urgency of their struggles; people in positions of privilege have much to learn from the daily struggles of people living in marginal conditions.” Maka misi adalah upaya mencari keadilan dan “inclusivity”. Dengan demikian, diskriminasi dalam segala bentuk tidak dapat diterima di hadapan Allah. Dalam kerangka ini ditegaskan pula bahwa misi adalah healing dan wholeness. Penyembuhan adalah satu dari pemberian Roh Kudus.

Bagaimanakah Roh itu  bekerja di dalam persekutuan? Apakah akibatnya? Itu mengakibatkan gereja selalu berada dalam gerakan. Kasih Allah mengundang kita (Caritas Christi urget nos). Persekutuan ini (koinonia) membuka hati dan hidup kita terhadap saudara(i)- kita dalam gerakan yang sama untuk mengambil bahagian dalam kasih Allah. Kasih Allah yang dinyatakan dalam Roh Kudus adalah anugerah yang menginspirasikan kepada semua umat manusia dalam segala masa dan tempat dan bagi semua budaya dan situasi.

Kehadiran Roh Kudus, yang dinyatakan dalam Yesus Kristus, mendorong kita ke dalam kepenuhan hidup yang merupakan anugerah Allah kepada masing-masing kita. Ini juga menghentar kita kepada pemahaman bagaimanakah seharusnya relasi antara Misi Allah dan kesatuan gereja. “Through word and deed and in its very being, the church foretastes and witnesses to the vision of the coming reign of God. The church is the coming together of the faithful and their going forth in peace

Pada akhirnya, Roh Pentakosta, adalah Kabar Baik untuk semua (Good News for All). Kesaksian itu mengambil wajah konkret di dalam penginjilan (evangelisasi). Apakah evangelisasi? Itulah, the communication of the whole gospel to the whole of humanity in the whole world. Tujuannya adalah keselamatan dunia dan kemuliaan bagi Allah Trinitas. Evangelisasi adalah kegiatan misi yang membuat eksplisit dan tanpa ragu mengenai sentralitas dari inkarnasi, penderitaan dan kebangkitan Yesus Kristus.

Dalam kaitan ini dibahas mengenai kaitan antara evangelisasi, dialog lintas-iman dan kehadiran Kristen. Roh Allah secara misterius terdapat dalam semua kebudayaan yang mengesyahkan kehidupan. Demikian juga karya Roh Allah yang misterius itu tidak sepenuhnya kita mengerti di dalam iman (agama) yang lain. “Therefore, authentic mission makes ‘the other’ a partner in, not an ‘object’ of mission.” Maka dialog pada aras agamawi adalah mungkin hanya apabila kita mulai dengan pengharapan akan adanya pertemuan dengan Allah yang telah mendahului kita dan telah hadir  dengan orang-orang lain di dalam konteks mereka sendiri. “Dialogue provides for an honest encounter where each party brings to the table all that they are in an open, patient and respectful manner

Evengelisasi dan dialog memang berbeda, namun saling terkait satu sama lain. Evangelisasi bukanlah maksud dari dialog. Namun, karena dialog juga “a mutual encounter of commitment”, maka hal mengambil bahagian terhadap kabar baik Yesus Kristus mempunyai tempat yang legitim di dalamnya.

Selanjutnya, evanglisasi yang otentik mengambil tempat di dalam konteks dialog kehidupan dan aksi dan di dalam “roh dialog” dan di dalam “roh penghormatan dan persahabatan”. “Evangelism entails not only proclamation of our deepest convictions, but also listening to others and being challenged and enriched by others (Acts 10)”.

Maknanya bagi Gereja-gereja di Indonesia

Kita semua dipanggil untuk merayakan kehidupan. Maksud misi adalah kepenuhan hidup (Yoh.10:10). Ini kriteria bagi pencapaian di dalam misi. Kita juga menegaskan bahwa misi mulai dengan perbuatan penciptaan Allah dan berlanjut di dalam penciptaan kembali, dengan memeriahkan kuasa Roh Kudus. Spiritualitas adalah sumber energi bagi misi dan bahwa misi di dalam Roh adalah transformatif.

Kita juga menegaskan bahwa misi dari Roh Allah adalah meperbaharui seluruh ciptaan. Dan seterusnya. Pendeknya di dalam semuanya kita dipanggil untuk merayakah kehidupan, sebab Allah adalah Tuhan kehidupan. Ialah yang membimbing kita ke keadilan dan perdamaian.

Beberapa hal yang perlu ditegaskan, bahwa dalam banyak hal dokumen-dokumen keesaan kita di Indonesia kelihatannya berada dalam satu nafas dengan pandangan WCC pada umumnya. Misalnya saja pemahaman mengenai dialog dengan agama lain dan pemahaman mengenai presensia di dalam sebuah masyarakat majemuk. Hal menarik bagi saya adalah, bahwa evangelisasi dilihat sebagai yang mulai dari pinggiran, sebuah konsekuensi berpikir bahwa Injil memang merupakan Injil pembebasan.

Penulis adalah Ketua Umum PGI. Ceramah dalam “Bincang Oikoumene Pasca-Busan” yang diselenggarakan FORSA (Forum Studi Cempaka), 18 November 2013


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home